MEDAN (Waspada): Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI) DPD Sumatera Utara, Irwan Ray (foto), mendorong agar pemerintah meyesuaikan harga rumah bersubsidi. Selain itu mengimbau tidak mematok harganya.
Irwan Ray menyebutkan, harga rumah subsidi sejak tahun 2020 sampai sekarang tidak ada perubahan.
“Kita maklumi bahwasanya kalaupun gak ada kenaikan harga tapi menganggu di developer karena harga bahan naik terus,” katanya di Medan, Sabtu (18/6).
Menurut Irwan Ray, kalau memang dana pemerintah tidak ada lagi karena digunakan untuk menanggulangi Covid, alangkah baiknya harga rumah subsidi disesuaikan dan jangan dipatok.
“Sekarang kan dipatok harga rumah subsidi maksimal Rp150 juta. Jika pemerintah tidak sanggup lagi membiayai program MBR rumah subsidi ini kami imbau tolong harganya jangan dipatok. Kalaupun dipatok, mungkin dipatok harganya di angka Rp300 juta atau di bawah Rp 500 juta tapi PPN nya dihapus sampai batas waktu yang tidak dtentukan. Tidak dikenai PPN. Toh saat ini suku bunga bank sudah kompetitif, gak harus 5 persen,” ujarnya.
Lanjut Irwan Ray, kalau rumah di atas Rp150 juta tidak dikenai PPN maka pihak pengembang akan bebas dari segi harga. Itu harapannya,” tegas Irwan Ray didampingi Sekretaris APERSI DPD Sumut, Yulius.
Pertanyakan Merger
Dalam pada itu, terkait isu akan adanya merger Bank BTN Syariah dengan Bank Syariah Indonesia (BSI). DPD APERSI Sumut mempertanyakan apa sebenarnya yang mendasari merger tersebut.
“Kalau memang pola pikirnya -untuk katakanlah- Capital Adequacy Ratio (CAR) tetapi itu jadi kelemahan sebab ketika perusahaan menjadi besar maka otomatis untuk mengambil keputusannya akan lambat. Itu jadi masalah,” katanya.
Irwan Ray mengilustrasikan merger bank besar. “Sekarang capitalnya kan gede tetapi prosedur mereka menjadi lambat dibanding bank-bank yang lebih kecil yang lebih ramping,” banding Irwan Ray.
Ditambahkan Irwan Ray, dampak dari merger tersebut, teman teman pengembang rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mau ambil rumah subsidi, yang pakai syariah tidak punya pilihan karena cuma BSI.
“Kemudian ketika di BSI, BSI nya gendut dikhawatirkan akan susah mengambil kebijakan , kan itu resikonya, dan akan terjadi perlambatan,” ibuh Irwan Ray.
Menurut Irwan, hal itu berdampak pada program penurunan backlog.Kemungkinan kecil tidak akan tercapai . “Karena backlog kita masih 11 ribu tetapi dengan bank begini menganggu sekali, tidak berbanding lurus. Maunya pemerintah membuat bank-bank itu kecil tapi banyak, semua dalam satu naungan jadi lebih cepat geraknya, lebih cepat mengambil keputusannya,” katanya.
Intinya kata Irwan Ray, poin pertama pemerintah segera menaikkan harga karena terkait kenaikan bahan baku. Poin berikutnya, kalau memang pemerintah tidak bisa menaikkan harga, tolong PPNnya dinolkan saja untuk rumah subsidi limit Rp500 juta ke bawah. “Suku bunga biarlah bank yang bermain,” pintanya.
Tolak Akuisisi BTN
Dalam pada itu, terkait isu Bank Tabungan Negara (BTN) akan diakuisisi, Irwan Ray menegaskan, DPD Apersi Sumut menolak akusisi tersebut.
“BTN akan diakuisisi oleh bank lain yang core bisnisnya tidak di properti, kita DPD APERSI Sumut dengan tegas menolak keras karena bank yang gemuk akan sulit mengambil kebijakan, prosedurnya pun akan menjadi lebih lambat nilainya,” katanya. (m18)