Oleh Tabrani Yunis
Hari ini, hujan turun begitu lebat di kota Banda Aceh. Hujan turun disertai angin kencang sejak pukul 08.00 pagi tadi dan sekarang pun masih belum berhenti. Udara terasa dingin. Angin sepoi-sepoi menusuk pori-pori hingga membuat suasana begitu sejuk. Enaknya dalam situasi seperti ini, bagi kebanyakan orang adalah menuju tempat tidur, tarik selimut dan bermalas-malasan. Cara orang menggunakan suasana secara tidak produktif.
Padahal, dalam suasana seperti ini, kita bisa manfaatkan secara positif dan produktif. Misalnya dengan membaca buku-buku yang menarik, atau juga membaca buku atau berita lewat gadgets yang sering di tangan kita. Bisa pula dengan cara-cara lain yang bisa menghangatkan badan. Ya, pokoknya, apa saja lah kegiatan yang bisa bermanfaat dan produktif.
Bagi penulis sendiri, pagi ini mencoba memanfaatkan waktu dengan menulis. Walau sebenarnya banyak pekerjaan lain yang bisa dilakukan di POTRET Gallery, di saat hujan, kala tidak banyak orang datang berbelanja. Maka, di sela -sela hujan yang masih terus mengguyur kota Banda Aceh yang sedang berlangsung event PON XXI ini, penulis memainkan gadgets, membuka Notes, lalu memulai tulisan ini dengan membuat judul, Diabetes Usia Dini dan Masa Depan Anak Negeri. Judul yang terinspirasi dari sebuah ulasan di acara RRI beberapa waktu lalu. Sudah lama memang, tapi masalah itu muncul kembali di pikiran dan mendorong penulis untuk menuliskannya dan dipublikasikan di media. Siapa tahu ada yang tertarik untuk membaca dan bisa mengambil sarinya untuk sebuah pembelajaran atau sebut saja sebagai reminding message. Ya, sebagai pengingat.
Nah, diabetes itu kita kenal sebagai penyakitnya orang-orang yang sudah berusia lanjut. Artinya, bukan penyakit yang diderita oleh anak-anak apalagi masih sangat muda atawa usia dini. Biasanya orang dewasa yang sudah berumur di atas 40 tahun, banyak yang mengalami atau mengidap diabetes. Buktinya, prevalensi diabetes di Indonesia telah menjadi penyakit yang tergolong kritis, karena sangat tinggi jumlahnya. Ya, Indonesia menempati peringkat ke 5 di dunia, dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 19.5 juta orang pada tahun 2021. Besar sekali, bukan? Ya, pasti. Lebih mengerikan lagi, jumlah ini akan terus meningkat. Diperkirakan 1 dari 100 orang Indonesia mengidap diabtes. Mengerikan sekali, bukan?
Tentu saja sangat mengerikan. Bahkan kini lebih mengerikan lagi, ternyata diabetes bukan saja penyakit yang diderita oleh orang dewasa, tetapi kini menyasar anak-anak yang masih digolongkan sebagai anak usia dini. Tidak percaya? Ya, menurut data terbaru dari Dinas Kesehatan DIY menunjukkan adanya peningkatan kasus diabetes pada kelompok usia muda, bahkan di bawah 20 tahun.
Kemudian, berdasarkan data dari Ikatan dokter anak Indonesia ( IDAI), prevalensi diabetes type 1 pada anak usia di bawah 18 tahun, meningkat hingga 70 kali lipat dari tahun 2010 hingga 2023. Jumlah penderita diabetes type 1 pada usia muda tersebut di tahun 2023 ada sebanyak 12.311 anak. Gila, bukan?
Selanjutnya, data Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat peningkatan prevalensi DM pada penduduk berusia di atas 15 tahun dari 10,9 persen pada 2018 menjadi 11,7 persen pada 2023, serta proyeksi jumlah penderita mencapai 28,6 juta orang pada 2045. Wow! Ini sudah parah.
Adapun, sebanyak 46,23 persen penderita diabetes berada pada rentang usia 10-14 tahun, sementara 31,05 persen lainnya berada di rentang 5-9 tahun, 19 persen berusia 0-4 tahun, kemudian 3 persen lainnya berusia lebih dari 14 tahun. Sedangkan, mayoritas penderita diabetes pada anak berjenis kelamin perempuan dengan persentase 59,3 persen dan sisanya laki-laki. Celaka bukan?
