BANDUNG (Waspada.id): Indonesia terus memperkuat posisinya di rantai nilai global kecerdasan artifisial (AI) dan semikonduktor dengan mengandalkan sinergi akademisi, industri, pemerintah, asosiasi, dan komunitas.
Pada hari terakhir Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025, Sabtu (9/8), diskusi paralel bertajuk “Memajukan Rantai Nilai AI dan Semikonduktor Indonesia” di Sasana Budaya Ganesa menegaskan pentingnya kolaborasi berkelanjutan untuk mewujudkan kemandirian teknologi nasional.
Astria Nur Irfansyah dari ITS menjelaskan bahwa rantai nilai semikonduktor mencakup tahap desain, manufaktur (front end dan back end), hingga perakitan, pengujian, dan pengemasan.
Menurutnya, riset adalah fondasi agar inovasi tidak berhenti. Indonesia, kata Astria, memiliki peluang strategis pada bidang desain IC dan assembly, testing, and packaging (ATP) yang lebih mengandalkan SDM dan riset ketimbang pabrikasi padat modal.
Dalam perspektif AI, kemajuan pesat sejak 2020 tak lepas dari infrastruktur server, konektivitas internet cepat, dan ketersediaan data besar, semuanya bergantung pada perangkat keras berbasis semikonduktor. Astria juga menyoroti tren teknologi terkini yang telah mencapai transistor 5 nanometer dan tantangan inovasi ke depan.
Dari sisi industri, Aldrin Purnomo (Infineon) mengungkapkan bahwa pabrik Infineon di Batam, yang beroperasi hampir 30 tahun, kini memproduksi 2 miliar IC per tahun. Ia menekankan pentingnya pengembangan talenta dan insentif untuk menarik investasi.
Berbagai program pelatihan, kurikulum bersama kampus, hingga Jumpstart Program yang meluluskan 119 peserta dari 42 perguruan tinggi menjadi bukti komitmen industri dalam membangun SDM nasional.
Sementara itu, Pujo Setio (Kemenko Perekonomian) memaparkan kebijakan dalam Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital 2030, yang berlandaskan enam pilar: infrastruktur, SDM, iklim bisnis dan keamanan siber, riset dan inovasi, pendanaan dan investasi, serta kebijakan dan regulasi.
Pemerintah mendorong kolaborasi lewat konsorsium di berbagai sektor, termasuk keamanan siber dan AI, dengan memanfaatkan bonus demografi dan penetrasi internet yang luas.
Faizal Arya Samman (Universitas Hasanuddin & PT ICDEC) menegaskan keterkaitan erat AI dan semikonduktor, khususnya di hardware komputer. Ia juga membuka peluang di sektor non-IC seperti power devices, LED, dan sel surya, seraya mendorong perguruan tinggi aktif mencetak talenta yang mampu meningkatkan efisiensi teknologi dan menarik investasi.
Diskusi ini mempertegas bahwa kemandirian teknologi tak dapat dicapai tanpa sinergi riset akademik, kapasitas industri, dukungan regulasi, dan pengembangan SDM. Dengan kolaborasi erat lintas sektor, Indonesia berpeluang memainkan peran strategis dalam ekosistem teknologi global.