Scroll Untuk Membaca

NusantaraOlahraga

Batal Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Bukti Diplomasi Indonesia Gagal

Batal Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Bukti Diplomasi Indonesia Gagal
Pembicara zoominar Literasi Advokasi Pakar Alumni Universitas Sumatera Utara (APA USU) bertema 'Membaca Relasi Indonesia-Palestina-Israel-FIFA, Minggu (2/4/2023). Waspada/Istimewa
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U20 menjadi sorotan mantan duta besar, diplomat dan pakar alumni Universitas Sumateta Utara (USU).

Munculnya penolakan dua gubernur terhadap tim sepakbola Israel turut bermain di dalam negeri, dinilai tidak memiliki otoritas dalam representasi politik luar negeri Indonesia.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Batal Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Bukti Diplomasi Indonesia Gagal

IKLAN

“Tidak mempengaruhi dan bukan otoritas diplomasi politik luar negeri Indonesia,” kata Hazairin Pohan mantan Dubes RI di Polandia pada zoominar Literasi Advokasi Pakar Alumni Universitas Sumatera Utara (APA USU) dengan tema ‘Membaca Relasi Indonesia-Palestina-Israel-FIFA, Minggu (2/4/2023).

Indonesia yang didapuk give away sebagai tuan rumah pertandingan sepak bola piala dunia Usia 20 (U20), malah terancam sanksi FIFA.

Menurut Hazairin Pohan, pragmatisme dalam diplomasi itu membawa dampak buruk terhadap isu di dalam dan luar negeri.

“Dampak dari persoalan dengan pihak luar itu sejak awal tidak kita sadari, padahal mestinya publik, pemimpin politik, dan Kepala Negara sebagai Panglima Diplomasi Indonesia menyadari bila tindakan yang terjadi di dalam negeri akan mempengaruhi keputusan pihak luar, dalam hal ini organisasi Sepak Bola FIFA,” kata diplomat putra Sumut ini.

”Komplikasi pada tingkat elite dan kemudian terjadi benturan-benturan yang tidak disadari dari awal akan berdampak kepada luar negeri. Sebenarnya kita sebagai tuan rumah itu kan menerima mandat internasional, sudah seharusnya kita menjalani tugas atau mandat itu dengan sebaik-baiknya, bukan mengambil ruang bagi kesempatan wacana politik,” sambungnya.

Seperti diwartakan, Presiden FIFA Gianni Infantino melesakkan dua gol dalam satu tendangan yaitu mencabut Indonesia sebagai tuan rumah dan potensi dikenai sanksi FIFA. “to remove Indonesia as the host of the FIFA U-20 World Cup 2023” dan “potensial sanctions agains the PSSI may also be decided at a later stage”.

Hazairin menilai bahwa Israel yang telah menjadi anggota Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA dan selaku “pemilik” helat piala dunia U20 itu, tidak dapat mencegah FIFA, termasuk Indonesia.

Pohan memberi contoh terjadi dalam organisasi parlemen dunia yang menghadirkan Israel dalam konferensi dunia (Inter-Parliamentary Union) di Jakarta, pihak pengundang adalah parlemen dunia dan Indonesia sebagai tuan rumah tetap menfasilitasi Israel dalam persidangan.

Begitu pula dalam konteks tuan rumah sepak bola, seharusnya Indonesia hanya fokus untuk menjalankan mandat dari FIFA.

Ia membandingan ketika Presiden Soekarno menolak Israel dalam konteks Olimpiade tandingan Ganefo atau Asian Games karena Indonesia memiliki otoritas memutuskan sendiri.

Beda dengan ajang piala dunia U20 justru Indonesia mendapat tugas FIFA sebagai satu tugas internasional dan Indonesia menerima tamu, termasuk tim sepak bola Israel.

“Kegagalan ini menunjukkan leadership kita sedang anjlok dalam diplomasi dunia dengan performance yang kian lemah. Ini akhirnya FIFA menganggap kita tidak layak lagi untuk menyelenggarakannya,” tegas Hazairin yang alumni Fakultas Hukum USU dan pernah menjadi wartawan itu.

Sementara diplomat yang banyak bertugas di negara-negara Timur Tengah, Abdul Munim Ritonga, menilai Indonesia memang memiliki kedekatan emosional atau aspek sejarah terhadap Palestina.

“Kalau kita lihat dari aspek sejarah orang Indonesia itu tidak begitu kenal dengan Israel. Tapi dengan Palestina ada hubungan sejarah seperti pengakuan kemerdekaan Indonesia itu pertama kali diakui oleh syech-syech dari Palestina walau masa itu belum terbentuk negara Palestina. Bagi Palestina ada harapan bahwa Indonesia sebagai negara besar punya ikatan sejarah sebagai saudara dengan Palestina dan membela mereka. Kita tetap memihak terahadap Palestina untuk merdeka, apalagi ada Masjid Al-Aqsa di sana dimana kepentingan agama ini sangat besar perannya,” kata Abdul Munim.

Pembicara Rosemary Sabri, dosen FISIP USU menilai FIFA tidak bebas nilai.

“FIFA pun sedang mengalami diskriminasi. Dari sisi politik global, FIFA terlalu berat sebelah seperti pengecaman terhadap Rusia sementara perhelatan yang dilakukan Amerika di Timur Tengah FIFA tak pernah bunyi,” kata Rosemary.

Pembicara lain dalam Zoominar ini adalah Prof.Dr. Sutiarnoto, SH,M.Hum (Gurubesar Ilmu Hukum USU), Dr. Wardjio, SS, MA (Dosen FISIP USU), Rosemary Sabri, MA (Dosen FISIP USU). Bertindak sebagai Host Chairul Munadi, (Sekretaris Eksekutif PP IKA USU), moderator Muhammad Joni (Sekjen PP IKA USU), dan penyimpul jurnalis senior Mulia Nasution.(j01)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE