Kekuasaan Politik-Ekonomi Pada Sekelompok Orang

  • Bagikan
Kekuasaan Politik-Ekonomi Pada Sekelompok Orang

Oleh: Taufiq Abdul Rahim

Perbincangan ataupun dialektika politik dan ekonomi semakin berkembang, ini selaras dengan dinamika serta kondisi kehidupan sosial-kemasyarakatan yang semakin kompleks, rumit bahkan memiliki tantangan tersendiri di tengah persaingan hidup masyarakatnya. Pada dasarnya manusia hidup selalu saja berusaha untuk mencari, bertanya, berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejalan dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga tidak terlepas memiliki hubungan signifikan, timbal balik dan hasrat yang luar biasa tidak terbatas untuk dapat memenuhi keinginan tersebut mesti tercapai. Dengan demikian keinginan dalam menentukan pilihan selaras dengan alternatif pilihan kehidupan yang memerlukan keputusan menentukan jalan kehidupan yang diperankan, masing-masing orang karena menetapkan pilihan sesuai untuk pemenuhan kebutuhan yang dinginkannya. Hal ini selaras dengan pernyataan dari pada Polsby (1963) setiap bidang isu, muncul aktor yang berbeda-beda, perannya juga berbeda serta jenis alternatif yang mereka pilih juga berbeda-beda.

Dalam pemahaman politik, keinginan ini sering dikaitkan peran dalam menentukan pilihan tidak terlepas dari pada penguasaan suatu yang ingin dikuasainya, juga usaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan kekuasaan yang diinginkannya. Karena itu, sebagai pemegang amanah mandat kekuasaan politik rakyat, ini diserahkan kepada pemerintah agar dapat menjalankannya secara baik dan benar. Jadi menurut Bachrach dan Baratz (1962) bahwa, politik tidak sekedar yang didefinisikan oleh Lasswell sebagi persoalan “siapa mendapatkan, kapan dan bagaimana dia mendapatkan”, tetapi juga soal siapa yang disingkirkan—kapan dan bagaimana dia disingkirkan dalam arena politik dan kekuasaan yang saling diperebutkan.

Karenanya, semua unsur kehidupan yang diorganisir melalui kekuasaan politik secara aktif, bijaksana serta efektif, maka kekuasaan politik disertai adanya peran efektif pemerintah terhadap aktivitas yang didistribusikan sesuai dengan kondisi keseimbangan serta kestabilan dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan. Maka sesuai konsep institusional, ada unsur penting kelembagaan pemerintah menciptakan kondisi perubahan dan perbaikan, sehingga setiap individu menjadikan dan menghendaki kehidupan yang lebih maju. Dalam interaksi kehidupan yang sesungguhnya ditengah masyarakat luas, maka peran-peran penting pemerintah dengan kekuasaan politik serta kebijakan yang dimilikinya, diharapkan mampu menciptakan kondisi kehidupan yan lebih baik, maju serta memiliki perubahan peradaban yang modern. Dimana secara politik tanggung jawab pemerintah dalam konteks politik kekuasaan, mesti menjadikan kehidupan serta kestabilan kehidupan agar seluruh dimensi masyarakatnya dapat bergerak, beraktivitas dengan baik serta menjadikan kehidupan yang lebih baik merupakan keinginan dan dambaan yang sesungguhnya. Dalam realitas kehidupan sesungguhnya, setiap orang, individu, masyarakat dan seluruh rakyat berkeinginan hidup dalam kondisi yang baik serta semakin maju. Hal ini tidak saja pada sisi ekonomi, politik, sosial budaya dan keseluruhannya yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dimana Lasswell (1951b) yaitu, metafora jaringan dan perhatian pada institusi menunjukkan banyaknya perubahan dalam kebijakan publik menjadi bidang yang lebih beragam dan menggunakan lebih banyak kerangka pemikiran.

Pada prinsipnya adanya keinginan untuk melakukan perubahan serta perbaikan kehidupan, ini tidak semata-mata bersifat individul ataupun kelompok kekuasaan saja. Namun demikian seluruh unsur kehidupan serta masyarakat luas, berlaku secara adil, merata dan bertanggunga jawab pada berbagai sektor, wilayah serta bidang kehidupan masyarakat. Sehingga perbaikan serta perubahan kehidupan tidak hanya milik seseorang dan sekelompok orang penguasa yang dibangun dengan hubungan fungsional dan struktural kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Ini secara ekonomi menguntungkan serta memperkaya individu, orang dan kelompok tertentu saja, sehingga terjadi kesenjangan kehidupan ekonomi, antara yang kaya dan miskin, ini semakin kentara dengan kekuasaan politik yang tidak didistribusikan secara adil dan merata, menciptakan persoalan baru dalam kehidupan masyarakat secara nyata. Konon pula, individu, orang dan kelompok tertentu secara masif menguasai sumber daya alam (resouces), bahan tambang, mineral, aquatic dan berbagai sumber ekonomi dengan alibi serta alasan tertentu sangat berkuasa baik dari sisi input, proses serta output, maka secara keseluruhan dari hulu sampai hilir sangat menentukan serta berkuasa terhadap penguasaan sumber-sumber ekonomi. Ini dalam pemahaman politik-ekonomi kebijakan serta ketentuan serta pasar ditentukan secara sepihak dikuasai untuk memenuhi hasrat dan nafsu kekuasaan individu, orang dan kelompok tertentu dari seluruh kepemilikan negara sesuai undang-undang.

