MEDAN (Waspada): Pemerintah Kota (Pemko) Medan akui sulit mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2014 terkait wajib Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA). Alasannya terjadi disharmonisasi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan prinsip-prinsip pendidikan.
Hal ini dikatakan Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Nasution, menjawab pemandangan umum Fraksi Partai Hanura, PSI dan PPP (HPP) dirapat paripurna nota jawaban Wali Kota Medan terhadap Pemandangan Umum (PU) Fraksi DPRD Medan atas Ranperda P APBD TA 2022, Senin (12/9).
Rapat dipimpin Ketua DPRD Medan Hasyim SE (PDI P) didampingi Wakil Ketua Ihwan Ritonga (Gerindra) dan sejumlah anggota dewan serta Sekwan DPRD Medan M Ali Sipahutar dan Plt Kabag Persidangan Abdres WIlly Simanjuntak. Hadir Walikota Medan Bobby Afif Nasution, Wakil Walikota Aulia Rachman, Sekda Wiria Alrahman dan sejumlah pimpinan OPD jajaran Pemko Medan.
Dikatakan Bobby Nasution, didalam Perda MDTA terdapat pasal yang menyatakan terminologi wajib yang diikuti oleh peserta didik anak usia Sekolah Dasar (SD). Sebab kata-kata wajib sulit dilaksanakan secara keseluruhan SD yang saat ini sebagian besar menyelenggarakan proses belajar mengajarnya sampai sore hari (full day school).
“Selain itu sebagian besar sekolah sudah memiliki mata pelajaran khusus atau program pendidikan dan pembinaan akhlas dan pembelajaran yang bersumber dari penanaman nilai-nilai keislaman,” ucapnya.
Untuk itu, lanjutnya masih ada kesulitan dalam menyusun peraturan pelaksanaannya dan perlu dilakukan kajian lebih mendalam terhadap prinsip yang akan menjadi sendi-sendi pengaturan dakam rencana perubahan perda atau membentuk peraturan daerah yang baru, terkait dengan pelaksanaan program belajar pada MDTA.
Pematangan Lahan
Sementara terkait progres pembangunan Islamic Center, disampaikan Bobby Nasution saat ini pekerjaannya sudah sampai tahap pematangan lahan, dimana tanah untuk timbunan didatangkan dari pekerjaan revitalisasi lapangan merdeka.
“Mengenai proses administrasi nya berada pada tahapan proses pelelangan,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi HPP DPRD Kota Medan, Hendra DS, dalam PU fraksi menyatakan, Pemko Medan diminta segera mengusulkan revisi Peraturan Perda Nomor 5 tahun 2014 tentang MDTA agar tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional.
“Jika revisi Perda tersebut segera dilakukan, maka seluruh klausul dan amanah yang terdapat pada perda wajib MDTA dapat segera dilaksanakan,” ujarnya Jumat (9/9).
Diketahui sebelumnya, Wali Kota Medan belum menerbitkan Peraturan Walikota (Perwal) terkait Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar MDTA. Padahal, DPRD Kota Medan telah mengesahkan Perda itu 6 tahun yang lalu.
Alasannya karena salah satu pasal dalam Perda Nomor 5 2014 itu yakni pasal 23 ayat 1 menyatakan siswa SD Muslim wajib mencantumkan ijazah MDTA ketika akan melanjutkan jenjang pendidikan ke SMP di Kota Medan.
Hal ini bertentangan dengan Permendikbud 17 2014 tentang syarat Masuk SMP, hanya berusia maksimal 15 tahun dan memiliki ijazah SD. Akibatnya, legislatif dan eksekutif harus merivisi Perda Nomor 5 Tahun 2014 itu sebelum Wali Kota Medan, Bobby Nasution menerbitkan Perwalnya.
Dikatakan Ketua DPC Partai Hanura Kota Medan ini, dengan adanya Perda MDTA tersebut sebagai langkah dan upaya pemerintah dan masyarakat membentengi generasi muda yang sudah sangat terpapar oleh pengaruh gadget serta dunia internetisasi.
“Di dalam Perda Wajib Belajar MDTA itu memiliki muatan yang sangat baik. Seperti dalam kurikulum MDTA itu terdiri dari pelajaran Aqidah Ahlak, Hadis, Bahasa Arab, membaca Al Quran, Fiqih dan lainnya. Sehingga, ketika Perda MDTA ini sudah berjalan, kita sebagai orangtua sudah tak was-was lagi. Belajar MDTAnya 4 tahun, setelah tamat, si anak bisa jadi imam di rumah, khatam Al Quran dan Bahasa Arab walau tidak fasih,” paparnya. (h01)