COBA pertanyakan secara ringkas, seberapa berpengaruh sebuah aturan bagi masyarakat, baik secara individu, maupun kelompok. Apakah masyrakat berhasil melihat produk hukum sebagai aturan mengikat dan berkelanjutan, atau masih memahami pemberlakuan hukum secara pragmatis dan kasuistik?
Ikatan kuat keharusan patuh terhadap kepatuhan hukum secara formal, membuat hukum berada di wilayah keharusan-kewajiban. Pergerakan hukum sebagai kebijakan politik pemerintahan, membuat isu dan fatwa hukum kehilangan sakralitas di tengah-tengah realitas. Inilah mengapa pemerintah setengah hati mengeluarkan kebijakan sebagai hukum, dan masyarakat mulai apatis terhadap kebijakan juga sebagai hukum.
Bagaimana sebenarnya posisi hukum di mata masyarakat. Meskipun dalam pembelajaran hukum kita disibukkan dengan pemaknaan hukum secara formalistik, dan pemaknaan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran.
Sehingga, selain hukum, maka semua salah. (al ashlu fi al-asy yaai al tahrim). Ke-kakuan pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis. Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan.
Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Keluar dari zona birokrasi kaku, menuju birokrasi elastis. Bukan tanpa birokrasi, tapi birokrasi yang tidak mengabaikan kepentingan dan keutamaan.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
Semua orang yang berkepentingan terhadap politik akan menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji. Tapi masyarakat sudah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis memandang hukum.
Ini adalah buah dari pohon yang ditanam salah pupuk, diharapkan menghasilkan buah yang manis, tapi hanya sekedar menghasilkan buah yang banyak, belum tentu manis.
Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis. Semoga bermanfaat.
Penulis adalah Ka. Pus Pengabdian Kepada Masyarakat UIN SU.













Pengaruh hukum dalam realitas kehidupan masyarakat.
Banyak hukum yang kelihatan mengekang dan memaksa. Namun itulah ciri hukum.
Tetapi alangkah baiknya, hukum dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan bernegara. Hukum kebanyakan hanya menjadi pencitraan dalam politik, hukum yang baik belum tentu pelaksanaannya baik pula.
Realita kehidupan dalam menjalankan hukum, biasanya hukum tajam kebawah, dan tumpul ke atas. Tak sedikit hukum yang mencekik para masyarakat, padahal hukum diciptakan demi kepentingan bersama untuk rakyat. Lantas apabila hukum mencekik rakyat, apakah pelaksanaan hukum sudah baik?
Tentu saja jawabannya belum tentu.
Kebanyakan pelaksanaan hukum yang tidak baik itu biasanya dikarenakan nilai moral yang kurang.
Karena pada dasarnya hukum diciptakan untuk melindungi rakyat, demi kesejahteraan rakyat, begitu pula harusnya dalam pelaksanaannya.
Hukum yang tertulis sudah dibuat sebaik dan seelastis mungkin. Agar sesuai dengan zaman, agar sesuai dengan realitas kehidupan. Maka harusnya pelaksanaannya juga harus sebaik hukum yang tertulis.
Namun, tak sedikit masyarakat yang sepele akan hukum, harusnya semua rakyat menjalankan hukum dan berinstropeksi diri dalam kehidupan bernegara.
Lembaga hukum juga harusnya mengamalkan sila kelima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Yakni dalam pelaksanaan hukum, tak tajam kebawah dan tumpul keatas.
Hukum harus melekat pada jiwa rakyat dalam bernegara, agar pelaksanaan negara terjalankan dengan baik.
Ditulis oleh Mitsaqo Gholizho Hutasuhut
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Jadi,perlu Perlunya kita garis bawahi, bahwasanya kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Jadi,Perlu kita garis bawahi, bahwa Sanya Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Jadi perlu kita garis bawahi Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
masyarakat masih memaknai hukum sebagai kepentingan bukan sebagai kebutuhan,masyarakat juga menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
seorang pembelajar hukum disarankan belajar sosiologi agar punya pendekatan sosial yang kuat, karena hukum harus dekat dengan masyarakat agar hukum dapat di jadikan sebagai kebutuhan.hukum bukan hanya bermanfaat untuk satu hal saja, namun harus bermanfaat pada beberapa hal lainnya.