Dengan prinsip kekuasaan politik mesti memperhatikan serta memiliki tanggung jawab terhadap kepentingan publik, maka tidak merupakan kekuasaan politik yang searah keinginan  kepentingan kekuasaan secara berlebihan dikuasai individu, orang dan kelompok tertentu untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Sehingga pemimpin kekuasaan politik mesti memiliki kompetensi terhadap kebijakan untuk melaksanakan distribusi ekonomi, mesti dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat ataupun publik sebagai warga-bangsa yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Hal ini didukung oleh Sherman (1987; dikutip O’Shaughnessy. 1990) adalah, tes popularitas untuk elaborasi  kebijakan, bukan sekedar perluasan ilmiah pemahaman tradisional politisi tentang keinginan publik tetapi juga perkembangan kualitatif yang baru, followship menggantikan leadership. Dengan demikian, adanya tuntutan kondisi yang baik, harmonis tenteram serta damai hal ini sangat signifikan berbagai perubahan kondisi kemajuan yang diinginkan semua masyarakat. Dimana Dahl (1961) menyatakan, saat kekuasaan didistribusikan diantara kelompok, pembuatan kebijakan  pada area seperti pendidikan dan pembangunan kembali (redevelopment) kawasan urban dilakukan oleh sederetan kalangan minoritas, bukan lagi oleh elite tunggal. Dengan demikian bahwa, kekuasaan politik bukan hanya milik elite maupun sekelompok orang berkuasa yang dapat menentukan kekuasaannya secara terpusat serta sangat berkuasa atau sentralistik dan autoritariant, karena secara politik demokrasi kekuasaan politik adalah pada rakyat.

Dengan demikian dengan prinsip demokrasi politik ahwa, kekuasaan politik serta segala sumber ekonomi dengan undang-undang yang berlaku, menjadi milik publik mengelolanya untuk kepentingan rakyat. Sehingga bila ada usaha penguasaan pada satu atau sekelompok orang ini melanggar aturan undang-undang, konon pula jika secara dinasti kekuasaan untuk menguasai politik dan ekonomi melalui kebijakan yang melanggar aturan hukum, undang-undang dan etika-moral, ini dapat dinyatakan kriminalitas terhadap kekuasaan negara yang berlaku sewenang-wenang yang sangat merugikan negara dan rakyat. Makanya kepemimpinan yang menjunjung keutamaan leadership secara modern serta konstitusional, sangat menjunjung tinggi etika-moral dan tidak mementingkan kepentingan keluaraga, dinasti politik, kroninya ataupun berkolusi bersama para antek-antek oligarki ekonomi dan politiknya, juga pendukung kuat kekuasaannya agar tetap mempertahankan kekuasaan tanpa malu dan sungkan dirampok dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan dan kekuasaan tertinggi.

Dalam sistem kekuasaan demokrasi yang berlandaskan ketentuan hukum serta undang-undang bahwa, kekuasaan berasal dan atau berada ditangan rakyat. Semestinya landasan etika-moral yang tetap menjunjung tinggi hak kewajiban rakyat mesti diutamakan dari pada kepentingan pribadi dan kelompok. Hal yang sangat dipahami bahwa kekuasaan politik dan ekonomi pada seseorang dan sekelompok orang, keluarga dan kroninya ini selaras dengan kerakuasan kekuasaan politik yang melanggar etika-moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara beradab. Kondisi kekuasaan yang berlebihan pada seseorang, individu serta sekelompok orang mesti dihentikan dengan cara-cara yang elegant, bertanggung jawab, bahkan jika sangat sulit dengan cara beradab dan menegakkan sistem hukum, maka cara-cara revolusioner juga tidak serta merta menutup kemungkinan untuk melakukan perlawanan. Ini termasuk menggunakan kekuatan moral dan infrastruktur politik-ekonomi yang sudah terlanjur dikuasai oleh individu, keluarga, kelompok dan kroninya mesti dikalahkan untuk kembali menjadi milik rakyat, secara politik-ekonomi dikembalikan kepada kekuasaan rakyat.

Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Aceh dan Peneliti Senior Political and Economic Research Center/PEARC-Aceh

  • Bagikan