JAKARTA (Waspada.id): Sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara pernah mengalami masa kejayaan. Mereka tidak tunduk pada kekuatan asing.
Bahkan sejarah pernah mencatat Ratu Elizabeth I dari Inggris berkirim surat kepada Sultan Aceh minta perlindungan.
Hal itu terjadi ketika Inggris menjelajah dunia, sampai ke Aceh di era pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah pada periode tahun 1600-an. Di masa pemerintahan Sultan Alauddin, tiga bangsa Eropa singgah di sini untuk berniaga, yaitu Belanda, Inggris, dan Prancis.
Inggris kala itu berada di bawah Ratu Elizabeth I yang memerintah sejak 17 November 1558 hingga kematiannya pada 24 Maret 1603.
Kedatangan para pedagang Inggris diikuti oleh surat yang ditulis khusus oleh Ratu Elizabeth buat Sultan Alauddin. Surat dibawa oleh pemimpin rombongan, yaitu Sir James Lancester pada 5 Juni 1602.
Dalam suratnya, Ratu Elizabeth memohon izin untuk berdagang dengan rakyat Aceh sekaligus meminta perlindungan selama berada di negeri Serambi Mekah itu.
“Elizabeth dengan restu Tuhan Ratu Inggris, Prancis, dan Irlandia, Pembela Iman dan Agama Nasrani, kepada Raja Aceh dan seterusnya yang besar dan berkuasa, di Pulau Sumatera, Saudara kami yang dikasihi, salam!”, demikian bunyi pembukaan surat itu, yang dikutip dari buku Kerajaan Aceh, Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) terbitan KPG tahun 2006, yang ditulis oleh sejarawan Prancis Dennys Lombard.
Surat yang cukup panjang itu berisi pujian kepada Sultan Aceh yang memperlakukan bangsa asing dengan sangat baik. Dalam surat tersebut, Ratu Elizabeth terlihat punya pengetahuan cukup baik tentang Aceh dan penguasanya.
“Maka kami berkenan memberi izin kepada hamba kami yang dengan keinginan baik yang patut dihargai berlayar mengunjungi kerajaan Yang Mulia, betapapun besarnya bahaya dan sengsara di laut yang sudah dengan sendirinya timbul dalam pelayaran semacam itu yang (dengan restu Tuhan) benar-benar akan mereka tempuh, yaitu pelayaran yang paling jauh yang dapat ditempuh di dunia ini, dan untuk menawarkan dagangan kepada hamba Yang Mulia,” demikian bunyi sebagian surat itu.
Ratu Elizabeth berharap Sultan Alauddin menerima para pedagang Inggris dengan tangan terbuka dan memberi restu mereka. Dan, berharap ada perjanjian dagang antara para pedagang Inggris dengan rakyat Aceh.
“Sekarang kalau dengan restu Yang Mulia dan dengan perlindungan dan pembelaan Yang Mulia, Paduka Yang Mulia berkenan menerima hamba-hamba kami ini sehingga sekarang dan setiap tahun…”
Setelah membaca surat tersebut, Sultan Alauddin pun memberikan balasan, yang isinya mempersilakan para pedagang Inggris untuk berniaga dan akan memberikan perlindungan secara maksimal. Dalam surat yang dikirim, Sultan memberikan pernyataan kepada rakyat Aceh agar dipatuhi.
“Saya telah menjalin persahabatan dengan rakyat Raja Inggris sebagaimana kamu sekalian bersahabat dengan seluruh umat manusia di dunia; maka kamu akan memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana kamu baik terhadap orang lain,” demikian salah satu petikanya.
Kemudian Sultan melanjutkan, “Adapun bangsa Inggris, jika menginginkan perlindungan di negeri saya, apapun keinginan mereka, saya izinkan. Dan jika mereka ingin berlayar meninggalkan negeri saya, saya mengizinkannya; jangan ada yang melarang mereka berlayar.”

Dalam surat, sang Sultan pun mengingatkan kepada rakyatnya, bila ada orang Inggris yang meninggal di Aceh, hartanya harus diserahkan kepada sang pemilik.
“Dan jika orang Inggris meninggal dunia, dan waktu sudah sampai ajalnya ia memerintahkan siapa pun juga supaya harta miliknya dan milik anak buahnya yang dibawanya, dikirim kembali dan memerintahkan supaya disampaikan kepada keluarganya dan kepada pemilik-pemilik barang itu, kamu harus menganggap sah surat wasiatnya,” demikian isi pengumuman Sultan Alauddin.
Penerimaan Sultan Aceh terhadap bangsa Inggris untuk berdagang, membuat hubungan kedua kerajaan ini berjalan baik hingga Ratu Elizabeth I dan Sultan Alauddin meninggal dunia.(cnni)