COBA pertanyakan secara ringkas, seberapa berpengaruh sebuah aturan bagi masyarakat, baik secara individu, maupun kelompok. Apakah masyrakat berhasil melihat produk hukum sebagai aturan mengikat dan berkelanjutan, atau masih memahami pemberlakuan hukum secara pragmatis dan kasuistik?
Ikatan kuat keharusan patuh terhadap kepatuhan hukum secara formal, membuat hukum berada di wilayah keharusan-kewajiban. Pergerakan hukum sebagai kebijakan politik pemerintahan, membuat isu dan fatwa hukum kehilangan sakralitas di tengah-tengah realitas. Inilah mengapa pemerintah setengah hati mengeluarkan kebijakan sebagai hukum, dan masyarakat mulai apatis terhadap kebijakan juga sebagai hukum.
Bagaimana sebenarnya posisi hukum di mata masyarakat. Meskipun dalam pembelajaran hukum kita disibukkan dengan pemaknaan hukum secara formalistik, dan pemaknaan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran.
Sehingga, selain hukum, maka semua salah. (al ashlu fi al-asy yaai al tahrim). Ke-kakuan pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis. Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan.
Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Keluar dari zona birokrasi kaku, menuju birokrasi elastis. Bukan tanpa birokrasi, tapi birokrasi yang tidak mengabaikan kepentingan dan keutamaan.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
Semua orang yang berkepentingan terhadap politik akan menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji. Tapi masyarakat sudah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis memandang hukum.
Ini adalah buah dari pohon yang ditanam salah pupuk, diharapkan menghasilkan buah yang manis, tapi hanya sekedar menghasilkan buah yang banyak, belum tentu manis.
Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis. Semoga bermanfaat.
Penulis adalah Ka. Pus Pengabdian Kepada Masyarakat UIN SU.













Menurut saya rampungnya hukum di masyarakat itu disebabkan oleh pemerintah yang hanya menganggap hukum yang berlaku untuk masyarakat hanya melanggar peraturan dan dikenakan oleh yang dianggap rendah. Dari pemikiran itu masyarakat hanya memikirkan jika ia melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan. Dan seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menetapkan hukum di masyarakat dan tidak semua yang melakukan pelanggaran berat hanya dikenakan hukum yang dibilang cukup ringan dan bisa dibayar oleh uang yang dipunya.
Menurut saya rampungnya hukum di masyarakat itu disebabkan oleh pemerintah yang hanya menganggap hukum yang akan berlaku untuk masyarakat yg hanya melanggar peraturan dan dikenakan oleh yang dianggap rendah. Dari pemikiran itu masyarakat hanya memikirkan jika ia melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan. Dan seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menetapkan hukum di masyarakat dan tidak semua yang melakukan pelanggaran berat hanya dikenakan hukum yang dibilang cukup ringan dan bisa dibayar oleh uang yang dipunya.
Menurut saya rampungnya hukum di masyarakat itu disebabkan oleh pemerintah yang hanya menganggap hukum yang akan berlaku untuk masyarakat yg hanya melanggar peraturan dan dikenakan oleh yang dianggap rendah. Dari pemikiran itu masyarakat bisa melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan. Dan seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menetapkan hukum di masyarakat dan tidak semua yang melakukan pelanggaran berat hanya dikenakan hukum yang dibilang cukup ringan dan bisa dibayar oleh uang yang dipunya.
Menurut saya rampungnya hukum di masyarakat itu membuat pemerintah hanya menganggap hukum yang akan berlaku untuk masyarakat yg hanya melanggar peraturan dan dikenakan oleh yang dianggap rendah. Dari pemikiran itu masyarakat bisa melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan. Dan seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menetapkan hukum di masyarakat dan tidak semua yang melakukan pelanggaran berat hanya dikenakan hukum yang dibilang cukup ringan dan bisa dibayar oleh uang yang dipunya.
Menurut saya rampungnya hukum di masyarakat itu membuat pemerintah hanya menganggap hukum yang akan berlaku untuk masyarakat yg hanya melanggar peraturan. Dari pemikiran itu masyarakat bisa melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan. Dan seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menetapkan hukum di masyarakat dan tidak semua yang melakukan pelanggaran berat hanya dikenakan hukum yang dibilang cukup ringan dan bisa dibayar oleh uang yang dipunya.
Kesadaran hukum itu kesadaran diri sendiri tanpa tekanan,
paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang
berlaku. Dengan berjalannya kesadaran hukum di masyarakat maka
hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Dan diperlukannya arahan atau bimbingan tentang hukum yang ada kepada masyarakat agar mengurangi hal² negatif yang akan terjadi.
Ya benar sekali,
Menurut saya banyak yang menganggap hukum itu sebagai kekangan hidup, banyak dari orang-orang beranggapan bahwa hukum itu bencana bagi orang-orang yang tidak berlaku adil, Terkhususnya bagi orang yang berkedudukan renda dimasyarakat.
Banyak yang mengatakan bahwa hukum itu tumpul keatas dan tajam kebawah artinya hukum itu tidak adil bagi orang yang kalangan kebawah,
Contohnya ibuk-ibuk yang mencari kayu bakar dikebun orang untuk mencari sesuap nasi dihukum 5 tahun penjara, sedangkan koruptor yang korupsi dihukum 5 tahun dan masa hukumannya dipotong 2 tahun karena masa covid 19.
1. hukum itu harus ditegakkan dengan sebenar-benarnya (seadil-adilnya) agar masyarakat bisa memandang hukum di indonesia ini hukum yang adil, Maka hukum itu akan dipatuhi oleh masyarakat
2. Kita harus melihat juga apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, bahwa masyarakat perlu perlindungan,pengayoman,kemudahan, keberpihakan,kemanfaatan sehingga masyarakat berfikir positif dan bisa patuh terhadap hukum.
3.lebih mengutamakan masyarakat dari pada kepentingan dan keutamaan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kebutuhan masyarakat.
Banyak dari petinggi-petinggi politik menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji, sehingga banyak dari masyarakat yang tidak percaya lagi.
Ya benar sekali,
Menurut saya banyak yang menganggap hukum itu sebagai kekangan hidup, banyak dari orang-orang beranggapan bahwa hukum itu bencana bagi orang-orang yang tidak berlaku adil, Terkhususnya bagi orang yang berkedudukan renda dimasyarakat.
Banyak yang mengatakan bahwa hukum itu tumpul keatas dan tajam kebawah artinya hukum itu tidak adil bagi orang yang kalangan kebawah,
Contohnya ibuk-ibuk yang mencari kayu bakar dikebun orang untuk mencari sesuap nasi dihukum 5 tahun penjara, sedangkan koruptor yang korupsi dihukum 5 tahun dan masa hukumannya dipotong 2 tahun karena masa covid 19.
Hukum Untuk Yang Belajar Hukum
Yang pertama, hukum itu harus ditegakkan dengan sebenar-benarnya (seadil-adilnya) agar masyarakat bisa memandang hukum di indonesia ini hukum yang adil, Maka hukum itu akan dipatuhi oleh masyarakat
Kemudian yang kedua, Kita harus melihat juga apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, bahwa masyarakat perlu perlindungan,pengayoman,kemudahan, keberpihakan,kemanfaatan sehingga masyarakat berfikir positif dan bisa patuh terhadap hukum.
Yang ketiga, lebih mengutamakan masyarakat dari pada kepentingan dan keutamaan,
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kebutuhan masyarakat.
Banyak dari petinggi-petinggi politik menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji, sehingga banyak dari masyarakat yang tidak percaya lagi.
Harus kita pahami bahwa kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungn, dan lain lain. Sehingga masyarakat memandang hukum dan mematuhi aturan
Kekakuan pemaknaan tentang hukum yang terjadi di masyarakat sekarang ini kian banyak terjadi. Hal ini tentu saja menyebabkan masyarakat menjadi acuh tak acuh terhadap hukum yang ada, meskipun hukum yang ada itu sangat banyak, oleh karena itu setidaknya ada 3 hal yang dapat di lakukan oleh pembelajar hukum untuk dilakukan oleh pembelajar hukum untuk dilakukan di masa depan
1. Belajar sosiologi
2. Peralihan pemikiran deduktif reasoning, menuju induktif reasoning
3. Melihat hukum dari berbagai hal, tidak hanya terpaku pada satu hal
saya sepakat dengan pernyataan bahwa ada pergeseran paradigma di tengah-tengah masyarakat terhadap hukum, Yakni pergeseran dari positivis kearah pragmatis. Pasalnya, masyarakat hanya menganggap hukum sebagai aturan yang mengekang saja dan juga sebagai suatu alat yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu, bukan sebagai suatu kebutuhan atau yang benar-benar hukum yang hidup di kehidupan.
