COBA pertanyakan secara ringkas, seberapa berpengaruh sebuah aturan bagi masyarakat, baik secara individu, maupun kelompok. Apakah masyrakat berhasil melihat produk hukum sebagai aturan mengikat dan berkelanjutan, atau masih memahami pemberlakuan hukum secara pragmatis dan kasuistik?
Ikatan kuat keharusan patuh terhadap kepatuhan hukum secara formal, membuat hukum berada di wilayah keharusan-kewajiban. Pergerakan hukum sebagai kebijakan politik pemerintahan, membuat isu dan fatwa hukum kehilangan sakralitas di tengah-tengah realitas. Inilah mengapa pemerintah setengah hati mengeluarkan kebijakan sebagai hukum, dan masyarakat mulai apatis terhadap kebijakan juga sebagai hukum.
Bagaimana sebenarnya posisi hukum di mata masyarakat. Meskipun dalam pembelajaran hukum kita disibukkan dengan pemaknaan hukum secara formalistik, dan pemaknaan hukum secara subtantif. Namun, negara yang menganut asas legal formal, akan menjadikan hukum sebagai ‘pedang sakti’ kebenaran dan menjadi otoritas kebenaran.
Sehingga, selain hukum, maka semua salah. (al ashlu fi al-asy yaai al tahrim). Ke-kakuan pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis. Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan.
Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum Untuk yang Belajar Hukum
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Dalam hal ini ada tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut.
Pertama, para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi. Hal ini untuk mengatakan integensia hukum, dan psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Keluar dari zona birokrasi kaku, menuju birokrasi elastis. Bukan tanpa birokrasi, tapi birokrasi yang tidak mengabaikan kepentingan dan keutamaan.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
Semua orang yang berkepentingan terhadap politik akan menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji. Tapi masyarakat sudah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis memandang hukum.
Ini adalah buah dari pohon yang ditanam salah pupuk, diharapkan menghasilkan buah yang manis, tapi hanya sekedar menghasilkan buah yang banyak, belum tentu manis.
Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis. Semoga bermanfaat.
Penulis adalah Ka. Pus Pengabdian Kepada Masyarakat UIN SU.














Rakyat Indonesia harus mengikuti aturan yang telah dibuat. Peraturan itu sendiri dibuat agar terciptanya ketertiban. Pemerintah juga harus adil terhadap penegakan hukum di Indonesia. Jangan ada kalimat bahwa ” Hukum Indonesia tajam kebawah tumpul ke atas”. Artinya penegakan hukum itu harus adil untuk semua kalangan masyarakat Indonesia.
Nama : Aneza Rizki Amanda
PM 6A
Menurut pemahaman saya bahwa hukum itu tidak dapat dan tidak boleh ditinggalkan. Dan harus dipahami bahwa hukum menjadi landasan bagi manusia yg hidup dibumi. Hukum menjadi kepentingan bagi manusia. Dalam suatu kehidupan tidak bisa meninggalkan kewajiban yg harus diutamakan dan menjadi peran penting bagi kehidupan.
Nama : Aneza Rizki Amanda
PM 6A
Menurut pemahaman saya bahwa hukum itu tidak dapat dan tidak boleh ditinggalkan. Dan harus dipahami bahwa hukum menjadi landasan bagi manusia yg hidup dibumi. Hukum menjadi kepentingan bagi manusia. Dalam suatu kehidupan tidak bisa meninggalkan kewajiban yg harus diutamakan dan menjadi peran penting bagi kehidupan.
pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis. Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan.
Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpakupragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilansacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.Pertama,psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Keluar dari zona birokrasi kaku, menuju birokrasi elastis. Bukan tanpa birokrasi, tapi birokrasi yang tidak mengabaikan kepentingan dan keutamaan.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
nama : Nita Nurliza Manullang
ingin memberikan tanggapan : saya sangat setuju terhadap semua penjelasan yang ada di artikel tersebut.
Seberapa berpengaruh sebuah aturan bagi masyarakat baik secara individu maupun kelompok, tentu saja sangat berpengaruh karena indonesia adalah negara hukum. Hal ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai Negara hukum maka seluruh aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
nah, jika ditanya ,Apakah masyarakat berhasil melihat produk hukum sebagai aturan mengikat dan berkelanjutan, atau masih memahami pemberlakuan hukum secara pragmatis dan kasuistik?
jawaban nya adalah masyarakat masih memahami pemberlakuan hukum secara pragmatis atau kasuistik.
karena didalam artikel tersebut dijelaskan
” _Semua orang yang berkepentingan terhadap politik akan menjadikan hukum sebagai pijakan dan janji. Tapi masyarakat sudah mulai sadar, pragmatisme politik menjadi bias terhadap pragmatisme hukum, sehingga masyarakat juga sangat pragmatis memandang hukum_ .”
saya juga sangat setuju terhadap tiga hal yang penting untuk dilakukan para pembelajar hukum masa depan, terkait dengan pemaknaan hukum tersebut. Salah satunya adalah para pembelajar hukum juga disarankan belajar sosiologi.
Pak saya ingin bertanya pak, menurut saya begitu berpengaruhnya hukum Bagi masyarakat secara individual maupun kelompok tapi mengapa hukum masih selalu saja dilanggar?
hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpakupragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilansacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.Pertama,psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Keluar dari zona birokrasi kaku, menuju birokrasi elastis. Bukan tanpa birokrasi, tapi birokrasi yang tidak mengabaikan kepentingan dan keutamaan.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis. Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan.
Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum sekarang sangat lah berbeda dengan hukum di zaman dahulu, dikarenakan kurangnya pengamalan secara benar-benar , bahwa hukum itu sangat ketat terhadap aturan itu disebut.
Nama : Emi Mulyani
Sepertinya masyarakat sudah mulai melihat produk hukum sebagai aturan mengikat dan berkelanjutan disebabkan karena hukum dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Seperti yang terlihat bahwa masyarakat telah ikut serta dalam pemilihan umum, baik yang merupakan pemilihan umum presiden, gubernur, bupati atau walikota, atau pemilihan legislatif DPR maupun DPRD
Dan mengenai hukum untuk yang belajar hukum, ya saya setuju bahwa para pembelajar hukum disarankan belajar sosiologi. Saya sempat mendapat mata pelajaran sosiologi di SMA dan sosiologi banyak mempelajari tentang keadaan masyarakat sekitar hal itu tentu akan membantu kita dalam menerapkan hukum yang pantas di wilayah masyarakat itu.
Hukum sebagai panglima yang harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya.
Namun menurut tanggapan saya bahkan tanggapan kalangan masyarakat indonesia lainnya mengatakan bahwa kurang adil nya hukum yang berlaku di Indonesia, karena kurangnya komitmen yang dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia dalam menjalankan tugasnya dengan benar, sekaligus tidak ada penerapan pancasila dalam penegakkan hukum yang terjadi di masyarakat.
Ketidak adilan ini dapat kita lihat dari berbagai kasus seperti sabotase, diskriminasi, bahkan pengistimewaan bagi yang di atas dalam menangani kasus. Bisa dikatakan hukum tajam kebawah tumpul keatas.
Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan-kepentingannya terlindungi, maka hukum seyogyanya dilaksanakan secara nyata. Hukum berfungsi sebagai pengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.Hukum akan mencegah warga masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan bersama. Hal ini akan mendorong terwujudnya suasana aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, hukum berperan menciptakan keamanan dan ketertiban.
pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis. Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan.
Padahal, masyarakat sudah mulai menggeser paradigma pemahaman hukumnya pada wilayah yang sangat elastis. Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan.
Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian sudah sangat terasa. Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
Kesannya sangat pragmatis, tapi pahami saja, pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Menurut saya, hukum disuatu masyarakat ini sangat terpaku dengan sesuatu yang sudah tertulis. Dan kita ( para masyarakat) yang telah dihadapkan dengan konservatisme absolut yang berkepanjangan, juga masyarakatnya sudah mulai bergeser pada paradigma yang hukum wilayahmya sangat elastis. Dan kami sebagai masyarakat menginginkan kehidupan hukum yang adil bukan hukum yang mengekang bagi masyarakat. Terimakasih
Indonesia merupakan negara hukum, demikian bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945.
Yang dimaksud negara hukum adalah negara yang di dalamnya terdapat aturan-aturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar.
Negara hukum berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan didasarkan pada nilai- nilai Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum dan pandangan hidup bangsa.
Para penegak hukum/pemerintah harus adil dan masyarakat pun juga harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah/penegak hukum dan masyarakat agar terciptanya negara hukum yang baik (damai).
Seperti yg kita baca di artikel tersebut Hukum dibentuk untuk menjaga
keseimbangan kepentingan masyarakat,
sehingga tercipta ketertiban dan keadilan
yang dapat dirasakan oleh semua orang
dalam masyarakat yang bersangkutan.
Bahkan dalam mazhab sejarah dinyatakan
bahwa keseluruhan hukum sungguh-sunguh
terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan
kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian
kekuasaan secara diam-diam. Hukum
berakar pada sejarah, di mana akarnya
dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan
kebiasaan warga masyarakat. Seperti artikel di atas banyak hukum di Indonesia yg belom membuahkan hasil kepada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum itu,karena hasilnya tidak manis, makan dari itu jika penengak hukum penuh kezolimanan makan Indonesia akan di keambang kehancuran
Bagaimana sebenarnya posisi hukum di mata masyarakat.
Penegakan hukum yang terjadi saat ini, yang benar bisa menjadi salah yang salah bisa menjadi benar. Praktik mafia hukum di Indonesia saat ini justru semakin merajalela. Namun penegakan hukum saat ini sangat lamban, banyaknya kasus kejahatan-kejahatan yang disikapi secara lamban akan menggerus hukum semakin rendah.
peneggakan hukum di indonesia masih melemah buktinya jika ada seorang pejabat melakukan pelanggaran misalnya korupsi tidak di hukum seberat-beratnya. Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis.
penyebab munculnya permasalahan hukum di Indonesia
– Lemahnya Integritas Penegakan Hukum.
– Struktur Hukum yang Overlapping Kewenangan.
– Sarana dan Prasarana Hukum Kurang Memadai
hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpakupragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Maka, bijaklah kiranya kita mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan. Masyarakat mulai meninggalkan suasana filosofis hukum tentang mengapa sesuatu harus terjadi, tapi masyarakat sudah masuk pada fase pertanyaan mengapa itu tidak terjadi. Pergeseran inilah yang menyebabkan masyarakat menyimpulkan hukum sebagai kebenaran melalui kemanfaatan.
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilansacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.Pertama,psikologi kemasyarakatan. Sehingga hukum bukan hanya lahir sebagai ikatan kuat, tapi menjadi ikatan yang menguatkan sebab hukum bersatu dengan kebutuhan.
Hal ini nanti akan meluaskan pandangan dari positvisme formal menuju pluralisme. Para pembuat hukum dan pembelajar hukum punya pendekatan sosial yang kuat. Sebab, selama hukum jauh dari kepentingan sosial.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kedua, peralihan pemikiran hukum dari deduktif reasoning, menuju induktif reasoning. Bukan membuat hukum secara deduktif (kewibawaan) saja, tapi melahirkan hukum yang sosiologis.
Berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlu kita pahami bahwa kepentingan masyarakat bukan hanya kebutuhan pangan yang materialistik saja, tapi yang dimaksud kepentingan masyarakat menyangkut kemudahan, pengayoman, perlindungan, otoritas keberpihakan, kemanfaatan. Sehingga afiliasi positif masyarakat kembali hidup untuk memandang dan mematuhi hukum sebagai kehidupan, bukan lagi sebagai aturan.
Ketiga, berupaya keluar dari melihat hukum dari satu konteks, menuju hukum yang bisa dilihat dari berbagai konteks.
Go from disiplinary to transdisiplinary. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya.
Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Keluar dari zona birokrasi kaku, menuju birokrasi elastis. Bukan tanpa birokrasi, tapi birokrasi yang tidak mengabaikan kepentingan dan keutamaan.
Tiga ini setidaknya menjadi dasar upaya pergesaran pemaknaan hukum yang kaku menjau elastisitas hukum. Perkembangan zaman ini membuat pergeseran pemaknaan hukum sebagai kewibawaan menjadi hukum sebagai kebutuhan.
Jika hukum sebagai kebutuhan, maka hukum harus dekat dengan kepentingan masyarakat. Dan kedekatan itu pengkajiannya sangat sosiologis.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial dan Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.dan Kebijakan pemerintah tentang ekonomi, bukan hanya membuat masyarakat mudah secara ekonomi, namun mudah pada transportasi, akomodasi, keamanan, kenyamanan dan lainnya.
Maka hukum akan kering dengan kepatuhan. Ini menjadi bias modernisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewibawaan hukum bukan lagi dipandang secara tekstual. Tapi kewibawaan hukum bermain pada tanggungjawab hukum terhadap realitas sosial.
Kita dapat mengetahui makna dari hukum, dan kita juga bisa mengetahui posisi hukum tersebut itu ada dimana. Hukum tersebut juga bisa kita sebut sebagai panglima dasar keadilan. Hukum juga sangat penting bagi masyarakat karena dengan adanya hukum kita dapat menyelesaikan masalah dengan mudah. Dan sekarang kita juga harus lebih memahami apa yg sebenarnya makna dari hukum tersebut dan juga lebih menerapkan nya lebih bagus.
Kemontar saya
Hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat orientasinya adalah kepentingan.Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal. Kita mengenal lembaga arbitrase, kita mengenal upaya damai, mediasi dan lainnya. Dan itu juga merupakan lembaga peradilan, penghakiman.
Seperti yang telah kita baca di artikel di atas, hukum sangat la. Penting untuk suatu kehidupan masyarakat sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan-kepentingannya terlindungi, maka hukum dilaksanakan secara nyata. Hukum berfungsi sebagai pengatur pergaulan hidup secara damai. maka sebeb itu sangat la penting pupuk yg bagus cara penanaman yg bagus. Agar membuahkan habis yg bagus, jika penengak hukum bermasalah makan Indonesia di ambang kehancuran
Berbica soal hukum itukan di dasari oleh undang undang Bagaimana jika penjelasan suatu pasal dalam UU ternyata bertentangan dengan pasal lainnya dalam UU tersebut?
Seperti yang telah kita baca di artikel di atas, hukum sangat la. Penting untuk suatu kehidupan masyarakat sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan-kepentingannya terlindungi, maka hukum dilaksanakan secara nyata. Hukum berfungsi sebagai pengatur pergaulan hidup secara damai. Seperti yang di jelas kan di artikel di atas Indonesia belum membuahkan suatu yg baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yg banyak itu karena bagi mereka rasa nya Masi, maka sebeb itu sangat la penting pupuk yg bagus cara penanaman yg bagus. Agar membuahkan habis yg bagus, jika penengakw hukum bermasalah makan Indonesia di ambang kehancuran
pemahaman hukum menjadikan gerak bangsa ini sangat terpaku pada sesuatu yang tertulis dan Kita dihadapkan pada suasana konservatisme absolut yang berkepanjangan
Kenapa ada Pergeseran paradigma positivis ke arah utilitarian?
Banyak kalangan masyarakat yang tidak perduli lagi akan ada nya hukuman/sanksi
Sebab hukum dinegara kita ini sudah tidak seperti hukum yang dulu, makanya masayarakat sekarang mendengar kan kata hukum jalan kan merespon mendengarkan saja tidak
Maka tidak heran jika masayarakat sekarang lebih terbiasa dengan hukum yang ada di indonesia ini yang semi nya itu Texas
Yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan
Banyak kalangan masyarakat yang tidak perduli lagi akan ada nya hukuman/sanksi
Sebab hukum dinegara kita ini sudah tidak seperti hukum yang dulu, makanya masayarakat sekarang mendengar kan kata hukum jalan kan merespon mendengarkan saja tidak
Maka tidak heran jika masayarakat sekarang lebih terbiasa dengan hukum yang ada di indonesia ini yang semi nya itu Texas
Yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan
Assalamualaikum
Nama saya Mustakim Rizki Ritonga (HTN 2B) diartikel “Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.”
Saya ingin bertanya apa langkah kecil yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengaplikasikan hukum dari law in books menjadi Law in books?
Kita dapat mengetahui makna dari hukum, dan kita juga bisa mengetahui posisi hukum tersebut itu ada dimana. Hukum tersebut juga bisa kita sebut sebagai panglima dasar keadilan. Hukum juga sangat penting bagi masyarakat karena dengan adanya hukum kita dapat menyelesaikan masalah dengan mudah. Dan sekarang kita juga harus lebih memahami apa yg sebenarnya makna dari hukum tersebut dan juga lebih menerapkan nya lebih bagus.
Seperti yang tertulis pada artikel di atas, “Hukum di Indonesia ini banyak” tetapi hal yang membuat hukum Indonesia menjadi hilang kewibawaan disebab kan ada oknum-oknum yang menyalah gunakan jabatan, wewenang, kekuasaan dengan mengatas nama kan Hukum untuk kepentingan sekelompok dan kepentingan pribadi.
Saya setuju dengan artikel diatas. Dan hendaknya kepada teman-teman seperjuangan pelajar Hukum mari kita sama-sama tanamkan pada diri kita, jika suatu saat menjadi penegak Hukum, hendaklah menjadi penegak Hukum yang berintegritas, berakhlak dan amanah. Agar kewibawaan Hukum dimata masyarakat kembali dan masyarakat tidak memandang sebelah mata pada Hukum.
Dari artikel tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa maksud dari artikel tersebut adalah seharusnya pandangan masyarakat terhadap hukum menjadi ketentuan yang seperti makanan sehari hari untuk menjadi batasan perkataan dan perbuatan masyarakat. Dengan catatan masyarakat per individu mempunyai kesadaran diri , jadi yang ingin saya tanyakan tindakan apa yang sudah pihak pemerintah realisasikan untuk masyarakat supaya sadar dan membuat masyarakat menjalankannya dengan sepenuh hati tanpa ada paksaan. Terima kasih
Menurut saya mengapa beberapa masyarakat ada yg tidak mempercayai pemerintah dikarenakan dari pandangan mereka bahwa pemerintah sering membuat hukum dan peraturan yang menyusahkan kehidupan sebagian masyarakat yg merasakanya dan tidak ada bantuan dari pemerintah ,jika ada itupun tidak bisa mencakup kekurangan sebagian masyarakat
Menurut saya mengapa beberapa masyarakat ada yg tidak mempercayai pemerintah dikarenakan dari pandangan mereka bahwa pemerintah sering membuat hukum dan peraturan yang mengekang sebagian masyarakat yg merasakanya dan tidak ada bantuan dari pemerintah ,jika ada itupun tidak bisa mencakup kekurangan sebagian masyarakat
Nama saya Septian Pratama Siregar izin Bertanya pak apa yang dimaksud dengan deduktif reasoning dan induktif reasoning?
Izin Bertanya pak apa yang dimaksud dengan deduktif reasoning dan induktif reasoning?
Mereka menganggap sistemnya sendiri sudah baik, namun pelaksanaannya tidak sesuai yang diharapkan. Peraturannya sebenarnya sudah ada, namun tidak ditegakkan.Masyarakat pun kehilangan kepercayaan terhadap hukum Indonesia, karena menurut mereka “ah, paling cuma wacana doang. Ga akan ditegakkin lah.” Padahal berjalannya hukum di Indonesia, tergantung pada kita-kita juga, yang diatur oleh hukum. Kalau kita sendiri enggan diatur oleh hukum, bagaimana para penegak akan menegakkan hukum? Peraturan-peraturan ini, jika berhasil ditegakkan, akan benefit juga ke kita.
Setelah mengetahui aturan hukum maka seseorang akan mengetahui haknya, kewajiban dan tahu apa yang harus ia lakukan ketika dihadapkan pada masalah hukum. Ketika seseorang melanggar hukum maka ia harus terkena sanksi, ketika kita memahami akan hukum maka kita juga akan mengetahui akan tujuan dari sebuah hukum yaitu menerapkan kebenaran, kedamaian dan menjamin keadilan bagi seluruh warga negaranya.
Namun, nyatanya sebaliknya banyak kasus yang kita lihat bersama, sabotase, diskriminasi, pengistimewaan bagi yang di atas dalam menangani kasus. Bisa dikatakan hukum tajam ke ke bawah tumpul ke atas, istilah ini tepat untuk mendeskripsikan kondisi penegak hukum Indonesia, tapi menurut aturan hukum ini adalah benar.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarkatuh
Seberapa berpengaruh nya hukum bagi masyarakat. Bagi saya hukum sangat berpengaruh bagi masyarakat memang benar tujuan dari di ciptakan nya hukum tersebut tidak lain untuk demi kesejahteraan bersama tetapi dizaman sekarang ini khususnya di Indonesia banyak sekali individu atau bahkan kelompok-kelompok yang melanggar hukum. Mirisnya lagi mereka-mereka ini kebanyakan orang yang tau atau bahkan sangat faham betul apa itu hukum tapi malah melanggar hukum itu.banyak juga di Indonesia ini mereka yang berkuasa, mereka yang membuat hukum tersebut mereka juga yang melanggar nya. Hal-hal inilah yang terkadang membuat masyarakat awam enggan mempercayai pemerintah karena oknum oknum pejabat yang memiliki kuasa itu malah yang lebih sering melanggar hukum. Memang masyarakat melihat bahwa hukum ini merupakan hal yang mengikat dan berkelanjutan tetapi hanya berlaku untuk kalangan bawah yang tidak punya uang dan yang tidak berkuasa saja miris memang tetapi itulah yang terjadi sekarang. Terima kasih
nama: adam Rais harahap
nim: 0206212089
Masyarakat sudah mulai acuh terhadap hukum. Dan masyarakat memaknai hukum sebagai kemanfaatan.
pragmatisme masyarakat itu muncul sebab perlakuan pemerintah terhadap rakyatnya yang juga pragmatis.
Hukum sebagai panglima harus dimaknai bahwa setiap penyelesaian permasalahan harus ada upaya peradilan. Bisa sacara formal bisa juga non formal.
Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas. Hukum bukan hanya bernilai pada satu masalah, tapi kehadiran hukum menjadi makna terhadap penyelesaian masalah lainnya
Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat, sehingga masyarakat mulai meninggalkan hukum yang banyak itu, karena rasanya tidak manis.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarkatuh
Seberapa berpengaruh nya hukum bagi masyarakat. Bagi saya hukum sangat berpengaruh bagi masyarakat memang benar tujuan dari di ciptakan nya hukum tersebut tidak lain untuk demi kesejahteraan bersama tetapi dizaman sekarang ini khususnya di Indonesia banyak sekali individu atau bahkan kelompok-kelompok yang melanggar hukum. Mirisnya lagi mereka-mereka ini kebanyakan orang yang tau atau bahkan sangat faham betul apa itu hukum tapi malah melanggar hukum itu.banyak juga di Indonesia ini mereka yang berkuasa, mereka yang membuat hukum tersebut mereka juga yang melanggar nya. Hal-hal inilah yang terkadang membuat masyarakat awam enggan mempercayai pemerintah karena oknum oknum pejabat yang memiliki kuasa itu malah yang lebih sering melanggar hukum. Memang masyarakat melihat bahwa hukum ini merupakan hal yang mengikat dan berkelanjutan tetapi hanya berlaku untuk kalangan bawah yang tidak punya uang dan yang tidak berkuasa saja miris memang tetapi itulah yang terjadi sekarang. Terima kasih
PR bagi pemerintah adalah menciptakan paradigma hukum yang mana masyarakat memandang hukum sebagai kehidupan dan sebuah kebutuhan bukan lagi sebagai aturan yang mengekang dan syarat kepentingan.
Hukum yang dibuat juga harus memiliki kedekatan sosial, karena tanpa itu hukum hanyalah sebatas momok bagi masyarakat.
Dan hukum hendaknya tidak hanya menjadi solusi bagi suatu masalah apalagi berpotensi tumpang tindih terhadap hukum lainnya, namun hendaknya kehadiran hukum menjadi makna bagi penyelesaian masalah lainnya.
menurut saya,pentingnya aturan bagi masyarakat karena jika tidak ada peraturan maka masyarakat akan bertindak semaunnya dan tidak bakal pernah mau menaati peraturan maupun dari pemerintahan sendiri.
jika ada hukum atau aturan maka di masyarakat itu juga akan bisa menjadi masyarakat yang berwibawa dan pandai memahami aturan dari pemerintah.Dan hukum juga bisa menyelesaikan masalah mau itu masalah kecil atau pun masalah yang fatal banget.Hukum bisa jadi kebenaran dan bermanfaat bagi masyarakat.
Masyarakat menginginkan hukum yang hidup dalam kehidupan ini, bukan hukum yang mengekang kehidupan. Ketika satu hukum lahir, bukan hanya bermanfaat untuk satu hal, namun mampu menjadi bias baik pada beberapa hal lainnya. Hukum bukan hanya bermakna pada satu rumah, tapi adanya hukum membuat kemanfaatan pada satu komunitas.
Ilmu pengetahuan memang berkembang begitu cepat. Hal ini dimungkinkan, karena ia mengibaskan cara orang mengusahakan ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang sangat sakral dalam pandangan teologia, ilmu hukum adalah merupakan salah satu bagian kajian yang tak pernah putus seiring dengan kemajuan teknologi dan manusianya dalam kehidupan masyarakat sehingga pandangan-pandangan tentang ilmu hukum itu sering berbenturan dengan keadaan yang ada dimana kajiannya lebih bersifat integral dan bukan pada bagian ilmu yang tersendiri.
Ilmu pengetahuan memang berkembang begitu cepat. Hal ini dimungkinkan, karena ia mengibaskan cara orang mengusahakan ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang sangat sakral dalam pandangan teologia, ilmu hukum adalah merupakan salah satu bagian kajian yang tak pernah putus seiring dengan kemajuan teknologi dan manusianya dalam kehidupan masyarakat sehingga pandangan-pandangan tentang ilmu hukum itu sering berbenturan dengan keadaan yang ada dimana kajiannya lebih bersifat integral dan bukan pada bagian ilmu yang tersendiri.Ilmu hukum memandang hukum dari dua aspek; yaitu hukum sebagai sistem nilai dan hukum sebagai aturan sosial. Dalam mempelajari hukum adalah memahami kondisi intrinsik aturan hukum. Hal inilah yang membedakan ilmu hukum dengan disiplin lain yang mempunyai kajian hukum disiplin-disiplin lain tersebut memandang hukum dari luar. Studi-studi sosial tentang hukum menmpatkan hukum sebagai gejala sosial. Sedangkan studi-studi yang bersifat evaluatif menghubungkan hukum dengan etika dan moralitas.
Banyaknya hukum di Indonesia ini, belum membuahkan sesuatu yang baik pada masyarakat,
Kita harus mulai menggeser pemaknaan hukum dari wilayah positivisme formal menuju pluralisme. Menjadikan state law sebagai living law, sehingga aplikasi hukum idealita bukan hanya di buku (law in books), namun sudah menjadi law in action.
Nama: Fikri haikal den pratama
Nim: 0206212035
mantap pak kapus, terimakasi ilmuna
Terima Kasih Ilmunya Pak Dr, sehat selalu..