Ya pasti celaka dan sangat mengkhawatirkan. Yang jelas, ini kasus yang akan terus mencelakakan anak-anak negeri ini. Apa yang mengkhawatirkan kita adalah ketika jumlah penderita diabetes pada tingkat usia lanjut belum selesai diurai, ditambah buruk oleh meningkatkan kasus diabetes di usia muda atau di usia dini. Indonesia sehat yang diinginkan, namun bila diabetes menyerang hingga ke usia dini, bukankah itu petaka yang kita tuai?
Kita kita tidak bisa bayangkan seperti apa kondisi anak-anak generasi kini dan di masa datang, masa-masa Indonesia memiliki jumlah penduduk usia produktif yang merupakan bonus demografi pada tahun 2035 yang besar jumlahnya, tetapi banyak menderita diabetes. Bagaimana bisa produktif dan menjadi bonus geografi, bila banyak yang menderita diabetes? Bukankah akan menjadi bonus yang loyo?
Bukan hanya itu, ambisi bangsa ini yang sedang menyiapkan generasi emas di tahun 2045 dapat dipastikan akan menjadi buyar, ketika jumlah pengidap diabetes terus meningkat. Apalagi saat ini, anak -anak Indonesia yang masih usia dini semakin banyak mengonsumsi makanan-makanan yang membawa mereka ke jurang diabetes. Pola makan yang terus berubah dan menyantap makanan-makanan yang menyebabkan mereka menderita diabetes. Generasi sekarang tampak semakin manja dengan makanan dan minuman yang cepat saji dengan kandungan gula dan intensitas konsumsi tinggi menjadi tantangan berat/ Ya, dengan sangat seringnya mengonsumsi minuman-minuman yang serba manis dengan pemanis buatan itu, akan semakin memperburuk wajah anak-anak negeri di masa depan.
Kita tentu tidak ingin anak-anak negeri ini kelak menjadi generasi yang sakit -sakitan, loyo dan tak berdaya. Oleh sebab itu, selayaknya semua stakeholders, pemerintah dan masyarakat harus dengan sungguh-sungguh mengantisipasi melonjaknya jumlah penderita diabetes di kalangan anak usia muda atau usia dini.
Untuk itu, semua pihak harus saling bergandengan tangan, bersinergi melakukan upaya preventif pada generasi baru atau muda. Diperlukan upaya- upaya serba ekstra, mengedukasi genrasi muda secara serius dan berkelanjutan oleh semua pihak untuk bisa membangun gaya hidup sehat tanpa diabetes. pemerintah sendiri, khususnya BPOM juga harus lebih tegas melakukan pengawasan terhadap produk makanan yang diedarkan di pasar yang ditemukan atau disinyalir merusak henrasi bangsa. Pemerintah harus dengan tegas menegakan regulasi mengenai penggunaan zat-zat makanan yang bisa memicu meningkatnya penyakit diabetes tersebut.
Tentu saja, harus melakukan pengawasan atau kontrol yang intens terhadap makanan dan minuman yang diproduksi dsm beredar di pasar.
Kita yakin, jumlah penderita diabetes di kalangan generasi muda atau kalangan usia dini bisa terkontrol bila pemerintah memiliki komitmen yang tinggi untuk menyiapkan anak-anak negeri menjadi generasi emas. Akan semakin yakin, bila setiap orangtua juga setiap saat mengedukasi dan mengontrol serta secara bersama menjaga pola makan sehat. Selain itu, juga harus didorong agar anak-anak usia dini rajin bergerak, berolah raga, jangan mager dan hanya menundukan wajah ke gadgets.
Masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko dibates di kalangan usia muda atau usia dini. Misalnya dengan menjaga berat badan dan pola makan sehat, juga dengan mengurangi konsumsi tokok dan alkohol, serta rajin melakukan pemeriksaan ke dokter dan yang paling penting adalah edukasi secara serius dan berkelanjutan. Bila semua ini dilakukan, kita bisa berhasil menyiapkan generasi emas di tahun 2045, namun bila semua itu tidak dilakukan, maka kita akan memetik hasil yang mengecewakan. Semoga kita sadar dan mau mengubah pola hidup, pola makan, dan menjaga tubuh tetap sehat. Mari kita bangun dan gunakan gaya hidup sehat sejak sekarang. Semoga
Penulis adalah Pengamat Pendidikan dan Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh