Membungkam Tukang Kritik

  • Bagikan
Membungkam Tukang Kritik

Oleh Tabrani Yunis

Kritik, dalam masyarakat demokratis adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan. Bagi mamsyarakat yang menganut system demokratis ini menjadikan kritik sebagai bagian yang sangat penting dalam hidup bernegara. Kritik menjadi bahagian dari kehidupan yang memang harus ada dan dipellihara. Karena pada hakikatnya kritik adalah sebuah alat control yang terhadap seseorang, baik antara individu dengan individu dalam hubungan sosial, maupun dalam hubungan struktural, antara bawahan dengan atasan atau sebaliknya. Maka, di alam demokratis tersebut kritik sering digunakana untuk mengawasi jalannya sebuah kepemimpinan yang demokratis. Bahkan, karena begitu pentingnya membangun budaya kritik tersebut, kalangan orang-orang democrat, memandang bahwa criticism is an expression of love ( Kritik sebagai sebuah ungkapan cinta). Benarkah demikian ?

Jawabannya tentu sangat tergantung dari siapa yang menjawabnya. Kalau bagi penganut aliran demokrasi, ungkapan ini tentu sangat relevan. Namun bagi mereka yang tidak demokratis, pasti ia akan mengatakan bahwa itu tidak benar. Bila pertanyaan ini kita tanyakan pada orang-orang yang demokratis, maka akan kita temukan makna kritik sebagaimana dimaksudkan pada awal tulisan ini. Bila kita melihat kritik dari kacamata positif, maka kita bisa memaknai bahwa tatkala seseorang mengkritik orang lain seperti mengkritik atasan atau pejabat semisal guru yang mengritik kepala sekolah,  sebenarnya justru karena yang mengkritik tersebut ingin menjaga agar kepala sekolah tidak terlanjur melakukan kesalahan atau penyelewengan. Kritik adalah sebuah teguran atau warning kepada seseorang yang mengontrol jalannya sebuah kekuasaan. Begitu banyak manfaat sebuah kritik bagi mereka yang memandang kritik secara konstruktif.
 
Menegasikan Kritik

Kendatipun kritik menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat yang demokratis karena dilihat secara positif. Banyak orang yang tidak suka dikritik. Banyak orang yang dikritik kebakaran jenggot. Banyak orang yang menegasikan kritik. Artinya setiap orang melempar kritik, maka kritik itu dianggap sebagai sebuah aksi mendongkel sebuah kedudukan. Kritik dianggap destructing, walaupun sebenarya isi kritik tersebut penuh dengan kebenaran.

Perlawanan atau penolakan terhadap kritik biasanya terjadi antara atasan , atau antara anak dengan orang tua dan juga antara anak didik dengan guru ( dalam konteks structural). Bahkan di kalangan pejabat yang merasa sangat mapan dengan kursi kekuasaannya, sang pejabat sangat alergi dengan kritik. Kalaupun sang pejabat mengatakan kritiklah aku, agar aku bisa mengontrol diri, ungkapan ini banyak menjadi bentuk kemunafikan seorang pemimpin.

Para pemimpin yang alergi terhadap kritik, ia akan selalu menganggap kritik sebagai sebuah upaya untuk menjatuhkan posisinya sebagai pejabat. Banyak pemimpin yang hipokrit alias munafik (biasanya tidak sesuai antara kata dan perbuatan, berpenampilan Islami, tetapi berhati Yahudi), berpura-pura suka terhadap kritik, lalu dengan licik berupaya membungkam orang-orang yang kritis tersebut.  Karena orang-orang yang suka mengritisi atau mengkritik tersebut sering diposisikan sebagai lawan. Seorang yang suka mengkritik atasan, seperti halnya guru mengritik kepala sekolah, maka sang guru akan diberikan label, “ Tukang Kritik”, Pengacau dan yang lainnya yang bernuansa negative. Nah, tatkala kritik tersebut dipandang demikian,maka dalam dunia kerja, baik di perusahaan, di organisasi dan di pemerintahan, orang-orang kritis yang sering kita kenal dengan istilah “ Kritikus” tersebut selalu saja dibungkam oleh sang penguasa. Sudah banyak tokoh kritis di negara kita yang dibungkam dengan berbagai cara di zaman Orde baru.

Pembungkaman tersebut karena kritik-kritik yang disampaikan oleh para kritikus dianggap membahayakan kelanggengan sebuah kekuasaan. Sejak dahulu, di era kita pernah mendengar nama-nama seperti  Sri Bintang Pamungkas dan lain-lain yang kemudian dilemparkan ke penjara karena kritiknya dinyataktan subversive dan segala macam alasan atau tuduhan. Kita juga pernah mendengar nama Arif  Budiman yang kritis dan terpaksa hijrah ke Australia. Banyak orang-orang kritis di Indonesia yang dibungkam dengan berbagai cara, baik melalui produk hukum, maupun berbagai aksi yang bahkan dilakukan dengan tindak kekerasan misalnya penyiksaan dan pembunuhan. Adakalanya seorang tukang kritik, bila ia sebagai seorang staf mengeritik atasan atau kepala, ia akan dipanggil menghadap atau bisa diintimidasi sehingga tukang kritik tunduk dan tidak melakukan kritik lagi. Pokoknya seorang tukang kritik, akan selalu berhadapan dengan risiko akibat dari aksi kritik yang ia lakukan. Misalnya, bila seorang guru mengertik atasannya seperti kepala sekolah atau kepala Dinas, maka salah satu bentuk ancaman adalah dimutasi ke daerah atau ke sekolah lain. Hal semacam ini sering penulis alami ketika masih aktif sebagai guru yang berstatus PNS. Itu hanya satu dari sekian banyak cara membungkam tukang kritik.

Ya, harusnya, tukang kritik itu tidak harus dibungkam. Dony Kleden, yang kala itu masih berstatus Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (Kompas 14 November 2006) mengingatkan agar tukang kritik tidak dibungkam, karena “Apabila tukang kritik dibungkam, demokrasi menemukan ajalnya. Kehadiran tukang kritik adalah suatu keniscayaan dalam sebuah pemerintahan yang demokratis. Menihilkan tukang kritik sama dengan membangun pemerintahan yang tiran dan otoriter. Namun, karena kritik juga membuat orang atau kebijakan yang dikritik merasa tersinggung, malu dan bahkan takut, karena kritik itu memang benar, sehingga ada upaya untuk membungkamnya.

Dalam dunia pendidikan, aksi kritik sering pula dilancarkan oleh guru-guru yang kritis dan berani mengambil risiko. Pengalaman selama ini membuktikan bahwa pembungkaman terjadi pada profesi guru oleh para pejabat pendidikan, mulai dari Kepala sekolah, kepala Dinas pendidikan dan Pemerintah Provinsi, Pemkab atau Pemkot. Banyak contoh kasus pembungkaman teehadap guru yang tukang kritik di negeri ini. Tentu tidak perlu disebutkan satu per satu. Sudah sangat banyak contoh kasus yang bisa kita baca di negeri ini. Upaya-upaya Membungkam tukang kritik merupakan upaya yang melemahkan kontrol masyarakat atau sosial. Pembungkaman tukang kritik, bahkan dipandang sebagai upaya untuk menutup berbagai praktik ketidakjujuran, ketidaktransparan, dan praktik-praktik buruk lain, agar tidak terkontrol dan diketahui publik. Padahal di era digital saat ini, semua bisa terlacak dan terungkap. Apalagi saat ini, keberadaan berbagai maçam platform media sosial semakin banyak dan terbuka, membunngkam tukang kritik, bukanlah upaya yang bijak dan patut dilakukan lagi.

Penulis adalah Pengamat Pendidikan, Pegiat Literasi dan Pensiunan Guru, berdomisili di Banda Aceh

  • Bagikan