COBA pertanyakan secara ringkas, seberapa berpengaruh sebuah aturan bagi masyarakat, baik secara individu, maupun kelompok. Apakah masyrakat berhasil melihat produk hukum sebagai aturan mengikat dan berkelanjutan, atau masih memahami pemberlakuan hukum secara pragmatis dan kasuistik?
Ikatan kuat keharusan patuh terhadap kepatuhan hukum secara formal, membuat hukum berada di wilayah keharusan-kewajiban. Pergerakan hukum sebagai kebijakan politik pemerintahan, membuat isu dan fatwa hukum kehilangan sakralitas di tengah-tengah realitas. Inilah mengapa pemerintah setengah hati mengeluarkan kebijakan sebagai hukum, dan masyarakat mulai apatis terhadap kebijakan juga sebagai hukum.
Bagaimana sebenarnya posisi hukum di mata masyarakat. Meskipun dalam pembelajaran hukum kita disibukkan dengan pemaknaan hukum secara formalistik, dan pemaknaan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran.
Sehingga, selain hukum, maka semua salah. (al ashlu fi al-asy yaai al tahrim). Ke-kakuan pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis. Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan.
Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Keluar dari zona birokrasi kaku, menuju birokrasi elastis. Bukan tanpa birokrasi, tapi birokrasi yang tidak mengabaikan kepentingan dan keutamaan.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
Semua orang yang berkepentingan terhadap politik akan menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji. Tapi masyarakat sudah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis memandang hukum.
Ini adalah buah dari pohon yang ditanam salah pupuk, diharapkan menghasilkan buah yang manis, tapi hanya sekedar menghasilkan buah yang banyak, belum tentu manis.
Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis. Semoga bermanfaat.
Penulis adalah Ka. Pus Pengabdian Kepada Masyarakat UIN SU.














Seharusnya semua masyarakat Indonesia belajar tentang hukum bukan hanya sarjana hukum saja. Supaya hukum menjadi suatu kebutuhan masyarakat bukan sebagai mengekeng kehidupan masyarakat
Di dalam hidup bermasyarakat semua harus belajar hukum bukan hanya sarjana hukum, karna hukum itu sebagai kebutuhan bukan lagi yg mengekang kehidupan
Di dalam hidup bermasyarakat semua harus belajar hukum bukan hanya sarjana hukum, karna hukum itu sebagai kebutuhan bukan lagi yg mengekang kehidupan
Negara yg menganut asas legal formal menjadikan hukum sebagai pedang sakti.
Masyarakat mengininkan hukum yg hidup dalam kehidupan ini bukan hukum yg mengekang kehidupan.
pembelajaran hukum kita disibukkan dengan pemaknaan hukum secara formalistik, dan pemaknaan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran.Sehingga, selain hukum, maka semua salah. (al ashlu fi al-asy yaai al tahrim). Ke-kakuan pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis.Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis,Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum.Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis .Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme,Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan.Semua orang yang berkepentingan terhadap politik akan menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji. Tapi masyarakat sudah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis memandang hukum.Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis.
Masyarakat memang perli sebuah aturan karna kalau tidak ada aturan atau hukum maka Masyarakat akan berbuat semaunya
Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan. Pragmatisme masyarakat muncul karena perilaku pemerintah terhadap rakyatnya.
Jika hukum jauh dari kepentingan sosial makan hukum akan tidak dipatuhi. Membuat hukum bukan memandang kewibawaan saja tapi menciptakan hukum yang sosiologis. Berupaya untuk tidak melihat hukum dengan satu konteks tetapi dilihat dari berbagai konteks.
Fauzie Al Rasyid
Wajar sih kalau masyarakat menjadi apatis dalam kebijakan hukum jika pemerintah setengah hati dalam kebijakan hukum tersebut,toh pemerintah juga tidak menjalankan atau melaksanakan hukum yang mereka buat.
Pemerintah juga harus bergerak atau aksi dalam bijaknya hukum tersebut bukan hanya dalam buku saja (law in books) namun sudah menjadi (law in action)
Hukum merupakan hal yang sangat perlu bagi kehidupan ,tanpa hukum manusia gak bisa hidup sesuai dengan yang kita harapkan.
Memang tanpa ada hukum semua aktivitas manusia bisa menjadi tidak sesuai dengan yang kita inginkan kita ,namun adanya hukum pun sebagian manusia merasa keberatan atau banyak diantara kita yang mematuhinya.
Semua orang yang berkepentingan terhadap politik akan menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji. Ini adalah buah dari pohon yang ditanam salah pupuk, diharapkan menghasilkan buah yang manis, tapi hanya sekedar menghasilkan buah yang banyak, belum tentu manis.
Terima kasih pak, ditunggu video selanjutnya
Masyaallah, terima kasih atas ilmunya pak
Ditunggu video” selanjutnya ya pak☺️
Menurut saya hukum dalam masyarakat memiliki tiga peran utama yaitu sebagai sarana kontrol sosial, sarana untuk memfasilitasi proses interaksi sosial dan sarana untuk karena hukum dalam masyarakat memiliki tiga peran utama yaitu sebagai sarana sosial, sarana untuk sarana untuk memfasilitasi proses interaksi sosial dan sarana untuk menciptakan keadaan yang nyaman di lingkungan masyarakat.
masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Menurut saya hukum dalam masyarakat memiliki tiga peran utama yaitu sebagai sarana kontrol sosial, sarana untuk memfasilitasi proses interaksi sosial dan sarana untuk karena hukum dalam masyarakat memiliki tiga peran utama yaitu sebagai sarana sosial, sarana untuk sarana untuk memfasilitasi proses interaksi sosial dan sarana untuk menciptakan keadaan yang nyaman.
Pemahaman terkait artikel diatas, komentar saya adalah hukum yang berperan sebagai panglima harus dimaknai bahwasanya setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya keadilan.
Para pembelajar hukum disarankan mempelajari ilmu sosiologi, peralihan pemikiran hukum dari deduktif menuju induktif, meihat hukum dari satu konteks.
Hukum yang berperan sebagai panglima harus dimaknai bahwasanya setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya keadilan.
Para pembelajar hukum disarankan mempelajari ilmu sosiologi, peralihan pemikiran hukum dari deduktif menuju induktif, meihat hukum dari satu konteks.
Keharusan patuh terhadap kepatuhan hukum, sehingga pergerakan hukum menjadi kebijakan politik pemerintah.
Masyarakat menginginkan hukum hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang hidup.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa.
Siti aini
Hukum menjadi sebuah kesaruan yang disimpulkan memberi hak dan keadilan bagi masyarakat.
Hukum yang hidup di dlm masyarakat adalah sebuah kepentingan.
Hukum Untuk semua dan keadilan didepam kita.
Di dalam hukum bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya penylesian.
Namun, hukum pada area politik tidak sepunahnya bisa diegak dgn adil, ini sudah menjadi sebuah kenyataaan besar.
Siti aini
Rangkuman saya dari artikel di atas adalah sebagai berikut
Hukum menjadi sebuah kesaruan yang disimpulkan memberi hak dan keadilan bagi masyarakat.
Hukum yang hidup di dlm masyarakat adalah sebuah kepentingan.
Hukum Untuk semua dan keadilan didepam kita.
Di dalam hukum bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya penylesian.
Namun, hukum pada area politik tidak sepunahnya bisa diegak dgn adil, ini sudah menjadi sebuah kenyataaan besar.
Menurut saya para pelajar hukum harus memberikan edukasi kepada masyarakat, sebab kebanyakan masyarakat hukum ini menjadi hambatan bagi mereka untuk menjalankan kehidupan sehari-hari
Perlunya edukasi hukum terhadap masyarakat karena sebagian masyarakat masih menganggap hukum itu ada sebuah hambatan bagi mereka untuk menjalani kehidupan sehari
Perlunya edukasi hukum terhadap masyarakat karena sebagian masyarakat masih menganggap hukum itu ada sebuah hambatan bagi mereka untuk menjalani kehidupan sehari hari begitu juga dengan pemerintah harus memulai dari atas untuk menerapkan dan melaksanakan hukum tersebut
Pemahaman terhadap artikel di atas adalah Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Jadi, pemahaman saya terhadap artikel di atas adalah Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Jadi, pemahaman saya terhadap artikel di atas adalah Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Nilam Khansa
Rangkuman saya dari artikel di atas adalah sebagai berikut
Hukum menjadi sebuah keharusan dan kewajiban karna adanya ikatan yang kuat yang membuat masyarakat harus patuh terhadap kepatuhan hukum secara formal.
Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah sebuah kepentingan.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum
Di dalam hukum bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan
Ada 3 hal penting yang harus di lakukan para pembelajaran hukum di masa depan
1. para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi.
2. peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning.
3. berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Dengan berkembangnya zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jadi, pemahaman saya terhadap artikel di atas adalah Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Jadi, pemahaman saya terhadap artikel di atas adalah Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Iya, karena di negara kita hukum Islam itu belum terjalankan semuanya walaupun di negara kita ini mayoritas nya islam
Iya, karena di negara kita hukum Islam itu belum terjalankan semuanya
Menurut saya hukum itu sangat penting bagi masyarakat ,tapi bukan hanya kepentingan untuk bahan pangan saja tetapi kepentingan masyarakat untuk menyangkut kemudahan ,mengayomi perlindungan ,otoritas ,keberpihakan ,kemanfaatan bagi masyarakat . Sehingga masyarakat menimbulkan kembali hidup untuk memandang dan memahami hukum sebagai kehidupan bukan lagi sebagai aturan .
Salah satu indikator negara hukum adalah keberhasilan dalam penegakan hukumnya. Dikatakan berhasil karena hukum yang telah diaturnya, sudah seharusnya dan sudah waktunya, dijalankan dan ditaati oleh seluruh elemen masyarakat. Ketiadaan dan kurang maksimalnya penegakan hukum dapat berimplikasi terhadap kredibilitas para pembentuk aturannya, pelaksana aturan dan masyarakat yang terkena aturan itu sendiri, sehingga seluruh elemen akan terkena dampaknya. Untuk itulah, maka menjadi penting untuk diketahui apakah penegakan hukum itu sesungguhnya. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk dapat tegak atau berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dan telah diatur sebagai pedoman perilakunya dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara. Untuk itulah, maka ketentuan yang telah mengaturnya tidak akan berhenti dalam arti aturan yang tidak bergerak atau mati, tetapi tetap akan tegak bediri dan berjalan ke depan sebagaimana yang ditentukan oleh lembaga resmi dan diakui negara untuk mengaturnya. Secara luas, proses dalam penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa sajakah yang menjalankan aturan normatif atau melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, maka hal itu berarti telah menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Berdasarkan yang saya pahami dari artikel diatas, di zaman sekarang ini, hukum menjadi sesuatu yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi bagi tokoh politik tertentu. Didukung dengan pemerintah yang juga pragmatis terhadap hukum, sehingga hukum menjadi sesuatu yang dianggap tidak penting lagi. Pasalnya, penerapan hukum seolah olah hanya di berikan pada rakyat rakyat kecil saja. Sehingga yang pada awalnya hukum yang dipahami secara konstektual saja, di dorong dengan fakta yang terjadi di tengah tengah masyarakat sekarang, menjadikan hukum di mata masyarakat bukan lagi sebagai sarana pengayoman.
Hukum seharusnya memayungi dan melindungi masyarakat di bawahnya, tanpa pandang ras, agama, budaya, suku, dan lain lain. Sebuah negara tanpa hukum juga tidak bisa disebut sebagai negara, karena tidak akan mungkin di dalam nya tidak diberikan batasan dan anjuran yang harus di taati oleh masyarakat didalamnya.
Masyarakat seharusnya merasa aman dengan adanya hukum yang mana isi dari hukum itu sendiri sudah pasti untuk kepentingan dan ketertiban masyarakat itu sendiri, bukan malah merasa bahwa hukum adalah kemanfaatan bagi oknum oknum tertentu.
Hukum juga harusnya tidak menimbulkan perasaan terkekang bagi masyarakat itu sendiri, karena hukum berisi aturan yang bertujuan menciptakan keteraturan dalam kehidupan sehari hari.
Saya rasa, masyarakat maupun tokoh politik ataupun pemerintah sudah sangat paham apa yang dimaksud dengan hukum secara kontekstual, bukan rahasia lagi bahwa semenjak di Sekolah Dasar sampai di bangku pendidikan terakhir pun, yang dipelajari setiap harinya adalah tentang Undang Undang Dasar, Pancasila, Kewarganegaraan, dan pelajaran pelajaran serupa lainnya. Namun yang kurang dari semua itu adalah penerapannya, sejak dulu, seperti pada paragraf terakhir artikel, negara ini sudah salah pupuk. Berharap mendapatkan manfaat dari hukum hukum yang terlihat banyak, terkesan seperti melindungi rakyat sepenuhnya, membuat masyarakat merasa terlindungi, namun justru yang didapatkan adalah kepahitan realita dari kecurangan kecurangan yang dilakukan oleh oknum oknum pemberi pupuk tambahan yang salah itu.
Masyarakat tentunya menginginkan bahwa hukum itu menjadi wadah tempat masyarakat merasa dilindungi, di ayomi, di pihak. Penerapan hukum secara merata lah yang mampu membangun pandangan tersebut, sehingga hukum akan dianggap sebagai kehidupan bukan sebagai kekangan lagi.
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Hukum, masyarakat dan pembangunan memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dan saling memiliki ketergantungan diantara satu dengan yang lainnya, mengingat keberadaan hukum sangat dipengaruhi oleh masyarakat. Dimana, lahirnya hukum diawali dengan adanya interaksi kepentingan diantara beberapa manusia, sehingga tanpa manusia maka hukum tidak akan lahir (ubi societa, ibi ius). Sebaliknya hukum berperan agar interaksi kepentingan diantara manusia dapat berjalan dengan baik dan harmonis, selain itu hukum juga menyediakan sarana penyelesaian konflik bagi manusia. Dengan adanya kondisi masyarakat yang harmonis dan teratur maka penyelenggaraan pembangunan dapat berjalan dengan baik dan lancar, dan pada akhirnya sehingga berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya kondisi masyarakat yang tidak harmonis dan teratur akan berdampak terhadap penyelengaraan pembangunan yang tidak optimal.
Memang semua orang ingin hukum hidup didalam kehidupan terutama masyarakat tapi bukan hukum yang mengikat masyarakat dan ingin melakukan sesuatu. Dan banyk orang yang salah dalam mengartikan hukum itu sehingga akan bergerser kan paradigma pada wilayah yang sangat elastis dan hukum itu sangat berkepentingan bagi masyarakat karena itu akan menimbulkan keharmonisan dan kedamaian bagi mereka karena hukum yang tertur, berjalan dengan baik dan optimal. Dan orang yang tidak harmonis itu karena hukum nya tidak teratur dengan baik atau tidak optimal. Dan hukum itu tidak bermakna hanya satu rumah tapi keseluruhan wilayah dan kemanfaatan bagi satu komunitas
Menurut saya, hukum sekarang di negara ini berlaku hanya bagi rakyat-rakyat yang mempunyai kantong uang yang tebal atau rakyat yang terjun dalam dunia politik namun yang pro pada pemerintah. Kalau ada rakyat yang tidak pro pada pemerintah, terus mengkritik kinerja pemerintah yang kurang baik, malah pemimpin beserta jajaran nya baper langsung di bawak ke ranah hukum. Padahal apa yang di lakukan benar, sesuai dengan pasal 28 UUD 1945. Dan sesuai juga dengan Al Qur’an, yaitu mencegah yang kemungkaran. Akan tetapi negeri ini Hukum nya seperti sedang Stand Up Comedi yang tak kunjung selesai. Hukum di Negara ini ibarat kan seperti pohon bambu, di mana ada angin kencang di situ lah dia bergerak. Hukum juga seperti itu, di mana ada uang banyak di situ lah hukum di menang kan walaupun sebenarnya salah. Lantas di manakah letak pancasila sila ke 2 & sila ke 5 serta legalitas negara kita yang kata nya demokrasi? Para penegak hukum itu seakan buta akan kebenaran. Jangan hanya kata demokrasi berlaku bagi orang-orang yang pro terhadap pemerintah saja, sedang kan yang kontra tidak berlaku kata Demokrasi.
Nama :Lisna Wati Sihombing
Memang semua orang ingin hukum hidup didalam kehidupan terutama masyarakat tapi bukan hukum yang mengikat masyarakat dan ingin melakukan sesuatu . Dan banyak orang yang salah dalam mengartikan hukum itu sehingga akan menggeser kan paradigma pada wilayah yang sangat elastis , dan hukum itu Sangat berkepentingan bagi masyarakat karena itu akan menimbulkan keharmonisan dan kedamaian bagi mereka karena hukum yang teratur ,berjalan dengan baik dan optimal. Dan orang yang tidak harmonis itu karena hukumnya tidak teratur dengan baik atau tidak optimal.
Dan hukum itu tidak bermakna hanya satu rumah tapi keseluruh wilayah dan kemanfaatan bagi satu komunitas .
Pada dasar nya masyarakat adalah hal yang paling berpengaruh terhadap hukum tetapi bukan hukum yang mengekang kehidupan melainkan sebagai panglima dalam menegakkan keadilan dan penyelesaian masalah, namun yang dibutuhkan masyarakat dalam hal hukum ialah masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan saja tetapi yang dimaksud ialah kepentingan masyarakat yang menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, dan otoritas keberpihakkan dan ada juga yang yang lemah kesadaran hukumnya maka dampak yang akan terjadi jika masyarakat tidak mematuhi hukum akan menjadi resah dan tidak tentram oleh karena itu kepekaan terhadap sikap sadar harus ditingkatkan agar terhindar dari hal hal tersebut.
Pada dasar nya masyarakat adalah hal yang paling berpengaruh terhadap hukum tetapi bukan hukum yang mengekang kehidupan melainkan sebagai panglima dalam menegakkan keadilan dan penyelesaian masalah, namun yang dibutuhkan masyarakat dalam hal hukum ialah masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan saja tetapi yang dimaksud ialah kepentingan masyarakat yang menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, dan otoritas keberpihakkan dan ada juga yang yang lemah kesadaran hukumnya maka dampak yang akan terjadi jika masyarakat tidak mematuhi hukum akan menjadi resah dan tidak tentram oleh karena itu kepekaan terhadap sikap sadar harus ditingkatkan agar terhindar dari hal hal tersebut.
Jadi, pemahaman saya terhadap artikel di atas adalah Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Nama : teguh Ramadhan
Kelas : HKI 2 b
Nim : 0201213090
Universitas : universitas Islam negeri Sumut
Menurut saya hukum dalam masyarakat memiliki tiga peran utama yaitu sebagai sarana kontrol sosial, sarana untuk memfasilitasi proses interaksi sosial dan sarana untuk karena hukum dalam masyarakat memiliki tiga peran utama yaitu sebagai sarana sosial, sarana untuk sarana untuk memfasilitasi proses interaksi sosial dan sarana untuk menciptakan keadaan. Di lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana berakibat diambil tindakan hukum tertentu.
Hukum sebagai panglima berbangsa dan bernegara.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa sekarang dan masa depan.
Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergerarlkan pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum.
Dan hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas, bangsa, dan negara.