Bagaimana sebenarnya posisi hukum di mata masyarakat. Meskipun dalam pembelajaran hukum kita disibukkan dengan pemaknaan hukum secara formalistik, dan pemaknaan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran. Go from disiplinary. Ketika satu hukum lahir bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, mampu menjadi bias untuk beberapa hal lainnya. kemudian, hukum bukan hanya bermanfaat untuk satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada suatu komunitas, bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
Banyak hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis.
Kita harus mengembalikan pradigma Masyarakat dalam memahami hukum.yang mana hukum adalah sebuah ajang tempat kita menyandarkan suatu Masalah dan hak serta kewajiban kita dalam berbangsa dan bernegara.
Sebelum ada negara, warga hidup di dalam kelompok masyarakatnya masing-masing. Di dalam masyarakat itu mereka membentuk tatanan hidupnya sendiri guna mengatur hubungan perilaku antara sesama anggota masyarakat. Kita mengenal pribahasa, dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Masing-masing masyarakat memiliki tatanan hukumnya sendiri-sendiri seperti yang di katakan masyarakat manusia dibagi-bagi dalam berbagai bangsa, yang masing-masing mempunyai sifat dan jiwa sendiri. Jiwa bangsa itu menjelma dalam dalam bahasa, adat, susunan kenegaraan bangsa itu dan juga dalam hukumnya sebab hukum hidup di dalam kesadaran bangsa, disanalah tempat kedudukannya dan pangkalnya.karena sangat cocok dibuat di lingkungan masyarakat dan juga karena Hukum haruslah berjalan secaran hersama dengan soiologi
Karna pada dasarnya hukum bersifat humanis untuk membantu rakyat
Sistem hokum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang saling berinteraksi yang merupakan satu kesatuan dan bekerjasama kearah tujuan tertentu. Sistem hokum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistesm hokum agama,adat dan hokum negara eropa terutama Belanda sebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila peradaban mereka yang di wariskan termasuk sistem hukum. Setelah mengetahui pengertian sistem hukum, lalu bagaimana tanggapan masyarakat Indonesia terhadap sistem hukum Indonesia?.. Kebanyakan menanggapi dengan kurang baik. Mengapa bisa begitu? Alasan yang disampaikan pun beragam.
Mereka menganggap sistemnya sendiri sudah baik, namun pelaksanaannya tidak sesuai yang diharapkan. Peraturannya sebenarnya sudah ada, namun tidak ditegakkan. Buat apa ada peraturan kalau engga ditegakkan?
Masyarakat pun kehilangan kepercayaan terhadap hukum Indonesia, karena menurut mereka “ah, paling cuma wacana doang. Ga akan ditegakkin lah.” Padahal berjalannya hukum di Indonesia, tergantung pada kita-kita juga, yang diatur oleh hukum. Kalau kita sendiri enggan diatur oleh hukum, bagaimana para penegak akan menegakkan hukum? Peraturan-peraturan ini, jika berhasil ditegakkan, akan benefit juga ke kita. Kehidupan lebih tertib. Kriminalitas bisa dikurangi lah. Kalau dipikir-pikir banyak keuntungannya bagi kita juga. Jika masyarakat sudah menanggapi dengan baik, maka hal tersebut harus diikuti dengan moralitas para penegak hukum pula. Karena salah satu penyebab tidak pedulinya masyarakat terhadap hukum, adalah karena penegaknya tidak menegakkan hukum dengan baik. Banyak orang yang memiliki pengalaman “buruk” dengan penegak hukum. Penegak hukum nampaknya masih “pandang bulu” terhadap para pelanggar hukum. Karena sifat “pandang bulu” inilah, masyarakat berpikir asalkan punya uang, atau punya koneksi-koneksi tertentu, maka bisa terhindar dari hukum. Orang-orang yang memiliki kerabat yang “penting” dapat terhidar dari hukum dengan mudahnya. Penegak pun masih “takut” dengan hal tersebut, padahal seharusnya, di mata hukum semua orang itu sama. Hukum dibuat agar menertibkan, dan sanksi-sanksi pun bukan untuk merugikan, tetapi agar ada efek jera. Untuk membenahi sistem hukum Indonesia, diperlukan perubahan sikap dari semua orang yang terlibat dalam hukum. Penegaknya harus lebih tegas. Masyarakatnya juga harus merubah pandangan mereka terhadap hukum. Hukum itu sebenarnya bermanfaat. Demi berlangsungnya keteraturan di Negeri ini, maka hukum harus ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran dimulai dari diri sendiri. Kalau semua lapisan masyarakat sudah sadar maka pasti akan tercipta Sistem hukum yang baik di Indonesia.
Masyarakat kecil membutuhkan keadilan di negara yang demokrasi ini, namun negara lebih mementingkan kepentingan nya sendiri dan tidak melihat masyarakat yang kecil, seharusnya negara memberikan keadilan bagi rakyat kecil, sehingga tidak terjadi nya deskriminasi keuangan.
Hidup di negara yang lucu dengan berbagai peraturan hukum di mana rakyat kecil tidak mendapat keadilan. Contohnya saja kasus pencurian sandal anggota Brimob oleh seorang anak kecil di Palu dia dihukum 5 tahun penjara Ini Salah satu alasan masyarakat kecil tidak lagi bertegak pada hukum di Indonesia atau lebih tepatnya butakan hukum.
Kewibawaan Hukum tergantung bagaimana Dalam pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan hukum saat ini hanya untuk kepentingan oligarki saja. Sedikit sekali untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Sehingga hukum tidak lagi berwibawa Dimata Masyarakat. Kewibawaan hukum akan tegak apabila pelaksanaan tidak pandang bulu. Harus membela sesuai dengan kebutuhan Masyarakat, bukan membela kebutuhan oligarki
jika ditanya bagaimana sebuah aturan berpengaruh pada masyarakat maka muncul kembali pertanyaan bagaimana hukum itu dilaksanakan atau dilangsukan. Melihat garis besarnya hukum yang ada indonesia ini hanya berlaku pada segelintir orang. Istilah orang yang kebal hukum di negara ini cukup umum diakibatkan tidak adanya kesadaran melainkan untuk kepentingan pribadi didalamnya. Masyarakat tidak gagal dalam memahami hukum hanya dipaksa diam oleh penegak hukum
jika ditanya bagaimana sebuah aturan berpengaruh pada masyarakat maka muncul kembali pertanyaan bagaimana hukum itu dilaksanakan atau dilangsukan. Melihat garis besarnya hukum yang ada indonesia ini hanya berlaku pada segelintir orang. Istilah orang yang kebal hukum di negara ini cukup umum diakibatkan tidak adanya kesadaran melainkan untuk kepentingan pribadi didalamnya. Masyarakat tidak gagal dalam memahami hukum hanya dipaksa diam oleh penegak hukum
Hidup di negara yang lucu dengan berbagai peraturan hukum di mana rakyat kecil tidak mendapat keadilan. Contohnya saja kasus pencurian sandal anggota Brimob oleh seorang anak kecil di Palu dia dihukum 5 tahun penjara Ini Salah satu alasan masyarakat kecil tidak lagi bertegak pada hukum di Indonesia atau lebih tepatnya butakan hukum.
Raihanah Erwina Lubis
Hukum ialah panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wibawanya mesti dijaga karena ketika hukum kehilangan muruah, dipastikan ketidakpatuhan akan tumbuh lalu kekacauan akan mendera. Untuk itulah negara, seluruh perangkat dan rakyatnya, harus memastikan hukum tegak, tidak bengkok ataupun miring. Apalagi membiarkannya dilecehkan atau bahkan dikangkangi kepentingan tertentu.
seperti yang sudah disampaikan diatas Hukum yang hidup dalam masyarakat berorientasi pada kepentingan. Orang-orang mulai meninggalkan suasana filosofis hukum yaitu, mengapa sesuatu harus terjadi, tetapi orang-orang sudah sampai pada tahap bertanya mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran ini mengarahkan masyarakat untuk melihat hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Jika hukum adalah suatu keharusan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan adalah penilaian sosiologis yang sangat.
Hukum tidak hanya bermakna di satu rumah, tetapi hukum membuat manfaat dalam satu komunitas. Hukum tidak hanya berharga untuk satu masalah, tetapi kehadiran hukum adalah makna untuk penyelesaian masalah lain.
Semua orang yang memiliki minat dalam politik akan membuat hukum menjadi pijakan dan janji. Tetapi masyarakat telah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis untuk melihat hukum.
kesimpulannya adalah, hukum sudah lekat dalam masyarakat, adanya hukum dapat Menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan, menegakkan fungsi-fungsi.
Kekakuan pemahaman hukum menjadikan bangsa ini sangat terpaku pada suatu yg tertulis kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolute yg berkepanjangan. padahal masyarakat sudah menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis.massyarakat menginginkan hidup yang dalam kehidupan ini bukan hukum yang mengekang kehidupan.kesanya sangat pramatis tapi pahami saja pramatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yg juga prakmatis. KOMENTAR SAYA.
Kekakuan pemahaman hukum menjadikan bangsa ini sangat terpaku pada suatu yg tertulis kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolute yg berkepanjangan. padahal masyarakat sudah menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis.massyarakat menginginkan hidup yang dalam kehidupan ini bukan hukum yang mengekang kehidupan.kesanya sangat pramatis tapi pahami saja pramatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yg juga prakmatis.
Hidup di negara yang lucu dengan berbagai peraturan hukum dimana rakyat kecil tidak mendapat keadilan. Contohnya saja kasus Bripta Rendi yang di vonis lebih ringan karena sopan dan belum pernah di hukum. Seorang mantan polisi yang merupakan tersangka dari kasus dari seorang mahasiswi alm. Novia Widyasari yang memilih mengakhiri hidup di makam ayahnya, karna mengalami depresi akibat diminta untuk menggugurkan kandungan olehnya kekasihnya. Rendy Bagus terbukti bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana tetapi hukumannya diringankan tetapi kuasa hukum dari Randy keberatan dengan hasil vonis karena merasa ini tidak adil. Rasanya tidak pernah ada berita rakyat kecil masa hukumannya diringankan karena bertindak sopan. Lalu bagaimana dengan kasus pencurian sandal jepit brimop oleh seorang ank kecil di Palu yang di hukum 5 tahun penjara. Ini alasan salah satu masyarakat kecil tidak lagi bertegak pada hukum di indonesia atau lebih tepatnya buta akan hukum
Sungguh lucu rasanya ketika berbicara tentang tentang hukum dan keadilan di negeri ini, mereka yang membuat peraturan namun mereka pula lah yang sering melanggarnya, maka tak heran kenapa sebagian orang tak percaya tentang hukum dan keadilan negeri, seharusnya hukum dibuat untuk memberikan kebebasan seseorang untuk melakukan apapun selama tidak melanggar hukum atau aturan nya, bukan mengekang hidup seseorang, sudah banyak kita lihat ketika hukum lebih banyak menindas rakyat bawah, mereka yang sang pembuat hukum namun kebal akan hukum, seolah olah hukum di negeri ini bisa di beli. Sungguh miris keadilan di negeriku ketika peraturan dibuat diperuntukkan untuk kami rakyat lemah. Contohnya saja kasus nenek Minah warga Darmakradenan, Banyumas, Jawa Tengah yang dihukum karena mencuri kakao tahun 2009 di perkebunan rumpun sari atar, keadilan untuk rakyat yang lemah sangat miris dan tidak ada keadilan nya sama sekali
Demi berlangsungnya keteraturan di Negeri ini, maka hukum harus ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran dimulai dari diri sendiri. Kalau semua lapisan masyarakat sudah sadar maka pasti akan tercipta Sistem hukum yang baik di Indonesia.
Demi berlangsungnya keteraturan di Negeri ini, maka hukum harus ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran dimulai dari diri sendiri. Kalau semua lapisan masyarakat sudah sadar maka pasti akan tercipta Sistem hukum yang baik di Indonesia.
Posisi hukum di mata masyarakat. Meskipun dalam pembelajaran hukum kita disibukkan dengan pemaknaan hukum secara formalistik, dan pemaknaan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan. Ada tiga hal yg penting dilakukan pembelajar hukum : Yang pertama, yaitu belajar sosiologi untuk integensia hukum dan psikologi masyarakat. Yang kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Yang ketiga : berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Tiga hal penting yang terkandung dalam pembelajaran hukum, terkait dengan pemaknaan hukum ialah:
1. Belajar hukum harus disertai dengan psikologi agar menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum itu bersatu dengan kebutuhan masyarakat.
2. Memahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya materialistis saja, tapi juga menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan,dan kemanfaatan.
3. Menuju hukum yang bisa diliat dari berbagai konteks, dan berbagai aspek kehidupan lainnya dan tidak baku.
Maka dapat disimpulkan bahwa
Banyak hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu.
Pengaruh aturan yang diberlakukan jika dilihat dari banyaknya kasus yang terjadi sangatlah miris. Dimana ada banyak ungkapan kekecewaan masyarkat melihat pemberlakuan Hukum itu tersebut.
“Hukum hanya berlaku bagi orang yang miskin”
“Hukum tidak berlaku pada Aparat penegaknya”
“Hukum tidak berlaku pada orang yang kaya”
“Hukum tumpul ke atas tajam kebawah”
Contoh kasus sipencuri ayam dengan koruptor misalnya, Seseorang yang melakukan pencurian ayam yang ketahuan masyarakat maka akan habis-habisan menerima pukulan maupun hantaman benda-benda ketubuhnya dan setelah itu dapat pengadilan dari pihak kepolisian yaitu penjara dengan kurun waktu 5 tahun dengan minim fasilitasnya beserta dendanya (pasal 362 KUHP). Berbeda dengan koruptor yang nyata-nyatanya merugikan banyak masyarakat maupun negara. mereka langsung dapat pengadilan dari pihak kepolisian dengan hukuman yang tidak wajar berbanding terbanding terbalik dengan sipencuri ayam dan didalam penjara yang fasilitasnya sangat lengkap layaknya kamar kos-kosan.
MASYARAKAT TIDAK GAGAL DALAM MEMAHAMI HUKUM HANYA SAJA DIPAKSA DIAM OLEH PENEGAK HUKUM
Salah satu indikator negara hukum adalah keberhasilan dalam penegakan hukumnya. dikatakan berhasil karena hukum yang telah diaturnya,,, ketiadaan dan kurang maksimalnya penegakan hukum dapat berimplikasi terhadap kredibilitas para pembentuk aturannya, pelaksana aturan dan masyarakat yang terkena aturan itu sendiri,sehingga seluruh elemen akan terkena dampaknya.
Adapun yang berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, yang peru kita pahami adalah bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan,pengayoman,perlindungan,otoritas keberpihakan,kemanfaatan. sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan,bukan lagi sebagai aturan.
Sungguh lucu rasanya ketika berbicara tentang hukum dan keadilan di negeri ini,mereka yang membuat peraturan namun mereka pula lah yang sering melanggarnya,maka tak heran kenapa sebagian orang tak percaya tentang hukum dan keadilan negeri,seharusnya hukum dibuat untuk memberikan kebebasan seseorang untuk melakukan apapun selama tidak melanggar hukum atau aturannya,bukan mengekang hidup seseorang,sudah banyak kita lihat ketika hukum lebih banyak menindas rakyat bawah,mereka yang sang pembuat hukum namun kebal akan hukum,seolah olah hukum di negeri ini bisa di beli.sungguh miris keadilan di negeriku ketika peraturan dibuat diperuntukkan untuk kami rakyat yang lemah. Contohnya saja kasus nenek Minah warga Darmakradenan, Banyumas, Jawa Tengah yang dihukum karena mencuri kakao tahun 2009 di perkebunan rumpun sari atar, keadilan untuk rakyat yang lemah sangat merugikan dan tidak ada keadilan nya sama sekali.
Tiga hal penting yang terkandung dalam pembelajaran hukum, terkait dengan pemaknaan hukum ialah:
1. Belajar hukum harus disertai dengan psikologi agar menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum itu bersatu dengan kebutuhan.
2. Memahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya materialistis saja, tapi juga menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan,dan kemanfaatan.
3. Menuju hukum yang bisa diliat dari berbagai konteks,bukan hanya pada satu konteks saja.
Maka dapat disimpulkan bahwa
Banyak hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum, dalam hal ini ada tiga hal yg perlu diperhatikan pembelajar hukum:
1. para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi.
2. peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning.
3. berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakaatuh, Pak. Perkenalkan nama saya Clara Anggraeni Subakir.
Jadi, dari artikel tersebut yang telah saya baca, maka dapat dipahami bahwa masyarakat sudah mulai salah dalam memaknai hukum. Masyarakat menilai hukum secara pragmatis. Apabila terdapat suatu hukum mengenai sesuatu, masyarakat sudah mulai apatis terhadap kebijakan hukum. Juga apabila terdapat suatu hukum yang tidak bermanfaat untuk dirinya, maka timbullah sikap acuh terhadap hukum tersebut.
Maka, yang seharusnya dilakukan oleh pelajar hukum yaitu melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak memaknai hukum secara pragmatis. Dan pertanyaan mengenai hukum tidak lagi tentang mengapa itu tidak terjadi, namun berubah menjadi mengapa itu terjadi serta mengapa orang harus tunduk kepada hukum.
Mungkin itu saja komentar dari saya. Lebih dan kurang saya mohon maaf.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.
Berbicara tentang hukum:
Pada dasarnya hukum yg dibuat merupakan suatu aturan yg dpt memberikan kesejahteraan tanpa ada kesenjangan. Dapat berlanjut dan tidak dicabut dengan sewenang-wenang. Namun tetap saja hukum yg berlaku ditengah kehidupan masyarakat masih terasa hambar dalam pengamalannya. Mengapa demikian? Sebab dalam memaknai hukum itu sendiri masih banyak yg menganggap fungsi & tujuan dibuatnya produksi hukum, tdk bersifat menyeluruh dengan sgala konsekuensinya untuk semua kalangan. Sehingga menguatkan keyakinan masyarakat pada istilah:”Hukum tumpul ke atas dan runcing ke bawah”. Bukankah Ini, justru kian melukai rasa keadilan??
Pertanyaan diatas tak memerlukan jawaban secara tulisan, karna masing-masing kita bisa memberikan berbagai versi dalam menanggapi bagaimana sebenarnya eksistensi hukum yg bekerja di negeri kita ini!
Itu saja tanggapan saya, semoga dapat dipahami
By: putriromaa
Nim: 0202192026
Menurut pemahaman saya, masyarakat kita di masa sekarang semakin apatis terhadap hukum kita. Dikarenakan satu dan sebab hal, salah satunya kebijakan politik pemerintahan, membuat isu dan fatwa hukum kehilangan sakralitas. Dan hal ini yang membuat masyarakat apatis ditambah dengan pemerintah setengah hati menanggapi kebijakan hukum kita.
Tiga hal penting dalam pembelajaran hukum, terkait dengan pemaknaan hukum ialah:
1. Belajar hukum harus disertai dengan dengan psikologi agar menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
2. Memahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya materialistik saja, tapi juga menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan,dan kemanfaatan.
3. Menuju hukum yang bisa diliat dari berbagai konteks.
Maka dapat disimpulkan bahwa
Banyak hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu.
Tiga hal penting dalam pembelajaran hukum, terkait dengan pemaknaan hukum ialah:
1. Belajar hukum harus disertai dengan dengan psikologi agar menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
2. Memahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya materialistik saja, tapi juga menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan,dan kemanfaatan.
3. Menuju hukum yang bisa diliat dari berbagai konteks.
Maka dapat disimpulkan bahwa
Banyak hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis.
Aturan dan hukum bagi masyarakat sangatlah berpengaruh besar, baik secara individu maupun kelompok. Tetapi masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan. Pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Dal hal ini ada 3 hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan depan, yaitu :
1. Para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi.
2. Peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning.
3. Berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
setiap orang mempunyai kedudukan yang sama didalam hukum yang merupakan hak konstitusional setiap warga negara termasuk rakyat miskin yang ada dinegara. Dalam kerangka keadilan negara harus hendaknya memberikan pelayanan yang sama kepada semua warga negaranya, termasuk untuk mendapatkan bantuan hukum. Namun dalam kenyataannya ketika berhadapan dengan hukum hak-hak orang miskin terkadang tidak terpenuhi karena keterbatasan pengetahuan akan hal tersebut ataupun keterbatasan anggaran untuk menggunakan jasa pengacara untuk membela kepentingan hukumnya.masyarakat menginginkan hukum yang hidup didalam kehidupan ini,bukan hukum yang mengekang kehidupan.sehingga masyarakat terkadang berpikir sempit memandang hukum.
Kepatuhan terhadap hukum secara formal berada diwilayah keharusan dan kewajiban. Yang mana posisi hukum di mata masyarakatsudah mulai menggeser paradigma hukumnya secara elastis, pragtisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yg juga pragmatis.
Setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Secara formal dan non formal. ada tiga hal yg penting dilakukan pembelajar hukum : Yang pertama, yaitu belajar sosiologi untuk integensia hukum dan psikologi masyarakat. Yang kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Yang ketiga : berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Kekakuan pemahaman hukum menjadikan bangsa ini sangat terpaku pada suatu yg tertulis kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolute yg berkepanjangan. padahal masyarakat sudah menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis.massyarakat menginginkan hidup yang dalam kehidupan ini bukan hukum yang mengekang kehidupan.kesanya sangat pramatis tapi pahami saja pramatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yg juga prakmatis.
Saya setuju dengan pernyataan Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Karna Hukum Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman. Dan memang menurut saya bahwa hukum itu perlu dan hukum itu sebagai patokan atau bisa dikatakan sebagai pohon.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
masyarakat sudah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis memandang hukum.
Hidup di negara yang lucu dengan berbagai peraturan hukum di mana rakyat kecil tidak mendapat keadilan. Contohnya saja kasus Bripda Rendy yang divonis lebih ringan karena sopan dan belum pernah dihukum. Seorang bekas Polisi yang merupakan tersangka dari kasus aborsi seorang mahasiswi almarhum Novia Widyasari yang memilih mengakhiri hidupnya tepat di makam ayahnya karena mengalami depresi akibat diminta untuk menggugurkan kandungan oleh kekasihnya. Rendy Bagus terbukti bersalah dan terbukti melakukan tindakan pidana sesuai pasal 348 ayat 1 KUHP tentang aborsi dan dipidana paling lama 5 tahun penjara tetapi hukumannya diringankan menjadi 2 tahun penjara tetapi kuasa hukum dari Rendi bagus malah keberatan dengan hasil vonis tersebut dan karena merasa ini tidak adil untuk klien dan tetap akan melakukan banding. Rasanya tidak pernah ada berita rakyat kecil masa hukumannya diringankan karena bertindak sopan. Apakah ini adil? Beda cerita kalau rakyat kecil yang dipidana contohnya saja kasus pencurian sandal anggota Brimob oleh seorang anak kecil di Palu dia dihukum 5 tahun penjara Ini Salah satu alasan masyarakat kecil tidak lagi bertegak pada hukum di Indonesia atau lebih tepatnya butakan hukum.
Menurut pendapat saya kalimat-kalimat yang terdapat di dalam artikel sangat menarik dan terdapat fakta yang jarang orang ketahui yaitu pada kalimat “selain hukum, maka semua salah (Al ashlu fi al-asy yaai Al tahrim)”.Dan juga terdapat kalimat yang menarik pada akhir artikel yaitu “Ini adalah buah dari pohon yang ditanam salah pupuk, diharapkan menghasilkan buah yang manis, tapi hanya sekedar menghasilkan buah yang banyak, belum tentu manis”.
Memang keberadaan hukum di tengah kehidupan masyarakat memiliki peran membatasi tingkah laku manusia beserta akibat yang akan diterima jika terjadi perbuatan yang tak sesuai dengan pembatasan tsb.
Nah, mngpa masyarakat mulai acuh thd hukum ?? Salah satu pnybabny adlh moralitas penegak hukum masih rendah yg mengakibatkan profesionalisme mnjadi kurang . Dan moralitas ini berkaitan pulak dngn korupsi yg dilakukan penegak hukum
Nah, bagaimana hukum untuk yang belajar hukum??
