Scroll Untuk Membaca

Ekonomi

BPDPKS Dukung Pemahaman Aturan Untuk Antisipasi Konflik

Foto bersama usai penyerahan plakat kepada narasumber pada Seminar Nasional dan Field Trip Mengantisipasi Gangguan Usaha dan Konflik untuk Menjaga Keberlangsungan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS di Medan, Rabu 20 November 2024.
Foto bersama usai penyerahan plakat kepada narasumber pada Seminar Nasional dan Field Trip Mengantisipasi Gangguan Usaha dan Konflik untuk Menjaga Keberlangsungan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS di Medan, Rabu 20 November 2024.
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mendukung supaya semua pemangku kepentingan memahami peraturan. BPDPKS selalu hadir untuk mengatasi berbagai masalah kelapa sawit dengan pendanaan untuk mendukung perbaikan kelapa sawit.

Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizall Sutawijaya menyatakan hal ini dalam pembukaan Seminar Nasional dan Field Trip Mengantisipasi Gangguan Usaha dan Konflik untuk Menjaga Keberlangsungan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Media Perkebunan dan BPDPKS di Medan, Rabu 20 November 2024.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

BPDPKS Dukung Pemahaman Aturan Untuk Antisipasi Konflik

IKLAN

Disebutkan, setiap aktivitas pendanaan BPDPKS mengikuti aturan pemerintah. Penyaluran dana PSR naik dari Rp30 juta menjadi Rp60 juta/ha, karena ketika masih Rp30 juta banyak petani yang mengeluh.

“Pemerintahan baru Presiden Prabowo juga membuat BPDPKS masih menunggu regulasi soal posisi karena Kementerian Dewan Pengawas dan Komisi Pengarah berada dalam Menteri Koordinator berbeda. Kementerian Pertanian contohnya sekarang berada di bawah Menteri Koordinator Pangan. Hal ini penting untuk melanjutkan peran BPDPKS mengembangkan sawit berkelanjutan,” ujarnya.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjenbun, Prayudi Syamsuri mewakili Plt Dirjen Perkebunan, Heru Tri Widarto saat membuka acara tersebut mengatakan, kelapa sawit unik dibanding komoditas perkebunan lain, yaitu porsi perusahaan dan rakyat seimbang dalam luas lahan, sedang komoditas lain seperti karet, kakao, kopi rakyat 90%. Ada dua kekuatan ekonomi pada daerah sentra sawit yang menumbukan ekonomi dan kesempatan kerja yaitu perusahaan dengan modal dari luar daerah itu dan rakyat sendiri, yang berada pada tapak yang sama.

“Posisi berada dalam satu tapak ini membuat potensi konflik yang berakibat gangguan usaha. Potensi gangguan usaha harus diantisipasi dengan memiliki sistim peringatan dini. Jika sudah terjadi maka perlu ada upaya yang lebih besar dengan gangguan ekonomi dan sosial yang berbiaya besar juga. Karena itu saya menghargai Media Perkebunan yang mengadakan Seminar Nasional Mengantisipasi Gangguan Usaha dan Konflik Untuk Menjaga Keberlangsungan Sawit Indonesia,” katanya.

Penyebab lainnya adalah Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM). Aturan pemerintah ini bertujuan menjaga keseimbangan aspek ekonomi dan sosial tingkat tapak. Pemerintah punya niat baik supaya tidak ada kesenjangan ekonomi yang membuat terjadinya gangguan usaha.

“Kata kuncinya adalah patuh terhadap regulasi. Dimulai dengan paham dengan regulasi, ketidakpahaman bisa menimbulkan konflik. Semua pemangku kepentingan harus menyatukan frekuensi untuk punya pemahaman yang sama tentang regulasi. Beda pemahaman bisa timbul konflik,” ujarnya.

Hendra J Purba, Pemimpin Usaha Media Perkebunan menyatakan, sejarah kelapa sawit di Indonesia adalah sejarah kemitraan antara perusahaan dan masyarakat sekitar kebun sehingga konflik bisa diminimalisir. Pada perkembangan selanjutnya konflik terjadi karena pemahaman yang tidak sama soal regulasi.

Karena itu Media Perkebunan berinisiatif membuat seminar “Mengantisipasi Gangguan Usaha dan Konflik Untuk Menjaga Keberlangsungan Sawit Indonesia Berkelanjutan” sebagai ajang berbagi pengalaman dan upaya bersama bagaimana mengatasi masalah ini.

Acara ini dilanjutkan kunjungan ke Museum Perkebunan Indonesia supaya pelaku perkebunan tahu sejarah sebagai pelajaran untuk masa kini dan masa depan.

Hadi Dafenta, Ketua Kelompok Hukum, Perizinan dan Humas, Sekretaris Ditjen Perkebunan menyatakan, ada 25 regulasi tentang perkebunan. Ada 3 regulasi yang sering menjadi masalah dan laporan ke Ditjebun yaitu kewajiban pemenuhan hak atas tanah, fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar (FPKM) dan Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku (PKS tanpa kebun).

Kewajiban Pemenuhan Hak atas Tanah, UU nomor 39 tahun 2014 pasal 42 menyatakan, kegiatan usaha perkebunan dapat dilakukan setelah perusahaan mendapat hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan. Jadi bila punya IUP saja sudah bisa operasional.

“Frasa ini digugat di MK tahun 2015 dan MK menetapkan IUP dan HGU. Harus ada dua-duanya, pertimbangan hakim adalah tidak mungkin perusahaan perkebunan dengan penguasaan ribuan hektar tidak punya legalitas atas tanah. Legalitas lahan untuk meminimalisir konflik. UU nomor 6 tahun 2023 sudah memasukan hal ini,” katanya.

FPKM menurut perizinan berusaha dibagi menjadi fase 1 sebelum tanggal 28 Februari 2007, fase 2 pada 28 Februari 2007-2 November 2020, fase 3 setelah 2 November 2020. Fase 1 yang sudah melakukan kemitraan dianggap sudah melakukan FPKM, yang tidak lakukan FPKM dengan kegiatan usaha produktif.

Fase 2 perusahaan sudah tahu wajib FPKM karena ada dalam perizinan, yaitu 20% dari IUP. Kalau di sekitarnya tidak ada lahan masyarakat, maka wajib mengadakan kegiatan usaha produktif. Fase 3 perusahaan yang lahannya dari non HGU dan kawasan hutan wajib FPKM sedangkan yang membeli dari masyarakat tidak.

“Pemenuhan kebutuhan bahan baku (Permentan 98/2013 jo 21/2017) PKS harus punya bahan baku 20% dari kebun yang diusahakan sendiri bukan milik sendiri. Bisa kebun perusahaan lain atau kebun masyarakat, syaratnya harus dilakukan budidaya sendiri oleh PKS,” pungkasnya. (m31)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE