MEDAN (Waspada): Pemerintah Provinsi Sumatera Utara saat ini tengah melakukan penataan ulang birokrasi melalui rotasi sejumlah pejabat eselon II. Langkah ini merupakan bagian dari dinamika organisasi pemerintahan daerah dalam rangka memperkuat kinerja dan mendukung percepatan pembangunan di berbagai sektor.
Sebagian proses rotasi tersebut dilaporkan dilakukan tanpa melalui tahapan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), yang biasanya menjadi bagian dari sistem merit dalam birokrasi. Hal ini pun menjadi bahan diskusi publik, mengingat pentingnya prinsip profesionalisme dalam pengisian jabatan strategis.
Namun secara prinsip, setiap kepala daerah memiliki kewenangan untuk menempatkan pejabat yang dinilai mampu menjalankan visi-misinya. Penataan struktur dan personel birokrasi merupakan hak yang melekat pada kepala daerah dalam rangka menciptakan sinergi kerja yang optimal.
Sistem Meritokrasi dalam Birokrasi
Dalam prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), rotasi jabatan idealnya mengikuti sistem merit, yaitu penempatan berdasarkan kompetensi, integritas, kinerja, dan rekam jejak. Sistem ini ditujukan untuk mencegah praktik favoritisme dan memastikan aparatur sipil negara (ASN) bekerja secara profesional dan akuntabel.
“Meritokrasi tidak hanya soal siapa yang dekat, tapi siapa yang layak. Sistem ini menjaga agar kualitas layanan publik tetap tinggi, karena posisi strategis diisi oleh orang-orang yang terbukti mampu dan berpengalaman,” ujar Usman Jakfar, Ketua Komisi A DPRD Sumut.
Dampak Positif
Langkah cepat yang diambil oleh Gubernur dapat dilihat sebagai bentuk upaya percepatan program strategis. Dengan menempatkan pejabat yang dinilai satu visi, maka koordinasi program pembangunan dapat lebih efektif. Apalagi dalam situasi krusial seperti percepatan infrastruktur, pemimpin perlu tim yang sejalan dan responsif.
Beberapa pejabat baru yang ditempatkan juga dikenal memiliki latar belakang birokrasi yang baik, dan kini tengah menjalankan tugas dengan pendekatan yang lebih segar dan progresif.
Catatan dan Potensi Dampak Negatif
Meski begitu, pengisian jabatan tanpa mekanisme terbuka dan berbasis kompetensi dapat menimbulkan kekhawatiran akan potensi penurunan kualitas pelayanan publik. Ketika jabatan strategis tidak melalui proses seleksi objektif, maka risiko rendahnya profesionalitas dan loyalitas terhadap prinsip birokrasi berpotensi meningkat.
Hal ini juga dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan ASN, terutama bagi mereka yang telah menempuh jalur karier panjang, mengikuti pelatihan dan memenuhi syarat kompetensi. Jika tidak dikelola dengan bijak, hal ini bisa mengganggu stabilitas internal birokrasi.
Perlu Keseimbangan antara Hak dan Mekanisme Profesional
Para pengamat menyarankan agar ke depan, rotasi tetap memperhatikan sistem merit sebagai bentuk penghormatan terhadap regulasi dan transparansi. Di saat yang sama, hak prerogatif kepala daerah tetap harus dihormati, asalkan tidak mengorbankan prinsip keadilan dan profesionalitas dalam birokrasi.
Langkah strategis Gubernur dalam menyusun timnya tentu memiliki niat baik. Namun, konsistensi terhadap prinsip meritokrasi akan memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah. (cpb)