Kebijakan Dana Desa Tahun 2024: Entaskan Kemiskinan Ekstrim

  • Bagikan
Kebijakan Dana Desa Tahun 2024: Entaskan Kemiskinan Ekstrim

Oleh Mangappu Pasaribu

Kemiskinan ekstrem merupakan masalah serius yang masih menjerat jutaan orang di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masih banyak lapisan masyarakat yang terpinggirkan yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan ekstrem bukan sekadar keterbatasan finansial, tetapi juga disebabkan oleh minimnya akses terhadap hak-hak dasar, seperti layanan pendidikan, kesehatan, sandang dan pangan. Dalam beberapa dekade terakhir, komunitas global termasuk pemerintah dan organisasi non-pemerintah telah giat melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kemiskinan ekstrem. Namun, melihat kondisi sosioekonomi yang ada, pertanyaannya tetap sama, mengapa kemiskinan ekstrem masih ada?, dan bagaimana kita dapat mengatasi tantangan ini dengan cara yang berkelanjutan?. Sebelum membahas lebih lanjut berikut diuraikan penjelasan mengenai kemiskinan ekstrem.
Apa Itu Kemiskinan Ekstrem?
Kemiskinan ekstrem adalah kondisi di mana sejumlah orang yang tidak mampu mendapatkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, dan papan. Mereka termasuk orang yang hidup di bawah garis kemiskinan yaitu individu yang hidup dengan pendapatan kurang dari $1,9 PPP (Purchasing Power Parity) atau setara Rp45.000/hari. Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak hanya berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga berhubungan erat dengan berbagai dimensi kehidupan manusia seperti jaminan kesehatan, pendidikan, budaya dan serta lingkungan sosial.
Penyebab Kemiskinan Ekstrem
Kemiskinan ekstrem, sebagai realitas pahit yang masih menghantui sebagian besar populasi Indonesia, tidak dapat diartikan semata-mata sebagai kekurangan finansial belaka. Lebih dari sekadar sebuah angka dalam statistik, kemiskinan ekstrem mencakup kompleksitas tantangan hidup yang merasuki setiap aspek kesejahteraan manusia. Beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan ekstrem adalah sebagai berikut:
Ketimpangan pendapatan, ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan telah menyebabkan kesenjangan ekonomi yang signifikan. Orang yang memiliki pendapatan rendah, tidak memiliki akses yang setara terhadap peluang ekonomi dan sumber daya, sehingga menyebabkan rantai kemiskinan yang sulit dilepaskan.
Kurangnya akses terhadap pendidikan yang berkualitas, ketidakmampuan untuk mengakses pendidikan yang berkualitas dapat menjadi faktor utama penyebab kemiskinan. Tanpa pendidikan yang memadai, orang sulit untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk memasuki pasar kerja yang kompetitif. Sehingga menyebabkan peningkatan pengangguran, dan kualitas sumber daya manusia tetap rendah.
Kesehatan yang buruk dan kurangnya akses layanan kesehatan, menyebabkan kemiskinan sering terkait dengan kondisi kesehatan yang buruk. Ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas dapat menyebabkan penyebaran penyakit dan penurunan produktivitas.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 menunjukkan jumlah kemiskinan ekstrem di Indonesaia sebanyak 3,3 juta jiwa di mana sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan. Angka ini masih tergolong tinggi sehingga berbagai bauran kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan ekstrim perlu diformulasikan secara komprehensif.
Pada tahun 2024, Pemerintah bersama dengan DPR menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp.3.325,11 Triliun. Dari total anggaran belanja negara tersebut, pemerintah mengalokasikan dana desa sebesar Rp71 triliun yang disalurkan kepada 75.259 Desa di seluruh wilayah Indonesia.
Entaskan Kemiskinan Ekstrim
Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan komitmen pertama tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yakni menurunkan kemiskinan dan kelaparan. APBN memiliki peran yang sangat penting dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem, dan Dana Desa menjadi instrumen strategis yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini dapat tercapai dengan beberapa syarat dan kondisi dalam pengelolaan dana desa yaitu:
Akuntabilitias Pengelolaan Dana Desa
Akuntabilitas penggunaan dana desa adalah kemampuan pemerintah desa atau kelompok masyarakat yang mengelola dana desa untuk bertanggung jawab secara transparan dalam penggunaan dana tersebut.
Dalam konteks penggunaan dana desa, akuntabilitas memiliki beberapa aspek seperti. transparansi pengelolan dana desa. Pemerintah desa atau kelompok masyarakat harus menyediakan informasi yang jelas dan mudah diakses mengenai anggaran, pengeluaran, dan hasil dari penggunaan dana desa. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun laporan keuangan dan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan mempublikasikannya.
Aparatur desa harus bertanggung jawab secara penuh atas penggunaan dana desa. Mereka harus dapat menjelaskan penggunaan dana secara terperinci, menunjukkan manfaat yang diperoleh bagi masyarakat, serta siap menerima sanksi serta konsekuensi jika terjadi pelanggaran atau penyalahgunaan dana desa.
Pentingnya akuntabilitas penggunaan dana desa adalah untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan dengan efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan adanya akuntabilitas yang baik, diharapkan dapat mengurangi risiko korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan dana desa sehingga masyarakat bisa mendapatkan manfaat yang maksimal.
Pemahaman terhadap regulasi Dana Desa
Isu pengelolaan dana desa seringkali terjadi karena kurangnya pemahaman aparatur Desa tentang regulasi dan petunjuk operasional penggunaan dana desa. Sehingga, perangkat desa perlu terus meningkatkan pengetahuan tentang aturan teknis pengelolaan dana desa baik di bidang keuangan mapun teknis operasional penggunaan dana desa.
Pada tahun 2024, dana desa dibagi dalam dua jenis, yaitu dana desa yang ditentukan penggunaannya (earmarked) dan dana desa yang tidak ditentukan penggunaanya (non-earmarked). Dana Desa earmarked terdiri dari Bantuan Langsung Tunai (BLT), Ketahanan Pangan dan Hewani, dan penanggunalan prevalensi Stunting. Sedangkan dana desa non-earmarked (regular), digunakan untuk pembagunan dan pemberdayaan masyarakat desa . Proporsi dana desa regular diperoleh setelah pemeritah desa menetapkan dana desa earmarked. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana penyaluran dana desa dilakukan dalam tiga tahap, Dana Desa tahun 2024 disalurkan dalam dua tahap.
Prioritas pembangunan desa diutamakan pada pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan desa dapat diukur dalam bentuk fisik (tangible) sedangkan pemberdayaan masyarakat ditujukan kepada peningkatan kapasitas, pengetahuan dan keterampilan warga yang bersifat intangible. Pengelola dana desa perlu membagi proporsi yang paling tepat dalam membiayai kegiatan prioritas dimaksud. Pelaksanaan pembangunan diutamakan untuk melaksanakan kegiatan untuk mendorong aktivitas ekonomi misalnya pembangunan jalan desa, irigasi atau saluran air untuk pertanian, dan lain-lain.
PPenggunaan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam berbagai jenis usaha atau bidang sesuai dengan potensi ekonomi yang mungkin dikembangkan di setiap desa tersebut. seperti peningkatan kapasitas karang taruna, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembentukan Koperasi Unit Desa.
Penutup
Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur pada tahun 2045 dapat tercapai apabila angka kemiskinan ekstrim dapat dihapus. Untuk mengentaskan angka kemiskinan ekstrim, dana desa harus digunakan secara maksimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Apabila digunakan secara efisien dan efektif, dana desa.dapat berfungsi sebagai lokomotif penggerak perekonomian masyarakat untuk peningkatan standar hidup masyarakat. Sehingga peran aparatur desa menjadi sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan dana desa. Dengan kata lain aparatur desa adalah agen pemerintah pusat dalam mengadministrasikan keadilan social bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan.

Penulis adalah Kepala Seksi Bank, pada KPPN Medan II

  • Bagikan