ALANG Bobal terduduk di sudut warung Saonah. Baju telok belanga baru berwarna biru terong, peci Bugis merah menyala, kain sarong kotak kotak hijau daun bergaris garis putih susu dan kuning telur. Kontras dengan wajahnya nan muram.
Sudah lebaran hari kelima anaknya tak kunjung mudik. Pakaian baru yang disebutkan di atas beserta panganan dan barang lainnya bahkan sudah diterimanya dua pekan puasa berjalan dilampiri catatan dari anaknya bahwa akan mudik paling lambat lebaran kedua menunggu pelayaran sepi karena orang orang berlebaran di daratan. Jelang lebaran agak riskan sebab pelayaran sangat ramai.
Sejak malam takbiran sudah tiga kali Alang Bobal meminjam telepon Saonah untuk menghubungi anaknya di negeri seberang tapi tak pernah tembus. Jawaban operator telepon seberang berbahasa asing suara perempuan membuat Alang Bobal semakin gusar.
Pagi ini, untuk keempat kalinya Alang Bobal meminjam telepon Saonah. “The number you are calling is in process in its area because a duplicate number was found…,” jawab operator telepon negeri seberang tiap kali Alang Bobal memanggil nomor telepon anaknya.
“Apo suaro bini si Mamen tu Saonah? Kok udah kawen mengapo tak mangabari odan?” Gerutu Alang Bobal makin bingung.
“Apo kato betino tu rupanyo Alang?” Saonah balik bertanya.
“Ampun ayah!!! Tak taulah odan ni Saonah apo maksud cakapnya tuuuui!!!” Tukas Alang.
“Iyo pulak yo. Mengapo bekali kali Alang telepon totap nyo telepon si Mamen dipogang betino tu. Mungkin jugo si Mamen dah kawen samo betino tu Alang. Durhako bono si Mamen tu yo Alang, kawen tak mangabari ayahnyo,” jawab Saonah sesukanya.
Alang Bobal makin termenung. Sejurus kemudian kedatangan Incek Ofik menyentakkan Alang Bobal dari lamunannya. Secepatnya dia mengembangkan senyum menutupi kegalauan hatinya. Tapi agaknya Incek Ofik sempat menangkap mendung di wajah Alang Bobal.
“Bahayo Alang neh! Banyak makan lontong pake daging rondang, lomang, kue kue manis.., tamonung sajo bawaannyo. Lomas yo? Tando tando naek gulo tu Alang?” Sergah Incek Ofik.
“Tak do odan monung atau lomas. Tapi mangantuk,” jawab Alang Bobal sekenanya.
“Hhaaah itu lah da…, sepagi ini Alang mangantuk? Kolesterol Alang, bajayo kito jang!” Tukas Incek Ofik seperti terperanjat.
Alang Bobal tersudut serba salah. Dia hanya terdiam seolah setuju dengan apa yang disampaikan Incek Ofik. “Saonah odan tak usah kopi, pintak duo aer botol, ondak ka tangkahan kami samo Alang. Mo Lang kito ka tangkahan, rame lumbo dayung sampan…, ” lanjut Incek Ofik sambil berdiri kembali, diikuti Alang Bobal.
Memang Alang Bobal baru keluar rumah hari ini setelah sholat ied di lebaran pertama. Lomba Dayung Sampan terhenti sejenak saat Alang Bobal dan Incek Ofik tiba di tangkahan, berganti dengan salaman bermaafan antara para warga dengan Alang Bobal.
Akhirnya Alang Bobal dan Incek Ofik mendaftar sebagai peserta lomba. Alang pendayung, incek juru mudi.
“Kami tak ado target juaro yo. Silahkan anak anak mudo tunjukkan kahebatan kalian. Kami nan tuo tuo ne hanyo ondak bakar lomak dan kolesterol sajo makanyo ikot Lumbo Dayong Sampan ne… Ayo sumangat samuo,” teriak Alang Bobal saat beberapa sampan dayung sudah berbaris untuk memulai lomba.