MAKKAH (Waspada): Petugas Haji Daerah (PHD) Sumut Dr Aswan Jaya (foto) mengatakan, bahwa rangkaian pelaksanaan ibadah haji secara umum berlangsung baik, Jumat (30/6).
Ia mengklarifikasi berbagai berita yang menyatakan bahwa jamaah haji Indonesia terlantar, kesulitan makan, fasilitas yang minim baik dari Arafah, Muzdalifah dan Mina.
“Saat di Arafah dalam pelaksanaan ibadah wuquf berlangsung dengan baik, seluruh rangkaian ibadah mulai dari khutbah Arafah dan wuquf itu sendiri berlangsung dengan lhitmat dari makhtab masing-masing, makan dan minum tercukupi dengan baik,” ujarnya.
Kemudian di Muzdalifah, memang penjemputan sedikit tersendat dan menguras energi jamaah karena situasi panas.
“Soal makan malam saat di Muzdalifah memang tidak ada tetapi jamaah sudah makan malam di Arafah, minuman di Muzdalifah sesungguhnya cukup. Bahkan kalau dilihat kasat mata minuman berserakan, memang tidak ada sarapan sebab karena asumsinya sarapan disediakan di Mina,” jelasnya.
Dikatakan, disebabkan penjemputan tersendat hingga siang hari, sehingga banyak jamaah terutama Lansia yang tidak kuat menahan suhu panas karena harus terus antrian menunggu jemputan yang tersendat.
”Alhamdulillah seluruh jamaah terbawa ke Mina walau sampai tengah hari. Masing-masing Kloter memiliki tenaga medis untuk terus mengantisipasi jamaah yang kelelahan dan beberapa jatuh pingsan, tetapi cepat ditangani, kalau ada petugas kesehatan yang mengeluhkan soal itu berarti petugas tersebut tidak bekerja sesuai tugasnya sebagai tim kesehatan haji Indonesia,” urainya.
Selanjutnya di Mina, yang diberitakan di salah satu media menyatakan kapasitas 200 orang diisi 450 orang.
“Ini sangat disayangkan dinyatakan oleh salah satu anggota DPD RI karena merupakan hoax yang sangat besar. Sebab setiap Kloter jumlahnya hanya 360 jamaah dan masing-masing Kloter mendapatkan 3-4 tenda. Jadi tidak mungkin sampai 460 jamaah per tenda, gak masuk akal berita itu,” katanya.
Aswan juga mengatakan bahwa jamaah yang tidur di luar tenda bukanlah jamaah yang terlantar, tetapi jamaah itu sendiri yang memilih tidur di luar disebabkan lebih nyaman.
“Harus diakui satu tenda yang diisi oleh puluhan orang, sebanyak-banyaknya 65 orang tentu bagi jamaah yang tak terbiasa hidup berjamaah dan sederhana pastilah akan tidak nyaman menghadapi situasi itu,” tuturnya.
Menurutnya, sudah dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa haji itu ibadah fisik yang membutuhkan kemampuan fisik itu sendiri sehingga benar-benar harus istitoah, membutuhkan kesabaran dan keikhlasan.
“Memang terjadi berbagai dinamika selama pelaksanaan puncak haji. Dinamika itu masih sangat wajar dan dalam dimaklumi, karena di tengah ratusan ribu bahkan jutaan jamaah haji yang berkumpul dalam waktu yang bersamaan di tempat yang sama, pastilah ada dinamika dan berbagai hal yang mungkin tidak diharapkan, karena itu kesabaran dan kaihlasan menjadi kunci mendapatkan haji yang mabrur. Semoga seluruh jamaah mendapatkan haji yang mabrur,” katanya seraya menambahkan bahwa sebagai evaluasi untuk tahun depan pemerintah harus selektif betul dalam membuat standar istitoah jamaah haji sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah SAW.(m05)
Teks foto
Petugas Haji Daerah (PHD) Sumut Dr Aswan Jaya. Waspada/ist