IDI Sumut Sebut Penetapan Tersangka Dokter G Sudah Hak Polisi

  • Bagikan

MEDAN (Waspada): Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumatera Utara (Sumut) meminta kepada semua pihak agar menghormati seluruh proses hukum, terkait kasus dugaan vaksin kosong yang diduga dilakukan dokter (dr) G kepada siswi SD Wahidin Sudirohusodo di Medan Labuhan saat kegiatan vaksinasi massal anak usia 6 sampai 11 tahun pada beberapa waktu lalu.

Dalam kasus ini, dokter G telah ditetapkan tersangka oleh penyidik Polda Sumut yang menangani kasusnya.

Ketua IDI Sumut dr Ramlan Sitompul mengakui telah mendengar kabar mengenai status hukum dokter G yang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka.

Menurutnya, polisi tentu memiliki dasar hukum atas penetapan status tersangka tersebut.

“Itu sudah jadi hak kepolisian, tidak boleh kita intervensi. Polisi memiliki dasar-dasar hukum, sehingga menetapkan tersangka,” ujar Ramlan via seluler, Rabu (2/2).

Ramlan mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menanggapi terkait status tersangka dokter G. Karena itu, dia enggan berkomentar.

“Itu kewenangan kepolisian untuk menentukan tersangka, bukan ranah IDI. Kalau IDI hanya menentukan kode etik, apakah ada melanggar,” kata dia sembari menyebutkan, saat ini pihaknya sedang melakukan proses-proses kode etik terhadap dokter G. “Kalau kode etiknya lagi sedang proses semuanya,” tambahnya.

Lebih lanjut Ramlan mengatakan, ketika seorang dokter diduga melakukan tindakan yang tidak profesional dalam profesinya, ada empat institusi yang dapat melakukan pemeriksaan dan persidangan atas norma yang dianggap dilanggar oleh dokter.

Antara lain, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (norma etik), Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (norma disiplin), pidana (norma hukum pidana), dan perdata (norma hukum perdata).

“IDI dalam hal ini selalu menghormati proses apapun yang sedang berjalan, dan mengimbau seluruh pihak untuk tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah serta prinsip pengabdian profesi dokter. Dalam konteks etika dan disiplin, IDI mendorong para pihak untuk mengacu pada ketentuan yang diatur dalam UU Praktik Kedokteran yang mengamanatkan MKEK dan MKDKI sebagai instrumen awal untuk membuktikan adanya pelanggaran. Bila diperlukan, IDI bisa melakukan pendampingan dalam ke-4 proses yang saya sebutkan tadi melalui BHP2A (Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota) kalau yang bersangkutan membutuhkan,” pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan, proses hukum kasus vaksin kosong ini naik ke tahap penyidikan.

Polisi telah menetapkan dokter G sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran terhadap Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

“Penyidik juga sudah melakukan pemeriksaan dan saat ini untuk ke tingkat penyidikan. Kemudian, sudah menetapkan tersangka satu orang saat ini yaitu dokter G,” kata Panca, Sabtu (29/1).

Polisi juga menyatakan, telah memeriksa kandungan tubuh anak tersebut melalui proses laboratorium dan hasil sementara tidak ada kandungan vaksin. (cbud)

  • Bagikan