Akibatnya masyarakat menjadi acuh, apatis, dikarenakan pemerintah juga bersikap pragmatis terhadap rakyatnya. Seakan-akan hukum itu sendiri menjadi bumerang bagi masyarakatnya. Sehingga tidak terasa lagi kewibawaan hukum tersebut dan bahkan hukum itu sendiri akan kering dengan kepatuhan.
Hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Adapun jika hukum sebagai sebuah kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Sehingga paradigma positif masyarakat tersebut kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi hanya sebatas sebagai aturan.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Hukum sebagai dasar panglima harus di maknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradila.
Kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan.
Kekakuan pemaknaan tentang hukum yang terjadi di masyarakat sekarang ini kian banyak terjadi. Hal ini tentu saja menyebabkan masyarakat menjadi acuh tak acuh terhadap hukum yang ada, meskipun hukum yang ada itu sangat banyak, oleh karena itu setidaknya ada 3 hal yang dapat di lakukan oleh pembelajar hukum untuk dilakukan oleh pembelajar hukum untuk dilakukan di masa depan
1. Pembelajar hukum disarankan untuk belajar sosiologi
2. Peralihan pemikiran deduktif reasoning, menuju induktif reasoning
3. Berupaya keluar melihat hukum dari satu konteks, menuju kepada melihat hukum dari banyak konteks
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan.
kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Pertama, pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan.
Kedua, pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan.
kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
1. para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan.
2. pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
3. berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Menurut saya, adanya hukum di tengah – tengah masyarakat pada awalnya bertujuan untuk menegakkan keadilan, tetapi masih banyak masyarakat yang masih tidak bisa merasakan keadilan yang menyeluruh, bahkan sila ke-5 yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia” saya rasa, sampai sekarang belum terwujud, Seyogyanya penegakan hukum di Indonesia ini transparan, agar masyarakat yang awalnya tidak percaya dengan penegak hukum , kembali mempercayai penegak hukum.
saya sangat setuju dengan kalimat ‘Go from disiplinary to transdisiplinary.’ kalimat itu menjelaskan semuanya menurut saya, apa saja yg dibutuhkan kepada masyarakat khususnya indonesia. apalagj masyarakat indonesia masih kental akan streotip seperti ‘hukum ada untuk dilanggar’ dan sebagainya.
menurut saya beberapa masyarakat indonesia tidak berhasil melihat produk hukum sebagai aturan mengikat apalagi banyaknya ‘main hukum sendiri’ yang dimana mereka memberi hukum atas dasar apa yang mereka lihat dan rasakan pada saat itu juga dan juga masih meluhat hukum secara pragmatis yang dimana diliat dari manfaatnya.
kalau berbicara Hukum Di kalangan masyarakat bagaimana wibawa dalam hukum, masyarakat sebenarnya sangat menghargai Hukum yang ada di sekitar tetapi terkadang masyarakat memberontak karena adanya ketidak adilan terhadap hukum, maka terjadi la penggeseran paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat itu hanya menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan. maka dari situ masyarakat mulai acuh terhadap hukum,
hukum untuk yang sedang belajar Hukum
pertama : bagi yang sedang belajar hukum kita hendaknya harus juga mempelajari sosiologi, karena jangan berpatokan kepada hukum karena harus juga kita bercengkrama terhadap masyarakat sekitar
keuda : peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis
ketiga : berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks. jadi jangan berpatokan aja terhadapa satu konteks karena bsa di perluas kan
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Saya sepakat dengan pernyataan bahwa ada pergeseran paradigma di tengah-tengah masyarakat terhadap hukum, Yakni pergeseran dari positivis kearah pragmatis. Pasalnya, masyarakat hanya menganggap hukum sebagai aturan yang mengekang saja dan juga sebagai suatu alat yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu, bukan sebagai suatu kebutuhan atau yang benar-benar hukum yang hidup di kehidupan.
Akibatnya masyarakat menjadi acuh, apatis, dikarenakan pemerintah juga bersikap pragmatis terhadap rakyatnya. Seakan-akan hukum itu sendiri menjadi bumerang bagi masyarakatnya. Sehingga tidak terasa lagi kewibawaan hukum tersebut dan bahkan hukum itu sendiri akan kering dengan kepatuhan.
Hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Adapun jika hukum sebagai sebuah kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat bukan hanya sebatas kebutuhan pangan materialistik saja, tapi yg dimaksud kepentingan masyarakat itu menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, keberpihakan dan kemanfaatan umum. Sehingga paradigma positif masyarakat tersebut kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi hanya sebatas sebagai aturan.
Meski hukum itu tidak dapat dilihat, namun sangat penting bagi kehidupan masyarakat, karena hukum itu mengatur hubungan antara masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Setiap manusia itu butuh kepada sebuah aturan, karena itu menjadi peran penting didalam kehidupan nya. Jika, seseorang itu tidak menjalankan aturan, maka kehidupan nya akan tidak terarah. Bahkan, nyaris berbuat yang tidak senonoh. Maka, Peran hukum itu bukan hanya Sekedar kepentingan Bagi manusia saja melainkan manusialah yang butuh akan sebuah aturan hukum itu.
Maka, peran penting pemerintah akan hal ini adalah membuat sebuah aturan yang Baik. Yang bermanfaat kepada sebuah masyarakat dll. Bukan hanya Menciptakan sebuah aturan hukum yang Mana hal itu menguntung salah satu pihak saja sehingga dampak buruk dari pada itu timbul paradigma masyarakat bahwa hukum ini hanyalah sebuah kepentingan saja. Oleh sebab itu. Selain aturan hukum itu penting juga Pemerintah dituntut untuk adil didalam membuat sebuah aturan hukum.
Yang saya pahami bahwa pembelajar hukum juga harus belajar sosiologi, karna untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Menurut saya kita memaknai hukum secara formalistik, dan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran.
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal.
Nama : ibnu juda sembiring
Nim : 0206212043
Menurut saya sangat benar bahwa orang hukum harus mengerti sosiologi karena dalam konteks yang sangat luas seriap masyarakat memiliki masalah nya masing masing tentang hukum dan dari segipsikologi kita akan tau bahwa mana masyarakat yang menerima dengan baik hukum tersebut dan mana yang hanya mengikuti hukum karena paksaan karena dia tidak ingin membuat masalah dengan penegak hukumm, oleh karena itu kita sebagai orang hukum memang harus mempelajarii psikologi agar kita paham masalah masyarak di sekitar. Dan saya sangat setuju dengan apa yang bapak paparkan pada website inii dan kita sebagai orang hukum harus selalu menjunjung kejujuran dalam mengatasii masalah hukum di indonnesia karena kita tahu di indonesia orang yang diatas lebih unggul dari pada orang yang berada di bawah.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian masalah harus ada upaya peradilan,baik secara formal maupun non formal.
Tiga hal yg penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan,yaitu:
1.Para pembelajar hukum disarankan belajar sosiologi, sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat,tapi juga menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
2.Peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning,menuju induktif. Kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistis saja, tetapi juga menyangkut kemudahan,pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan,dan kemanfaatan.
3.Berupaya keluar dari melihat hukum dari suatu konteks,menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks. Kebijakan pemerintah tentang ekonomi,bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi,namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan,dan kenyamanan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
1. Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme.
2. Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
3. Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Saya sangat setuju dengan pernyataan dari bapak penulis. Kau sebagai mahasiswa hukum wajib menyelesaikan persoalan hukum di masyarakat dengan baik sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Ketika kami telah selesai mempelajari hukum dengan pendekatan sosial kami mampu mengimplementasikan ilmu tersebut kepada masyarakat.