Ada juga poin2 pnting yg harus dilakukan yang belajar hukum. Yaitu bnyk membaca, jangan terpaku terhadap tekstual . Yang belajar hukum dituntut dpt memahami brbgai permasalahan scr kontekstual . Cth sederhananya yaitu mahasiswa yg hanya bertindak scr tekstual disini adlh kegiatan “menghafal” . Entah itu menghafal teori,undang2 maupun materi yg telah diberikan dosen , perbanyak relasi, peka terhadap keadaan sosial
Hukum di zaman sekarang sudah kehilangan sakralitas di tengah-tengah masyarakat, masyarakat sekarang sudah mulai acuh terhadap hukum dan masyarakat sekarang memaknai hukum sebagai pemanfaatan. Untuk orang yg mempelajari hukum di zaman sekarang setidak nya jangan hanya mempelajari hukum saja tetapi mempelajari sosiologi, agar hukum itu bisa sampai ke masyarakat dengan ikatan yang kuat dan saling menguatkan sesuai dengan ke butuhan. Dan Semoga kedepan nya hukum di Indonesia menjadi buah yang manis untuk masyarakat Indonesia
Menurut saya artikel ini sangat bagus dan menarik karena memuat banyak informasi dan fakta fakta penting yang sedang terjadi di indonesia dan juga menjelaskan keadaan hukum di Indonesia.
Menurut saya, Memahami kebenaran hukum dari sisi filsafat hukum, harus diawali dengan memahami pengertian dan tujuan hukum itu sendiri. Hukum secara sederhana dapat diartikan sebagai sekumpulan aturan, kaedah yang berasal dari nilai-nilai yang kemudian menjelma menjadi norma. Kehadiran hukum sangat dibutuhkan dalam menciptakan ketertiban di dalam kehidupan sosial manusia tersebut, itulah yang menjadi salah satu tujuan hukum. Dikenal tiga teori dalam menentukan kriteria kebenaran. Teori korespondensi, teori koherensi atau konsistensi, dan teori pragmatis. Kesimpulan, kebenaran hukum perspektif filsafat hukum, kembali kepada paradigma/ teori apa yang digunakan.
Menurut saya kalimat-kalimat yang terdapat di dalam artikel sangat menarik dan terdapa fakta yang jarang orang ketahui yaitu pada kalimat “selain hukum, maka semua salah (Al ashlu fi al-asy yaai Al tahrim)”.Dan juga terdapat kalimat yang menarik pada akhir artikel yaitu “Ini adalah buah dari pohon yang ditanam salah pupuk, diharapkan menghasilkan buah yang manis, tapi hanya sekedar menghasilkan buah yang banyak, belum tentu manis”.
Menurut saya hukum yang berlaku di Indonesia begitu rampung di mata masyarakat dan hukum yang berlaku bagi mereka hanya lah hukum yang dianggap enteng. Dan itu hanya berlaku bagi orang yang hanya melanggar peraturan.
Menurut saya hukum yang berlaku di Indonesia begitu rampung di mata masyarakat dan hukum yang berlaku bagi mereka hanya lah hukum yang dianggap enteng. Dan itu hanya berlaku bagi orang yang hanya melanggar peraturan. Dari pemikiran itu masyarakat bisa melakukan hal yang mereka pikir bisa dilakukan tanpa adanya larangan.
Menurut saya di dalam artikel terdapat fakta yang jarang orang ketahui yaitu pada kalimat “selain hukum, maka semua salah (Al ashlu fi al-asy yaai Al tahrim)”.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian masalah harus ada upaya peradilan,baik secara formal maupun non formal.
Tiga hal yg penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan,yaitu:
1.Para pembelajar hukum disarankan belajar sosiologi, sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat,tapi juga menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
2.Peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning,menuju induktif. Kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistis saja, tetapi juga menyangkut kemudahan,pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan,dan kemanfaatan.
3.Berupaya keluar dari melihat hukum dari suatu konteks,menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks. Kebijakan pemerintah tentang ekonomi,bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi,namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan,dan kenyamanan.
Menurut saya hukum yang berlaku di Indonesia begitu rampung di mata masyarakat dan hukum yang berlaku bagi mereka hanya lah hukum yang dianggap enteng karena mereka berpikir masyarakat hanya kalangan yang dianggap rendah.
Menurut saya rampungnya hukum di masyarakat itu disebabkan oleh pemerintah yang hanya menganggap hukum yang berlaku untuk masyarakat hanya melanggar peraturan dan dikenakan oleh yang dianggap rendah.