Scroll Untuk Membaca

Medan

Farid Wajdi Nilai Indonesia Darurat Literasi Keuangan Dan Proteksi Konsumen

Farid Wajdi Nilai Indonesia Darurat Literasi Keuangan Dan Proteksi Konsumen
Farid Wajdi, Founder Ethics of Care. Waspada/ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada): Farid Wajdi selaku Founder Ethics of Care, menyampaikan saat ini Indonesia darurat literasi keuangan dan proteksi konsumen.

Hal ini disampaikannya, Selasa (15/11). Farid Wajdi memprediksi, desakan kebutuhan ekonomi di masa dan pasca-pandemi Covid-19 membuat masyarakat nekat memilih pinjaman online atau pinjol.

Kata dia, rendahnya edukasi dan literasi keuangan membuat dampak pinjol ilegal seringkali tak jadi pertimbangan.

“Pinjol dengan akses dan syarat mudah menarik perhatian masyarakat di tengah masa pandemi. Terutama mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tak mendapat bantuan sosial, atau tidak memiliki dana cadangan atau tabungan. Kondisi-kondisi tersebut seringkali membuat masyarakat memilih pinjol sebagai alternatif,” ungkapnya.

Pinjol Sangat Rentan

Farid Wajdi menambahkan, masyarakat yang memiliki pendapatan rendah menjadikan pinjaman online sebagai pilihan yang tepat, karena menyediakan akses pinjaman cepat dengan syarat mudah.

Namun pinjaman online ini sangat rentan dengan praktik predatory lending, khususnya pada pinjaman online ilegal yang belum terdaftar dan mempunyai izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Saat konsumen sudah masuk ke dalam ekosistem pinjaman online, mereka akan terus-menerus mendapatkan penawaran melalui pesan singkat yang berisi tautan untuk mengunduh aplikasi pinjaman online ilegal,” ungkapnya.

Dia menjabarkan, secara agresif konsumen terus diberi promo yang sangat menarik, supaya mereka tergiur dan menggunakan pinjaman online sebagai solusi tercepat mengatasi masalah keuangan.

Rendahnya literasi keuangan konsumen dimanfaatkan dengan cerdasnya oleh pelaku usaha pinjaman online ilegal dengan memberikan penawaran dana cepat yang dapat langsung dicairkan dalam hitungan jam tanpa syarat yang rumit.

“Untuk pencairan pinjaman syaratnya saja cukup mudah hanya memberikan identitas dan foto diri saja, namun sebagai konsekuensinya penyedia jasa pinjaman online membebankan bunga dan biaya layanan yang sangat tinggi dan memberatkan konsumen,” sebutnya.

Dia menambahkan, sedangkan untuk penyedia jasa pinjaman online legal yang sudah terdaftar dan mendapat izin dari OJK, untuk pengajuan pinjaman lebih berhati-hati.

“Masalah muncul ketika jatuh tempo konsumen tidak bisa membayar tagihan, maka penagihan akan dialihkan kepada pihak ketiga, yaitu debt collector. Debt collector sering melakukan penagihan dengan datang langsung ke rumah/kantor dengan memaksa dan memaki supaya konsumen membayar hutangnya,” ungkapnya.

Dampak Buruk

Ironisnya, kata Farid Wajdi, debt collector memperoleh akses atas data yang terdapat pada ponsel konsumen termasuk foto pribadi di galeri, sosial media, aplikasi transportasi dan belanja online, email, bahkan supaya pinjaman cepat disetujui dan dicairkan konsumen dengan terpaksa memberikan nomer IMEI.

Lebih buruknya lagi konsumen mengalami teror yang tidak wajar (ditelpon saat tengah malam), diancam, baik lewat telepon maupun pesan singkat, pelecehan seksual secara verbal dan cyber bullying dengan cara mengintimidasi, dengan menyebar data dan foto konsumen kepada orang yang ada dalam daftar kontak konsumen disertai kata-kata yang mendiskreditkan.

Penagihan juga dilakukan kepada keluarga, teman, rekan kerja, dan saudara, sehingga mengganggu hubungan keluarga dan hubungan sosial.

“Hal tersebut menimbulkan trauma, stres, depresi, gelisah (anxiety), tidak fokus bekerja, dan kehilangan kepercayaan diri bahkan sampai bunuh diri. Lebih parahnya ada konsumen kehilangan pekerjaan akibat penagihan yang dilakukan kepada atasannya di tempatnya bekerja,” sebutnya.

Solusi

Solusinya, sambung dosen di UMSU ini, sangat perlu edukasi dan literasi ke masyarakat. Pinjaman online ini masalahnya ada di hulu, pengetahuan masyarakat yang kurang. Selain itu, perbaikan dan ketahanan ekonomi masyarakat perlu diperkuat.

“Karena sudah darurat, sesungguhnya pemerintah perlu melakukan langkah-langkah preventif, seperti lebih banyak melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat,” ucapnya.

Menurutnya, langkah ini dengan tujuan semakin banyak masyarakat yang mengerti bagaimana memilih layanan pinjaman online yang kompeten serta memahami risiko-risiko yang mungkin terjadi saat menggunakan layanan pinjaman online.

Hal tersebut urgen dilakukan paling tidak untuk meminimalisasi kejadian dan kerugian yang tidak diinginkan.(m22)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE