# Pemberhentian Ijeck Diduga Pesanan Jokowi
MEDAN (Waspada.id): Konflik internal Partai Golkar Sumatera Utara memanas. Wakil Ketua Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM DPD Partai Golkar Sumut, Riza Fakhrumi Tahir, secara terbuka menyebut Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia sebagai pengkhianat partai.
Pernyataan keras itu disampaikan Riza menyusul pemberhentian Musa Rajekshah (Ijeck) dari jabatan Ketua DPD Partai Golkar Sumut, yang dinilainya bukan keputusan murni organisasi, melainkan hasil pesanan politik mantan Presiden Joko Widodo untuk mengamankan kepentingan menantunya, Bobby Nasution, menjelang Pilkada.
“Ijeck dengan Golkar adalah instrumen demokrasi yang terbukti kuat dan sulit dikalahkan, baik di Pileg maupun Pilgub Sumut. Maka, satu-satunya cara melemahkan Golkar adalah dengan menyingkirkan Ijeck lebih dulu, lalu menggantinya dengan figur lemah yang bisa dijadikan boneka,” ujar Riza kepada wartawan di Medan, Sabtu (20/12).
Menurut Riza, langkah tersebut bertujuan membuka jalan bagi Hendrianto Sitorus, yang ia sebut sebagai figur titipan Bobby Nasution, agar dapat maju tanpa hambatan signifikan dari Golkar.
Riza menegaskan, pemberhentian Ijeck sama sekali tidak mencerminkan kepentingan Partai Golkar, melainkan upaya sistematis mengamankan agenda politik Bobby Nasution, yang diketahui memiliki irisan kepentingan dengan Partai Gerindra dan PSI. Bobby sendiri merupakan kader Gerindra, sementara PSI dipimpin Kaesang Pangarep, putra Jokowi sekaligus ipar Bobby.
“Ini bukan hanya soal Sumut. Ini skenario besar. Kalau Golkar berhasil dilemahkan di Sumut, maka pola yang sama akan diterapkan secara nasional. Golkar bisa tenggelam,” tegasnya.
Riza secara terbuka menunjuk tiga elite DPP Golkar yang dinilainya paling bertanggung jawab atas pelemahan partai, yakni Ketua Umum Bahlil Lahadalia, Sekjen Muhammad Sarmuji, dan Wakil Ketua Umum Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
“Bahlil, Sarmuji, dan Doli adalah pengkhianat Golkar. Mereka tidak lagi bekerja untuk kepentingan Golkar, tetapi melayani kepentingan partai lain. Mereka tidak layak berada di pucuk pimpinan,” kata Riza.
Ia menilai, di bawah kepemimpinan Bahlil dan Sarmuji, posisi Golkar berada dalam kondisi paling rawan dan berbahaya sejak era reformasi, dengan ancaman degradasi serius pada pemilu mendatang.
Riza juga menuding Ahmad Doli Kurnia memanfaatkan situasi ketika Bahlil dan Sarmuji berada dalam tekanan politik untuk “menghajar” Ijeck. Menurutnya, sejak Musda ulang Golkar Sumut 2020 yang kembali memilih Ijeck sebagai ketua, Doli terus berupaya menyingkirkannya, namun selalu gagal hingga muncul momentum politik saat ini.
“Dengan memberhentikan Ijeck, mereka bertiga telah berkonspirasi mengkhianati kepentingan Golkar di Sumut,” ujarnya.
Atas kondisi tersebut, Riza mendesak para tokoh dan sesepuh Golkar seperti Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Setya Novanto, dan Airlangga Hartarto untuk turun tangan menyelamatkan partai berlambang pohon beringin itu.
“Jangan anggap sepele kasus Ijeck. Apa yang terjadi di Sumut bisa menjadi preseden nasional. Jika misi ini berhasil, maka pelemahan Golkar di seluruh Indonesia hanya soal waktu,” pungkasnya. (id06)











