MEDAN (Waspada): Wakil Sekretaris Umum Badan Kordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Utara Abdul Halim Wijaya Siregar (foto), mengkritik ucapan Edy Rahmayadi yang dinilai keliru sebagai Gubsu dalam persoalan Karang Taruna Sumut.
“Edy Rahmayadi dinilai keliru dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubsu. Terbukti dengan beberapa persoalan di Sumut tak kunjung selesai, baik dari aspek pendidikan, kesehatan hingga organisasi kepemudaan,” kata Abdul Halim Wijaya Siregar, di Medan, Selasa (10/1).
Dia menilai Edy Rahmayadi keliru menjalankan tugasnya sebagai Gubsu, apalagi sampai mengurusi internal Karang Taruna yang sampai saat ini membuat kegaduhan di tubuh organisasi sosial kemasyarakatan itu.
Seharusnya, di sisa masa jabatan terakhir sebagai Gubsu, dia harus melihat dari sisi kerakyatan yang belum selesai sesuai dengan janji-janji kampanye dan program Pemprovsu, yang tak kunjung hadir dalam persoalan keummatan dan kerakyatan.
Lebih lanjut, Abdul Halim Wijaya Siregar mengungkapkan, keputusan Edy Rahmayadi soal Karang Taruna Sumut dinilai keliru, dengan mengurusi internal organisasi itu, yang berujung dicopotnya oknum ketuanya, Dedi Dermawan Milaya, yang dinilai inkonstitusional dan secara politis sangat tidak sesuai aturan mekanisme.
Ada aturan dalam permensos No 25 tahun 2019 bahwa pemerintah provinsi hanya sebagai pembina — bukan mengintervensi lebih jauh soal Karang Taruna.
Abdul Halim Wijaya Siregar selaku Wakil Sekretaris Umum Badko HMI Sumut memberikan penjelasan bahwa Peraturan Menteri Sosial RI No 25 tahun 2019 tentang Karang Taruna berbeda dengan peraturan Menteri Sosial sebelumnya (No 77 / 2010) tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.
Selain dari judulnya yang berbeda, yakni secara substansi Permensos 25/2019 tidak lagi mengatur tentang kelembagaan dan rumah tangga Karang Taruna.
Alasannya, pada pasal 21 dalam Permensos tersebut ditegaskan bahwa, “Ketentuan mengenai keorganisasian dan kepengurusan serta pengesahan dan pelantikan kepengurusan Karang Taruna diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Karang Taruna”.
Permensos 25 / 2019 lebih mengatur terkait tata hubungan Karang Taruna dengan pemerintah, di mana posisi pemerintah sebagai pembina dalam dimensi pemberdayaan adalah lebih pada aspek fungsional dan pembinaan secara umum, bukan mengintervensi dan terlibat langsung dalam urusan internal, keorganisasian dan kelembagaan Karang Taruna.
Karang Taruna adalah lembaga/organisasi yang independen dan mandiri dalam urusan rumah tangganya.
Politis
Apalagi Pernyataan Edy Rahmayadi tentang pencopotan Dedi Dermawan Milaya dinilai politis, karena ada kekeliruan yang sangat tidak objektif.
Pernyataan tersebut juga dinilai menjadi dalang kegaduhan di tubuh Karang Taruna Sumut dan memberikan pernyataan yang keliru bahwa Karang Taruna dinahkodai Dedi Dermawan Milaya dianggap menjadi kendaraan politik.
Abdul Halim Wijaya mengatakan bahwa tidak ada bukti secara efisiensi apa yang dikatakan Gubsu tentang pernyataan soal Karang Taruna, yang dinilai sebagai kendaraan politik.
Menurut Abdul Halim, Gubsu tidak perlu mengurusi internal Karang Taruna, namun sebaliknya harus memberikan sumbangsih penuh terhadap masyarakat dari aspek pendidikan dan kesehatan di daerah ini. (cpb)