Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Bila Hilirisasi Kratom Tak Serius Diurus, Nasibnya Berpotensi Sama Dengan Produk Gambir Dari Sumbar

Bila Hilirisasi Kratom Tak Serius Diurus, Nasibnya Berpotensi Sama Dengan Produk Gambir Dari Sumbar
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman /ist
Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada.id): Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman menilai, tanaman endemik khas Indonesia seperti Kratom di Kalimantan dan Gambir di Sumatera Barat (Sumbar), jadi prioritas utama hilirasi dan industrialisasi yang tercatat sebagai urutan kelima Asta Cita Presiden Prabowo.

“Tadinya, saya pikir, kehadiran rombongan Komisi IV DPR RI ke Kalimantan ini, tak sekadar menyaksikan ekspor Kratom. Bayangan saya, kehadiran kami untuk ikut menyelesaikan berbagai perdebatan dalam upaya ekspor tanaman herbal ini,” terang Alex dalam pernyataan tertulis, yang diterima di Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Pada momen dialognya dengan stakholder Kratom di Provinsi Kalimantan Barat, saat menghadiri ekspor tanaman Kratom (mitragyna speciosa) sebanyak 343,5 ton atau senilai Rp15,4 miliar ke India, melalui Pelabuhan Dwikora Pontianak, Selasa (30/9/2025), wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Sumbar 1 ini kemudian merefleksikan Gambir yang jadi tanaman endemik di Provinsi Sumbar.

Sejak tahun 2000-an lalu, ungkapnya, Gambir asal Sumbar telah memasok 85 persen kebutuhan dunia. Pasokan Gambir untuk kebutuhan dunia tersebut, diproduksi petani dari dua daerah yakni Kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan, Sumbar.

“Sayangnya, hilirisasi dari gambir berupa katekin, sampai sekarang masih belum mampu kita hasilkan. Padahal, katekin sangat dibutuhkan industri kosmetik dan farmasi yang notabene memiliki nilai jual jauh lebih mahal dari sekadar gambir,” ujar Alex.

Jika hari ini hilirisasi Kratom tak diurus secara serius, Alex menilai, nasibnya akan berpotensi sama dengan produk Gambir dari Sumbar.

“Kita masih sibuk bertengkar dengan dampak negatif Kratom, sementara bangsa lain telah sukses dengan produk turunan hasil hilirisasi dan industrialisasi Kratom,” tegas Alex yang juga Ketua PDI Perjuangan Sumbar itu.

Alex berharap, setiap stakeholder, memanfaatkan riset-riset maupun kajian-kajian yang dilakukan pemerintah dan perguruan tinggi, untuk menutup sisi negatif dari apapun jenis tanaman endemik yang ada di Indonesia.

“Saat ini, waktu dan energi kita lebih banyak membahas dampak negatif. Padahal, jika kita terus bicara sisi negatif, air putih ini saja punya jika dikonsumsi berlebihan,” terang Alex sembari menunjuk gelas air di hadapannya.

Diketahui, tanaman Kratom ini sempat tersandera oleh berbagai regulasi terkait statusnya yang masih terlarang. Di antaranya, Surat Edaran Kepala BPOM No HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan.

Kemudian, Badan Narkotika Nasional ( BNN) mengkategorikan daun kratom sebagai Narkotika Jenis Baru (NPS) dan merekomendasikannya ke dalam jenis narkotika golongan 1 dalam UU No 35 Tahun 2009. Karena, memiliki efek samping yang membahayakan, apabila penggunaannya tidak sesuai takaran.

NPS adalah new psychoactive substances atau zat yang disalahgunakan baik dalam bentuk murni maupun sediaan, yang tidak diatur oleh Konvensi Tunggal Narkotika 1961 atau Konvensi Zat Psikotropika 1971, yang dapat menimbulkan ancaman kesehatan masyarakat.

Karena terdapatnya sisi negatif menurut aturan dua lembaga negara itu, pemerintah kemudian mengatur tata kelola dan tata niaga Kratom untuk keperluan ekspor. Aturan tersebut di antaranya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 22 Tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang untuk Diekspor.

Kemudian, Permendag No 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Dengan hadirnya dua beleid ini, ditetapkanlah bahwa kratom yang masuk kategori larangan ekspor, berupa daun dan remahan kasar. Sedangkan kratom remahan halus dan dalam bentuk bubuk, diizinkan untuk ekspor. (id10)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE