HOYA Gelar MiYOSMART Goes To School Di SD Al Azhar Syifa Budi Cibubur

  • Bagikan
HOYA Gelar MiYOSMART Goes To School Di SD Al Azhar Syifa Budi Cibubur
kegiatan edukasi pentingnya kesehatan mata/ist

JAKARTA (Waspada): Dalam rangka turut memeriahkan World Sight Day (WSD) atau Hari Penglihatan Dunia yang diperingati tiap minggu kedua bulan Oktober, produsen lensa kacamata dari Jepang, HOYA Vision Care menggelar MiYOSMART Goes to School di SD Al Azhar Syifa Budi, Cibubur.

Hari Penglihatan Sedunia bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan dan menjalani pemeriksaan mata secara rutin sejak usia dini.

Salah satu masalah kesehatan mata yang sering dihadapi adalah gangguan refraksi lensa mata khususnya myopia atau rabun jauh. Karena itu, pemeriksaan dan edukasi menjaga kesehatan mata ini sangatlah penting.

Myopia adalah kondisi mata yang menyebabkan objek yang letaknya dekat terlihat jelas sementara objek yang letaknya jauh terlihat kabur. Myopia di kenal juga dengan istilah mata minus.

Dodi Rukminto, Managing Director Hoya Lens Indonesia mengatakan acara MiYOSMART Goes To School di SD Al Azhar Syifa Budi Cibubur merupakan rangkaian kegiatan edukasi pentingnya kesehatan mata ke sekolah sekolah di berbagai lokasi dan kota.

“Dalam program edukasi di SD Al Azhar Stifa Budi ini, kami bekerjasama dengan banyak pihak termasuk ARO Gapopin (akademi refraksi optisi), Laulima (organisasi yang bergerak di bidang kesehatan mata anak) dan JEC Cibubur,” tambah Dodi.

Kegiatan MiYOSMART di SD Al Azhar Syifa Budi meliputi skrining mata untuk anak kelas 2 dan 4 untuk mendeteksi kelainan refraksi pada anak di usia SD, Edukasi kesehatan mata oleh dokter spesialis mata anak, aktivitas mengerjakan printables untuk anak (mini competition), serta pemberian surat rekomendasi orangtua untuk melakukan pemeriksaan lanjutan di rumah sakit atau klinik mata, maupun optik terdekat (khususnya bagi anak yang terdeteksi adanya kelainan refraksi)

Kepala Sekolah – SD Al-Azhar Syifa Budi Cibubur Eko Sri Wijayanti (Ibu Wiwit) M.Pd mengatakan sekolah memutuskan untuk berpartisipasi dalam acara pemeriksaan mata ini mengamati intensitas penggunaan gadget oleh siswa selepas pandemi semakin tinggi sehingga ada kekhawatiran terhadap kondisi mata mereka.

“Kami percaya bahwa pemeriksaan mata secara teratur dapat berdampak pada prestasi akademik dan kesejahteraan siswa secara keseluruhan karena dengan pemeriksaan mata secara teratur mampu memastikan mata dalam kondisi prima untuk menunjang pembelajaran

Mengingat mata adalah alat sensori utama dalam proses pembelajaran, dengan pemeriksaan mata secara teratur kelainan pada mata dapat segera diidentifikasi, ditangani dan dicegah semakin parah kondisinya,” tambah Eko Sri Wijayanti.

Dari hasil pemeriksaan mata di SD Al Azhar Syifa Budi, ditemukan tingkat keparahan rabun jauh sangat beragam dan berbeda-beda pada tiap penderita.

“Kami menemukan bahwa 70 persen siswa siswi kelas 2 dan 4 terdeteksi awal mengalami kelainan refraksi, 30 persen dari kelainan refraksi tersebut merupakan myopia (rabun jauh). Sementara itu, 19 persen siswa siswi kelas 2 mengalami myopia dan
26 perseb siswa siswi kelas 4 mengalami myopia. 20 persen siswa mengalami myopia sedang (≥-3.00 sd – 6.00D) dan 80 persen siswa mengalami myopia ringan (<3.00 D),” jelas Dodi.

“Kami harap deteksi dini dan penanganan masalah penglihatan dapat membantu membentuk masa depan anak, karena ini terkait dengan kemampuan mata dalam menunjang kelancaran proses belajar siswa. Ketika mata dapat dengan baik digunakan sebagai alat penangkap informasi secara visual, maka proses penyerapan dan pengolahan informasi dapat dilakukan dengan baik dan proses belajar dapat lebih bermakna dan menyenangkan, sehingga prestasi lebih mudah diraih untuk membentuk masa depan yang baik,” Eko Sri Wijayanti menerangkan.

Sementara itu, Dokter Spesialis Mata Anak – Laulima, dr. Kianti Raisa SpM(K), MMedSci mengatakan masalah penglihatan pada anak SD cukup sering ditemukan dan ada trend mengalami peningkatan beberapa dekade terakhir ini. Perubahan gaya hidup menjadi lebih banyak menggunakan alat – alat digital untuk belajar menjadi salah satu penyebabnya disamping kurangnya kegiatan di luar ruangan.

“Masalah umum yang sering ditemukan adalah kelainan refraksi atau kelainan mata yang membutuhkan kacamata. Dari suatu penelitian ternyata penglihatan yang baik dapat meningkatkan kemungkinan anak untuk gagal belajar sampai 44 persen ,” jelas dr Kianti Raisa.

Menurutnya masalah penglihatan penting ditangani dini pada anak karena adanya periode emas untuk mengkoreksi penglihatan guna mencegah terjadi mata malas, yakni usia 10 tahun. Apabila ditemukan gangguan penglihatan, orang tua segera dapat melakukan pemeriksaan yang lebih lengkap dan mendapatkan penanganan untuk anaknya. Selain itu, apabila tidak ditemukan gangguan penglihatan saat ini, perlu diingat bahwa anak masih berubah dan tumbuh, sehingga belum tentu dalam 6 bulan sampai 1 tahun ke depan hal itu masih sama,” tambah dr Kianti.

Penyebab myopia terjadi ketika cahaya yang masuk ke mata tidak jatuh pada tempat yang semestinya, yaitu retina. Kondisi ini disebabkan bola mata yang lebih panjang dari bola mata normal. Gejala Myopia bisa terjadi pada semua kelompok usia. Namun, kondisi ini umumnya mulai muncul pada anak-anak usia sekolah hingga remaja. Dan berkembang lebih cepat sesuai dengan usia berkembangnya anak, yakni 6-14 tahun.

“Pengidap rabun jauh yang ringan umumnya tidak membutuhkan penanganan khusus. Namun, rabun jauh yang tergolong parah akan mempengaruhi kemampuan melihat pengidapnya sehingga harus ditangani dengan seksama,” kata Dodi.

Menurut penelitian, pada tahun 2050, setengah populasi dunia diprediksi menderita kelainan refraksi rabun jauh atau myopia. Dengan banyaknya kegiatan belajar mengajar yang di lakukan anak di depan gadget selama masa pandemi juga mempengaruhi meningkatnya angka Myopia pada anak, salah satunya di Indonesia, terlebih di daerah Ibukota.

Sayangnya, menurut Dodi, di Indonesia, tingkat kesadaran terhadap kesehatan mata masih sangat rendah terutama dalam hal risiko dan penanganan mata minus (myopia) khususnya pada anak. Hal ini dibuktikan melalui kegiatan CSR maupun kegiatan MiYOSMART Goes to School sebelumnya, bahwa terdapat banyak anak usia sekolah mengalami myopia yang cukup tinggi tetapi masih belum dikoreksi menggunakan kacamata, bahkan banyak dari diantaranya yang orangtuanya tidak menyadari bahwa sang anak mengalami myopia. Selain itu, ditemukan bahwa banyak pula orangtua yang belum pernah memeriksakan kondisi mata anaknya.

Masyarakat cenderung menganggap remeh kelainan refraksi seperti kondisi myopia. Padahal, myopia yang tidak terkontrol dapat mengarah ke komplikasi penyakit mata lainnya yang lebih serius. Myopia paling baik ditangani sedini mungkin untuk menghindari masalah penglihatan jangka panjang.

“Banyak yang tidak mengetahui bahwa pertumbuhan myopia pada anak dapat dikontrol/ditahan dan kini terdapat beberapa opsi kontrol myopia. Oleh karena itu, HOYA ingin melakukan edukasi kepada orangtua maupun anak tentang pentingnya menjaga kesehatan mata sejak dini. Edukasi ini difokuskan untuk orangtua dengan anak usia sekolah dasar. Semakin dini penanganan yang dilakukan, semakin besar peluang untuk menghindari penyakit mata yang lebih serius,” Dodi menjelaskan.

Melalui inovasi terbarunya, lensa kacamata terapi MiYOSMART, HOYA memperkenalkan opsi kontrol myopia terkini di Indonesia, dengan uji klinis terpanjang dan tingkat efikasi paling tinggi diantara lensa kacamata kontrol myopia lainnya. MiYOSMART telah melalui uji klinis selama 6 tahun, terbukti dapat menahan laju pertumbuhan myopia hingga 60%. MiYOSMART mendapat pengakuan dari global, dengan berbagai penghargaan bergengsi pada industri optik dan kesehatan mata. Lensa kacamata terapi dianggap sebagai opsi kontrol myopia yang paling mudah digunakan karena tidak menyentuh organ mata anak secara langsung (non-invasive). (Rel)

  • Bagikan