PTPN 2 Sebaiknya Kembalikan Pembayaran Pemprov Sumut Atas Lahan Sena

  • Bagikan
PRAKTISI HUKUM, M Sai Rangkuti, SH, MH, menyebut PTPN 2 sebaiknya segera mengembalikan uang pembayaran yang telah diterima dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) atas lahan 300 hektare di Desa Sena, Kec. Batang Kuis, Kab. Deli Serdang. Waspada/Ist
PRAKTISI HUKUM, M Sai Rangkuti, SH, MH, menyebut PTPN 2 sebaiknya segera mengembalikan uang pembayaran yang telah diterima dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) atas lahan 300 hektare di Desa Sena, Kec. Batang Kuis, Kab. Deli Serdang. Waspada/Ist

MEDAN (Waspada): Perkataan Kabag Hukum PTPN II Ganda Wiatmaja dalam sebuah seminar di Medan, berkaitan dengan SK 10 Tahun 2004 yang belum terbit Sertifikat HGU-nya, sementara SK 10 Tahun 2004 itu didasari adanya SK 24 tahun 1965, yang belum pernah juga diterbitkan Sertifikat HGU-nya. Menguak ketidakjelasan atas status kepemilikan lahan, yang diklaim milik PTPN 2.

Berkaitan hal tersebut, salah seorang praktisi hukum di Sumut, M Sai Rangkuti, SH, MH, melontarkan pernyataan pedas.

Katanya, ucapan Kabag Hukum dimaksud, adalah pengakuan manajemen PTPN 2 tidak memiliki Alas Hak Kepemilikan atas Tanah berupa Sertifikat HGU diatas Objek Tanah seluas 300 Ha yang terletak di Desa Sena Kec. Batang Kuis, Kab. Deli Serdang.

‘’Ironinya, tanah telah dibayar Pemprov Sumut sebesar Rp152 miliar. Hingga jual beli, yang dilakukan dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini, patut berakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum oleh PTPN 2 kepada Pemprov Sumut,’’ kata Rangkuti kepada wartawan di Medan, Senin (29/5).

Rangkuti juga menyebut, selain masih banyaknya terjadi perkara dan gugatan terhadap lahan, hingga dapat menimbulkan terbukanya pintu potensi kerugian negara yang muncul, PTPN 2 juga gagal membuktikan alas hak kepemilikan lahan.

Hingga MA dalam salah satu perkara menerangkan bahwa PTPN 2 telah lalai memenuhi syarat pendaftaran Hak Guna Usaha, dan terbukti pula lalai menelantarkan lahan yang menjadi objek sengketa.

“Dan sikap itu merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain yaitu Para Penggugat dan warga diatas objek sengketa (klaim HGU Sena oleh PTPN), yang secara nyata menggarap dan memanfaatkan untuk kehidupannya dengan menanam pisang, jagung, ubi dan lain-lain serta mendirikan rumah semi permanen dan permanen untuk tempat tinggal,’’ ujar Rangkuti.

Karenanya Rangkuti mempertanyakan sikap berani maju PTPN 2 yang membuat keputusan menjual lahan sekaligus menerima pembayaran dari Pemprov Sumut.

Meski lahan tengah berperkara (bukan hanya satu perkara, tapi banyak perkara), serta terindikasi tidak memiliki Sertifikat HGU sebagai alas hak kepemilikan tanah, Rangkuti menyarankan, sebaiknya PTPN segera mengembalikan uang pembayaran yang telah diterima dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut).

“Baiknya uang pembayaran lahan dari Pemprov Sumut itu segera dikembalikan saja, sebelum Pemprov Sumut dapat mengambil langkah hukum lain,” saran Rangkuti.

Sementara itu dalam Permen Agraria No.9 tahun 1999 pada 29 ayat (3): dalam hal penolakkan perpanjangan jangka waktu HGU, maka bekas pemegang hak atas tanah diberikan penggantian berupa uang untuk penggantian tanah dan tanaman dan bangunan. Jo ayat (5): penggantian dan ganti rugi sebagaimana ayat (3) diatas dibebankan kepada penerima hak atau pengguna tanah berikutnya, atau dalam hal tanah bekas hak tersebut diperuntukan untuk kepentingan umum, penggantian/ganti kerugian dimaksud dibebankan kepada instansi pemerintah atau pemerintah daerah.

Rangkuti menyebut, dari Permen Agraria itu dipaparkan, jika ada HGU yang ditolak. Berarti sebelumnya sudah ada diterbitkan Sertifikat HGU sebagai bukti kepemilikan tanah bagi pemilik lama. Tapi bila tidak pernah ada sertifikat HGU sebagai bukti kepemilikan lahan, darimana prosedurnya jika kemudian sebuah instansi mengklaim menjadi pemilik tanah. Karena bukti kepemilikan itu dibuktikan oleh adanya Sertifikat Kepemilikan Tanah, dalam hal ini Sertifikat HGU dan bukan hanya sebatas SK HGU.

Alas hak bukti kepemilikan tanah ini diatur dalam PP No. 40 Tahun 1996 tentang pemberian hak atas tanah negara dan hak pengelolaan, dimana dalam Pasal 7 dan penjelasannya, diperoleh kepastian bahwa lahirnya Hak Guna Usaha, ditandai oleh terbitnya Sertifikat HGU, jadi bukan sejak ada SK HGU.

Dan ini juga dikukuhkan dalam UU 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok agraria, yang menerangkan bahwa bukti kepemilikan tanah HGU adalah sertifikat tanah untuk HGU dan bukan SK HGU sebagaimana klaim sepihak perkebunan plat merah itu selama ini kepada publik Sumatera Utara.(m29)

  • Bagikan