Perlu Dicermati, Deflasi Sumut Hanya Sementara

  • Bagikan
Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin
Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin

MEDAN (Waspada): Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara merilis perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan lima kota di Sumut pada Maret 2023 mengalami deflasi sebesar 0,31% secara month to month (mtm).

Salah satu andil deflasi pada Maret 2023 secara mtm di Sumut ditunjukkan dari kelompok pengeluaran seperti makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini memberikan andil deflasi mtm sebesar 0,39%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi mtm, yaitu cabai merah sebesar 0,10%; telur ayam ras sebesar 0,04%; cabai rawit, minyak goreng, dan bawang merah masing-masing 0,03%; serta kacang panjang, bayam, beras, brokoli, tempe, dan buah naga masing-masing 0,02%.

Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, deflasi yang terjadi di Sumatera Utara (Sumut) pada Maret 2023 ini, menjadi kabar yang kurang baik di tengah tingginya permintaan akan komoditas pangan selama Ramadhan.

Jika merunut pada kinerja inflasi di awal tahun 2023, dimana saat Januari Sumut mengalami inflasi sebesar 0,91%, maka deflasi yang terjadi setelahnya akan membuat realisasi inflasi Sumut mengecil selama tahun berjalan.

“Namun deflasi yang terjadi saat Maret ini menyisakan masalah yang harus dicermati. Dan masalah itu adalah penurunan permintaan yang terjadi pada beberapa komoditas pangan yang ada di wilayah Sumut. Jadi sinyal yang saya tangkap sejauh ini adalah ketersediaan suplai tidak diikuti dengan pertumbuhan konsumsi yang memaksa harga turun,” ujar Gunawan.

Setelah deflasi ini, lanjut Ketua Tim Pemantau Harga Kebutuhan Pangan di Sumut ini mengatakan, ada ancaman lebih besar yang bisa membuat konsumsi masyarakat kian terganggu nantinya. Berdasarkan rilis prakiraan cuaca dari BMKG (Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika) Sumut, diperkirakan Sumut akan memasuki musim kemarau pada Mei atau awal Juni dan puncaknya akan terjadi pada Juli 2023.

Meski demikian BMKG dalam rilisnya justru menyatakan bahwa variasi musim kemarau bisa saja maju satu dasarian atau mundur 3 dasarian. Yang berarti musim kemarau di Sumut bisa berlangsung antara Mei hingga Agustus. Nah pemerintah daerah harus mewaspadai musim kemarau tersebut, karena bisa memicu kenaikan laju tekanan inflasi, yang nantinya akan menggerus daya beli masyarakat.

“Saya jadikan cabai merah sebagai sampel komoditas yang diproyeksikan saat kemarau nanti. Di bulan ini cabai merah memasuki masa panen. Harga di tingkat pegecer di kota Medan Rp25 ribuan per Kg. Diperkirakan panen usai di bulan Mei, selanjutnya petani akan menanam lagi. Padahal di Mei sudah memasuki musim kemarau, dan selema tiga bulan selanjutnya adalah masa dimana tanaman cabai sedang tumbuh kembang,” ujarnya.

Di saat musim kemarau nanti, lanjutnya, kebutuhan cabai akan dipasok oleh tanaman cabai yang ditanam pada Februari hingga Maret 2023. Sementara curah hujan di bulan tersebut sudah mulai berkurang, yang artinya produktifitas tanaman cabai bisa berkurang.

“Ada kemungkinan harga cabai mulai merangkak mahal di bulan Mei hingga Agustus (bahkan ke Oktober), dan sejarah bisa berulang dimana cabai bisa naik ke Rp140 ribu per Kg seperti tahun lalu,” katanya.

Menurutnya, itu hanya contoh dari satu tanaman saja, dan prediksi BMKG tersebut bisa membuat harga pangan pada umumnya menjadi lebih mahal. Kenaikan harga komoditas pangan nantinya akan menambah beban masyarakat yang sudah terhimpit dari tekanan inflasi dan melemahnya daya beli.

“Deflasi Sumut (0,31% mtm) diproyeksi tidak akan bertahan lama, kita perlu mewaspadai ancaman inflasi yang lebih besar di bulan mendatang,” tegasnya. (m31)

  • Bagikan