JAKARTA (Waspada): Kondisi ekonomi di Indonesia yang didominasi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), memberi nuansa tersendiri bagi penyelerasan kurikulum pendidikan vokasi dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI). Hal itu menjadi atensi utama Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam mendorong kemitraan strategis antara sektor pendidikan vokasi dan industri sebagai upaya mentransformasi ekonomi nasional.
Dalam Forum Vocationomics di Jakarta, Selasa (3/12/2024), Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Adi Nuryanto mengatakan, kemitraan ini tidak hanya menjadi jembatan untuk menghubungkan institusi pendidikan vokasi dengan dunia usaha, tetapi juga menciptakan inovasi berbasis kebutuhan pasar.
Saat ini ada sedikitnya 63 juta unit usaha menengah dan kecildi Indonesia. Sementara usaha berskala besar hanya 5 ribu unit atau 0,01 dari seluruh unit usaha. UMKM sendiri menyerap tenaga kerja lebih dari 90 persen. Kebanyakan bekerja di sektor informal dan non formal. Dunia Industri mampu menyerap 3 juta pekerja dari 130 juta angkatan kerja yang ada.
“Kondisi tersebut membawa arah kurikulum pendidikan vokasi supaya lebih banyak menyasar pada kebutuhan UMKM,” kata Adi.
Selain itu, yang perlu diperkuat adalah penguasaan teknologi. Pendidikan vokasi dengan adaptasi tinggi pada kemajuan teknologi, membuat keberhasilan lebih baik bagi perkembangan ekonomi sebuah negara.
Dikatakan Adi, Direktorat Mitras DUDI sejak 2023 lalu telah mengembangkan satu wadah kemitraan bersifat integratif antara pendidikan vokasi dan industri yang bernama Mitreka Vokasi.
“Melalui platformini kami bisa melihat bagaimana gambaran kemitraan berjalan di lembaga pendidikan vokasi secara utuh. Kami juga bisa mengukur persepsi kemitraan dari dunia usaha, dunia industri kepada pendidikan vokasi,” ujarnya.
Adi menekankan Mitreka Vokasi merupakan wadah yang bersifat konstruktif, dimana wadah ini bisa menjadi motor penggerak kemitraan sekaligus alat untuk meningkatkan kualitas kemitraan.
Hingga kini, ungkapnya, Mitreka Vokasi telah mencatatkan partisipasi 81 perguruan tinggi vokasi, 385 program studi, lebih dari 3.500 dosen dan staf, serta lebih dari 6.900 mahasiswa yang terlibat dalam kemitraan.
“Dalam perjalanannya Direktorat Mitras DUDI telah melakukan asesmen mutu kemitraan atau indeks kemitraan oleh Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di masing-masing institusi perguruan tinggi vokasi,” ujarnya.
Sebagai hasilnya, papar Adi, indeks rata-rata kemitraan nasional pada angka 2,35 dari 4, dengan tiga variabel penilaian yaitu kesiapan, implementasi, dan output atau outcome kemitraan.
“Artinya, ini menunjukkan bahwa perkembangan kemitraan pendidikan vokasi telah memiliki aspek kesiapan yang cukup, namun aspek implementasi dan output/outcome masih perlu ditingkatkan,” tegasnya.
Meski demikian Adi optimistis dengan penguatan kemitraan dan inovasi, pendidikan vokasi dapat menjadi penggerak transformasi ekonomi Indonesia.
Oleh karena itu Adi mengajak peran serta para mitra di sekolah vokasi dan industri untuk bersama-sama menciptakan ekosistem yang lebih inklusif, produktif, dan berkelanjutan.