MEDAN (Waspada): Dr. Rudi Salam Sinaga bere bere Sembiring Dewan Pakar Parsadaan Pomparan Toga Sinaga (PPTSB-Indonesia) sekaligus ketua bidang pendidikan dan kemahasiswaan di Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Marga Silima (PMS Indonesia) mengatakan, implementasi nilai keadilan sosial dan arah trend dunia pendidikan global merupakan agenda prioritas dua organisasi kemasyarakatan berbasis kesukuan.
“Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dot Boru- Indonesia (PPTSB) dan Pemuda Marga Silima-Indonesia (PMS) masing masing Ormas ini memiliki keanggotaan lebih dari 1,5 juta jiwa di Provinsi Sumut yang terus bergerak untuk memvalidasikan jumlah keanggotaan secara digital dan manual pada area Provinsi lainnya secara nasional,” ujar Dr Rudi (foto) di Medan, Jumat (23/12).
Menurutnya, kualitas generasi penerus marga atau suku selain bergantung pada pendidikan internal keluarga turut dipengaruhi oleh pendidikan formal yang didapatkan di lembaga pendidikan nasional maupun internasional. “Kondisi ekonomi setiap keluarga yang berbeda beda membuat kedua Ormas ini merespon untuk berkolaborasi dengan beberapa institusi lembaga pendidikan swasta nasional dan internasional yang memberikan tarif biaya pendidikan terjangkau serta muatan kurikulum kearifan lokal,” ujarnya.
Dikatakan, pendidikan untuk membentuk karakter kepribadian bermutu tidak selalu diidentikan dengan ketersediaan teknologi yang super canggih dan ruangan kelas bertaraf VIP. “Hal yang terpenting adalah penerus kami harus mampu berpengetahuan luas dan dapat membedakan hal yang benar dan salah. Kemudian mampu bersuara untuk hal yang benar dan memiliki rasa malu melakukan hal yang salah,” tandasnya.
Dia menambahkan, bahwa banyak tokoh filsuf terkenal di masa lalu tidak tumbuh dari suasana modern dengan kecanggihan teknologi. Ini hanya soal kemauan diri seseorang dan improvisasi ilmu yang tinggi di forum sana sini. “Tantangan dari ancaman bahaya Narkoba, keuangan dan rasa malas di masa lalu dan masa kini sebagai tantangan yang sama bagi generasi penerus di setiap masa,” ujar Dr. Rudi Sinaga.
Dr Rudi Sinaga menyatakan bahwa Ormas kesukuan ini tidak akan menghindari modernisasi, namun kami perlu melakukan filterisasi terhadap dampak modernisasi diberbagai bidang kehidupan. “Dampak modernisasi terhadap pergeseran budaya, perilaku dan pola pikir bagi generasi penerus menjadi prioritas perhatian kami. Karena kami ada dan tumbuh berkembang hanya untuk memelihara generasi penerus dan untuk mendukung program negara,” tuturnya.
Dalam pandangannya, dampak yang sangat besar atas perubahan perilaku generasi muda menuruti berasal dari pengaruh konten di media sosial yang ada di dalam handphone atau smartphone. Langkah pertama yaitu membatasi generasi muda di internal kamu dalam penggunaan smartphone sejak dari usia anak-anak hingga usia dewasa. “Usia produktif untuk belajar harus di manfaatkan secara maksimal. Permainan tradisional kami kampanyekan sebagai sarana bermain memupuk ketangkasan dan kebersamaan. Usaha mempersiapkan generasi muda belajar berbahasa asing seperti Inggris, Rusia, Mandarin dan Arab sebagai suplemen pendukung,” jelasnya.
Sementara pengamat sosial budaya dari Universitas Sumatera Utara Jekmen Sinulingga mengatakan bahwa nilai, norma setiap suku menjadi benteng dan menjadi penangkal dari pengaruh gobal, walau sulit terbendung.
“Local wisdoms setiap suku menjadi filter untuk mempertahankan diri pada era global ini. Sampai saat ini organisasi bernuasa suku/etnisitas tetap berusaha mempertahankan dirinya dan memang masih mampu menjawab seluruh kebutuhan dan tantangannya,” katanya.
Sedangkan Dr Robert Tua Siregar pengurus Batak Center Sumut dan juga pengurus Parsadaan Pomparan Raja Lontung Provinsi Sumut mengutarakan bahwa organisasi kesukuan yang berisi potensi generasi muda, sangat berperan kepada keberlanjutan pembangunan karakter dan pelestarian budaya yang berbasis suku.
“Untuk itu penguatan kelembagaan organisasi kesukuan sangat signifikan dalam mengahadapi era global hari ini,” sebutnya.
Sementara pandangan pakar sosial politik Universitas Negeri Semarang (Unnes) Dr Puji Lestari bahwa Indonesia adalah negara multikultural. Identitas kesukuan perlu menguat sebagai dasar bernegara melalui Organisasi-organisasi masyarakat.
“Misalnya masyarakat adat, komunitas masyarakat adat, dan kelompok kesukuan. Apalagi saat ini, era global membawa masyarakat dalam arena terbuka yg tanpa sekat. Satu hal yang mengancam adalah menghilangnya identitas kelompok yang seharusnya memperkaya budaya, karakter dan kearifan lokal,” jelasnya.
Menurut Dr Puji banyak putra-putri Sumatera Utara yang memiliki gagasan dan kemauan berbuat untuk kemajuan masa depan generasi muda yang menjunjung tinggi adab nilai budaya. “Salah satu tokoh yang konsen, energik dan visioner seperti pakar sosial politik di Sumut Dr Rudi Salam Sinaga dengan pergaulan jejaring di berbagai sektor yang sangat luas di Indonesia hingga luar negeri,” katanya.(m05)