Saya sebagai seorang pelajar hukum yang sedang belajar di S1 Fakultas syari’ah dan hukum, tepatnya di UINSU menyetujui artikel ini yang menyatakan bahwasanya para pembelajar hukum harus melakukan 3 hal untuk masa depan yang bagus, yaitu :
1. Para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi.
2. Peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning.
3. Berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Yaa, saya sangat setuju dengan apa disampaikan oleh bapak Dr.H.Muhammad Syukri Albani Nasution, MA, tapi ada pula pertanyaan yang muncul di pikiran saya, jika itu yang harus dilakukan oleh pembelajar hukum, bagaimana dengan pemerintah, apa yang harus dilakukan pemerintah untuk masyrakatnya? Karena tidak semua yang berkecambung di pemerintah itu seorang pembelajar hukum, bahkan kita juga sudah lihat bagaimana hukum di Indonesia sekarang, dimana hukum di Indonesia runcing ke bawah namun tumpul ke atas, dimana hanya suara2 orang pembesar pemerintah saja atau pun orang yang punya uang saja di dengar namun banyak suara rakyat yang tidak mampu di tepis, seharusnya bukan hanya pembelajar hukum saja yang harus melakukan 3 hal itu melainkan terutama pemerintahan kita juga yang harus punya mindset seperti itu. Dari pernyataan saya itu pasti akan muncul pernyataan baru yaitu “karena pembelajar hukum sudah melakukan itu, maka dari itu pembelajar hukum yang seharusnya ada di pemerintahan” Begitu lebih kurangnya pernyataan yang akan muncul, tapi dapat kita lihat bagaimana sistem pemerintah di Indonesia, pemerintahan di Indonesia sekarang sudah dikuasai oleh orang2 yang tamak jabatan dan kekuasaan, sehingga mereka berusaha untuk pemerintah untuk seterusnya ya berasal dari golongan2 mereka sendiri. Bukan saya menjelek2kan negara sendiri tapi inilah faktanya, mau sebanyak apa pun pembelajar hukum melakukan 3 hal tersebut kalau lah pemerintah tidak punya mindset seperti itu, itu sama saja tidak ada manfaatnya bagi seluruh masyarakat. Intinya, emang harus mindset orang2 pemerintahan dulu yang harus diperbaiki, kalau mengenai pembelajar hukum itu sudah kewajiban dan sudah banyak pembelajar hukum yang melakukan itu, hanya saja suara mereka tidak pernah di dengar, kalau pun di dengar malah di nyatakan tersangka menjelek2kan negara sendiri, makanya sekarang banyak pembelajar hukum yang diam. Bukan Karena takut tapi bingung dengan sistem pemerintah Indonesia yang memerintahkan pembelajar hukum untuk belajar hukum dan mengaplikasikannya dengan baik, sudah dilakukan sesuai pemerintah tapi malah di anggap salah oleh pemerintah. Jadi, sekarang siapa yang harus memperbaiki dan di perbaiki? Wallahu a’alam bish-shawab, semoga Indonesia segera memiliki sistem pemerintahan yang sebaik2nya. Aamiin Allahuma Aamiin
Ini lah komentar yang dapat saya berikan, kepada Allah saya mohon ampun, lebih kurangnya saya mohon maaf.
Sekian dan terima kasih
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakaatuh, Pak. Perkenalkan nama saya Clara Anggraeni Subakir.
Jadi, dari artikel tersebut yang telah saya baca, maka dapat dipahami bahwa masyarakat sudah mulai salah dalam memaknai hukum. Masyarakat menilai hukum secara pragmatis. Apabila terdapat suatu hukum mengenai sesuatu, masyarakat sudah mulai apatis terhadap kebijakan hukum. Juga apabila terdapat suatu hukum yang tidak bermanfaat untuk dirinya, maka timbullah sikap acuh terhadap hukum tersebut.
Maka, yang seharusnya dilakukan oleh pelajar hukum yaitu melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak memaknai hukum secara pragmatis. Dan pertanyaan mengenai hukum tidak lagi tentang mengapa itu tidak terjadi, namun berubah menjadi mengapa itu terjadi serta mengapa orang harus tunduk kepada hukum.
Dan juga, agar tidak adanya stigma negatif mengenai hukum seperti hukum mengekang aktifitas masyarakat, dan lain sebagainya.
Mungkin itu saja komentar dari saya. Lebih dan kurang saya mohon maaf.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.
Bukanlah sebuah hal yang heran lagi ketika melihat hukum di negeri ini,melihat para penguasa² yang membuat hukum dan aturan di negeri ini namun mereka kebal akan hukum,bicara hukum sama saja dengan bicara yang sia² sebab hukum dibuat untuk menindas rakyat bawah,sudah banyak contohnya ketika tidak ada lagi rasa keadilan di negeri ini.
