MEDAN (Waspada): Umat Islam termasuk yang ada di perantauan maupun yang tinggal di kampung halaman, diajak untuk selalu ingat dan mempersiapkan mudik ke kampung halaman sejati, yakni kampung akhirat.
“Yang melekat dalam benak kita saat Lebaran adalah mudik ke kampung halaman, tetapi kita senantiasa juga diingatkan dan mempersiapkan diri untuk mudik ke kampung akhirat, yang kekal abadi,“ kata Ustad Ahmad Hadian SPdI, akrab disapa UHa, yang juga anggota DPRD Sumut dari PKS.
Hal itu disampaikan UHa saat menjadi imam/khotib pada shalat Idul Fitri 1444 H di Masjid Jami’ Al Abror Dusun 1/5, Desa Mekar Sari, Pulau Rakyat, Kecamatan Pulau Rakyat, Kabupaten Asahan, Sabtu (22/4), dan siaran persnya diterima Waspada, di Medan, Senin (24/4).
Menurut UHa, setiap kali mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid di penghujung Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, yang melekat dalam benak dan hati tidak lain mudik pulang ke kampung halaman berkumpul bersama orangtua, sanak saudara, kawan semasa kecil dan jiran tetangga.
“Mudik menjadi dambaan semua orang Islam khususnya di negeri ini,” imbuhnya dalam shalat Ied yang dihadiri ratusan warga masyarakat setempat.
Menurut data dari pemerintah pusat, Lebaran tahun ini diperkirakan terdapat sekitar 123 juta orang, dari berbagai kota ke kota lainnya untuk mudik ke kampung halaman.
“Namun pernahkah terpikir sesungguhnya siapapun kita, baik yang berada di perantauan maupun yang tinggal di kampung halaman, sesungguhnya semua kita pasti akan mudik,” ujarnya.
Dijelaskan, semua akan mudik pada waktunya yakni mudik ke kampung halaman kita, kampung halaman sejati yang — bukan hanya tempat kita dilahirkan –, namun kampung halaman di mana kita diciptakan.
“Dialah kampung akhirat yang kekal abadi. Allah SWT berfirman Inna lillahi wa inna ilayhi rooji’un (sesungguhnya segala sesuatu itu berasal dari Allah dan segala sesuatu akan kembali kepada Allah),” sebutnya.
Fase Kehidupan
Selanjutnya, UHa menyebutkan, kita semua pasti akan mudik ke haribaan Allah SWT. “Kalau ada orang yang mengatakan bahwa hidup itu hanya sekali, saya fikir itu tidak benar. Sebab faktanya hidup itu berkali-kali. Banyak ayat dalam Al Quran menjelaskan bahwa setiap manusia melawati fase-fase kehidupan yang berurutan,” katanya.
Pertama, Allah Swt menciptakan kita di alam arwah, sebelum kita menjadi kita, ruh kita sudah ada dan dikumpulkan di alam arwah. Lalu setelah ayah dan ibu kita dipertemukan, maka kita dipindahkan ke alam rahim.
Sembilan bulan sepuluh hari kita hidup dalam kandungan ibunda kita. Setelah itu kita dilahirkan ke muka bumi ini untuk menjalani kehidupan yang serba-serbi ini berbeda-beda jatah umurnya sesuai ketentuan Allah yang telah ditetapkan.
Kemudian setiap kita akan mati dan singgah di alam barzakh, tempat penantian sementara sebelum akhirnya kita kembali ke alam terakhir yang akan kita tempati, yaitu alam akhirat yang kekal abadi selamanya.
Proses ini wajib diimani dan diyakini oleh setiap orang Islam sebab kita telah berikrar dalam salah satu Rukun Iman, yaitu bahwa kita beriman kepada hari akhirat. Sesiapa yang membantah hal ini dan tidak percaya akan kehidupan hari akhirat, maka sudah jelas kekafirannya.
“Ma’asyirol muslimin wal muslimat rahimakumullah. Sudah menjadi fitrah kita, saat kita mudik ke kampung halaman, pastinya kita berharap bisa berjumpa dengan orang-orang tercinta kita pada khususnya, berharap bisa berjumpa dengan orangtua dan sanak saudara kita,” ujarnya.
“Kita ingin berkumpul bersama dalam keceriaan dan suka cita tentunya, untuk itu setiap kita biasanya telah mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibuka, dan dinikmati bersama-sama saat kumpul keluarga nantinya,” ujar politisi PKS ini.
Namun harapan tinggal harapan, tak semua yang kita inginkan bisa terlaksana dengan sempurna. Tentu secara manusiawi hal itu akan mengurangi rasa bahagia pada hati kita masing-masing.
Mudik Akhirat
Begitulah suasana dan dinamika mudik dunia, ternyata mudik akhirat pun akan seperti itu pula dinamikanya. Maka muncul satu pertanyaan besar dalam hati kita, bagaimana dengan mudik kita?
“Akan kah mudik kita bahagia atau berujung kecewa ? Akankah kelak saat kita mudik ke kampung akhirat kita bisa berkumpul bersama penuh suka cita dengan kedua orangtua dan sanak saudara kita semuanya?,” ujarnya.
Ataukah mudik kita akan berujung nestapa karena kita tak menjumpai mereka atau mereka tak menjumpai kita?
“Mungkin kita sudah sampai di kampung surga dengan segala kenikmatannya, namun salah satu dari keluarga kita tak bersama kita. Atau sebaliknya keluarga kita sudah berkumpul dalam kenikmatan surga, sementara kita terpisah dalam nestapa neraka… Yaa Allah.. na’udzu billah tsumma na’udzu billah,” katanya.
“Maka saudaraku di hari istimewa ini, setelah kita ditempah oleh Allah dengan latihan dan ujian Ramadhan, setelah kita dibersihkan dengan ampunan-ampunan-NYA yang berlimpah, setelah kita diganjar dengan pahala-pahalanya yang indah,” katanya lagi.
Dia mengajak semua merenung dan tafakkur. “Kita tanya rasa kita, kita tegur tubuh sebujur, kita tanyai hati ini.. bagaimana nasib mudik kita kelak?
Di dalam QS Al Insyiqoq : 7-13, Allah berkisah tentang dua jenis manusia dengan dua kondisi yang berbeda.
Orang yang pertama : Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan dihisab dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada keluarganya (yang sama-sama beriman) dengan penuh suka cita,” paparnya.
Namun ada orang yang mengalami hal sebaliknya : “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: (“Celakalah aku” Dan dia akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala, karena Sesungguhnya dia dahulu di dunia bersuka cita dengan keluarganya dalam keingkaran kepada Allah SWT (tanpa mempersiapkan kepulangannya ke akhirat)”.
“Subhaanallah, saudaraku tentunya jenis yang kedua itu sama sekali tidak kita harapkan keadaannya akan menimpa kita kelak,” katanya.
Oleh karena itu, ada satu tanggung jawab besar, ada satu tugas yang serius harus kita lakukan saat ini, yaitu mempersiapkan mudik kita dengan sebaik-baiknya, bukan hanya untuk kita, namun untuk seluruh keluarga kita yang kita cintai. (cpb)