JAKARTA (Waspada): Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, perekonomian global berpotensi menurun. Hal ini tercermin dari risiko resesi di AS dan Eropa yang meningkat.
Disanping itu, laju inflasi global, yang disebabkan oleh krisis energi dan pangan akibat perang Rusia dan Ukraina, serta berlanjutnya disrupsi rantai pasok pangan global masih menjadi ancaman.
“Sejalan dengan itu, investor global melakukan penarikan dana dari negara berkembang, termasuk indonesia, dan memindahkannya pada aset yang lebih likuid,” kata Perry dalam seminar nadional secara virtual di Jakarta, Rabu (14/12).
Hal itu bisa terjadi, menurutnya, disebabkan menguatnya dolar AS yang juga masih memberikan tekanan tinggi pada mata uang dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Perry katakan, perekonomian dunia saat ini masih dipenuhi gejolak dan tantangan, akibat dari berlanjutnya ketegangan geopolitik,
Ditambah lagi perang dagang AS dan China, kebijakan lockdown di China, serta masih berlanjutnya disrupsi rantai pasok global.
Namun demikian, Perry optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, dengan pertumbuhan mencapai kisaran 4,3 hingga 5,3 persen pada 2023.
“Selain ekspor, konsumsi dan investasi akan menjadi daya dukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, juga didukung oleh program hilirisasi, pembangunan infrastruktur, masuknya modal asing dan berkembangnya pariwisata,” tutur Perry.
Diingatkan, sejumlah risiko yang masih perlu terus diwaspadai Indonesia pada tahun depan, khususnya dari sisi global.
“Salah satu risiko tersebut, yaitu tingkat suku bunga global yang tetap tinggi dan berlangsung lebih lama pada 2023, higher interest for longer,” ujar Perry.
Dia memperkirakan, suku bunga the Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS), akan mencapai 5 persen untuk merespons lonjakan inflasi di negara itu.
“FFR [Fed Funds Rate] bisa mencapai 5 persen untuk merespons inflasi dan akan tetap tinggi selama 2023 dan sejumlah risiko lainnya,” ungkapnya. (J03)