Seperti kasus yang baru² ini viral ketika seseorang yang melawan begal karna terancam akan keselamatan dirinya namun dirinyalah yang disebut tersangka,adapula seorang kades di Banyuwangi yang menggelar pernikahan pada saat ppkm hanya di denda sebesar Rp 48.000.,
Sedangkan seorang pedagang bubur di denda sebesar Rp 5.000.000 akibat melanggar ppkm.dari sini kita bisa lihat bahwa tidak adanya kepastian dan keadilan hukum di negeri ini,peraturan dibuat hanya untuk menindas rakyat bawah.
#RIPKEADILANDINEGARASENDIRI
Satu hukum lahir bukan hanya bermanfaat untuk satu hal saja,tapi untuk beberapa hal
Jika hukum dijadikan sebagai kebutuhan,maka hukum harus dekat dengan masyarakat dan di jadikan sebagai suatu penyelesaian masalah bukan untuk menghakimi yang menjadikan perbedaan kasta
Namun hukum di indonesia belum membuahi hasil yang memuaskan tentang pemahaman hukum
Bukan hanya masyarakat para politisi juga tidak sedikit banyak nya yang menganggap hukum hanyalah sebagai hal yang di anggap biasa saja
Sehingga masyarakat pun juga banyak yang menggap hukum hanya semata mata sebagai pajangan
Didalam sebuah masyarakat yang terdiri dari beberapa manusia, maka peran penting hukum akan sangat dibutuhkan. Sebab, ketika sebuah masyarakat tidak ada didalamnya sebuah peraturan. Maka, tindakan sewenang-wenangan akan timbul pada saat itu. Oleh sebab itu maka peraturan itu sangat berperan penting dalam kehidupan manusia yang bermasyarakat.
Dewasa ini, pergeseran makna hukum di tengah-tengah masyarakat sudah terjadi yang mana makna hukum sebenarnya adalah sebagai sebuah perlindungan namun masyarakat mulai memaknai hukum sebagai kemanfaatan. Inilah yang membuat masyarakat mulai acuh terhadap hukum. Hukum yang seharusnya hidup di tengah-tengah masyarakat tapi yang saat ini terjadi adalah hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Masyarakat juga menganggap hukum sebagai kebutuhan. Tapi hukum saat ini jauh dari kepentingan. Yang seharusnya dekat dengan kepentingan masyarakat, itulah yang dimaksud dengan hukum sebagai kebutuhan. Masyarakat bukan hanya membutuhkan hukum yang banyak tapi masyarakat hanya membutuhkan hukum yang mempunyai manfaat yang banyak.
Menurut pemahaman saya , ada 3 hal yg harus dapat kita pahami dalam menganut sebuah asas hukum .
1.setiap orang yg mempelajari hukum dituntut untuk mempelajari sosiologi, sebab dalam merumuskan dan menentukan sebuah hukum harus meninjau kelayakan di masyarakat, serta harus sesuai dengan kebutuhan di masyarakat. Sehingga akan lahir sebuah hukum yang bersifat subtansional bagi masayarakat ,dan menciptakan kesejahteraan dan kenyamanan dalam bermasyarakat.
2. Hukum yang berlaku harus bersifat sosiologis, dalam arti bahwa yang dibuat bukan hanya sekedar alat untuk kebiwabaan personal saja. Namun ,untuk kelayakan semua masyarakat untuk hidup sejahtera .
3. Hukum yang telah ada hendaknya dimaknai dan ditinjau melalui berbagai konteks, sehingga tidak terpaku kepada hukum yang konteksual belaka.
Indonesia sebagai negara yang menganut asas hukum sebagai legal formal yang dimana posisi hukum sebagai otoritas kebenaran yang bersifat mutlak secara konstitusional, namun pada kenyataannya peradilan hukum yang terjadi sering kali digunakan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan dan mengekang kehidupan masyarakat. Sedangkan masyarakat menginginkan hukum yang bersifat utilitas terhadap kehidupan sehingga hukum akan menjadi living in law.
Hukum bersifat mengikat, hukum berlaku bagi semua kalangan tanpa terkecuali.
Pemberlakuan hukum yang pragmatis itu di awali oleh sikap pemerintah yg pragmatis pula.
Hukum di ciptakan untuk kesejahteraan rakyat, namun pada saat ini hukum di buat untuk kepentingan sebagian oknum.
Hukum di Indonesia diukur dengan uang, jika orang yang miskin bermasalah maka akan di hukum penjara namun jika orang kaya bermasalah dapat bebas dengan bayaran
Semoga hukum di Indonesia dapat adil.
Hukum yang ada di Indonesia saat ini sudah bobrok
Hukum yang ada di Indonesia saat ini tidak adil bagi masyarakat yang kurang mampu, banyak kasus yang bisa diselesaikan dengan kekeluargaan namun korban dihukum bertahun-tahun penjara, namun banyak juga kasus korupsi namun dengan adanya uang mereka bisa bebas kalaupun dilakukan hukuman penjara mereka mendapatkan penjara yang full fasilitas.
Kesannya sangat pragtis dan mudah di pahami, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya.
Hukum di mata masyarakat itu membuat pemerintah menganggap hukum yang berlaku di masyarakat hanya melanggar peraturan. Dari pemikiran itu masyarakat bisa melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan
Menurut saya hukum di mata masyarakat itu membuat pemerintah menganggap hukum yang berlaku di masyarakat hanya melanggar peraturan. Dari pemikiran itu masyarakat bisa melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan
Menurut pemahaman saya , ada 3 hal yg harus dapat kita pahami dalam menganut sebuah asas hukum .
1.setiap orang yg mempelajari hukum dituntut untuk mempelajari sosiologi, sebab dalam merumuskan dan menentukan sebuah hukum harus meninjau kelayakan di masyarakat, serta harus sesuai dengan kebutuhan di masyarakat. Sehingga akan lahir sebuah hukum yang bersifat subtansional bagi masayarakat ,dan menciptakan kesejahteraan dan kenyamanan dalam bermasyarakat.
2. Hukum yang berlaku harus bersifat sosiologis, dalam arti bahwa yang dibuat bukan hanya sekedar alat untuk kebiwabaan personal saja. Namun ,untuk kelayakan semua masyarakat untuk hidup sejahtera .
3. Hukum yang telah ada hendaknya dimaknai dan ditinjau melalui berbagai konteks, sehingga tidak terpaku kepada hukum yang konteksual belaka.
Saya sepakat dengan penjelasan tersebut karena memang masyarakat memandang hukum tersebut adalah alat bagi penguasa utk mengekang juga membatasi kebebasan berekspresi. Akhirnya tujuan dibuatnya hukum tidak ada nilai filosofis nya. Hanya sekadar alat penguasa utk melenggangkan kekuasaannya.
Oleh : Zulhaimi Akbar
Kesannya sangat pragmatis, dan mudah di pahami, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Sangat bermanfaat, semoga tidak ada ahli hukum yang egois, dan dari itu harus lah wajib bagi pelajar hukum belajar psikologi.
Nama : Adelia Vega
Nim : 0206212075
Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan. Kalimat diatas sudah terbukti di masa sekarang banyak masyarakat yg tidak mematuhi hukum lgi bahkan beberapa dari mereka tidak mengetahui apa itu hukum. Banyak masyarakat yg sudah tutup mata dengan hukum di Indonesia krna apa? Krna saat ini hukum di Indonesia sangat tidak adil terhadap masyarakat kecil.
ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Dan dapat dibuat kesimpulan bahwa jika hukum sebagai kebutuhan maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Banyak yg meninggalkan hukum karna permainan politik dan hukum yg berlaku hanya untuk orang kaya sehingga banyak masyarakat yg tidak percaya akan hukum lagi.
Terdapat tiga hal penting dalam pembelajaran hukum, terkait dengan pemaknaan hukum ialah:
1. Belajar hukum harus disertai dengan dengan psikologi agar menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
2. Memahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya materialistik saja, tapi juga menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan,dan kemanfaatan.
3. Menuju hukum yang bisa diliat dari berbagai konteks yang mampu menjadi kias baik di beberapa aspek kehidupan.
Sebuah opini yang bagus dengan membahas hukum dikeseharian yang baik Dalam kehidupan