Anak Panyabungan Timur Hendak Operasi, Tak Ada Biaya

  • Bagikan
Nasaruddin, 11, warga Desa Tanjungjae, Kec. Panyabungan Timur, Madina, hendak operasi di Medan pakai BPJS butuh biaya transportasi dan biaya hidup sehari-hari. Waspada/Ist
Nasaruddin, 11, warga Desa Tanjungjae, Kec. Panyabungan Timur, Madina, hendak operasi di Medan pakai BPJS butuh biaya transportasi dan biaya hidup sehari-hari. Waspada/Ist

MADINA (Waspada): Nasaruddin, 11, warga Desa Tanjungjae, Kec. Panyabungan Timur, Kab. Mandailing Natal, sudah empat tahun merasakan sakit di bagian tenggorokan dan mengalami lemah saraf otak akibat cairan terus membengkak di bagian wajahnya.

Anak dari pasangan Mulyadi, 36, dan Yusniar, 35, sekarang menanggungkan, setelah berobat di salah satu rumah sakit di Medan dihentikan, karena tidak ada biaya hidup sehari-hari dan biaya transportasi ke Medan untuk operasi.

Dijumpai wartawan, Senin (2/7), Yusniar, ibu kandung Nasaruddin, menjelaskan, penyakit diderita anaknya, berawal dari tahi lalat di bagian wajah. Ini, Nasaruddin derita sejak lahir.

“Awalnya, cuma tahi lalat di wajahnya. Herannya, tahi lalatnya terus membesar. Sekarang, anak saya sering merasa sakit di tenggorokan, bahkan merusak pita suara, belum lagi saraf otaknya yang semakin lama semakin melemah, sering mengeluh sakit di kepala,” kata Yusniar.

Ia mengaku, dengan modal BPJS pada 2011, anaknya masih duduk di bangku SD, pernah dibawa berobat ke rumah sakit di Medan 10 hari dirawat, biaya hidup di Medan habis dan akhirnya penanganan medis pun dihentikan.

“Sebenarnya, kalau biaya berobat gratis karena ada BPJS. Cuma, biaya hidup sehari-hari yang menjadi kendala utamanya, kalau ayahnya tidak bekerja. Dari mana kami dapat makan, untuk biaya sehari-hari saja kami susah, Pak,” tutur Yusniar, sambil menangis.

Dari hasil diagnosa dokter, kata Yusniar, benjolan di wajah Nasaruddin itu adalah cairan. Dokter pernah menyarankan untuk operasi, namun keterbatasan biaya hidup dan perongkosan ke Medan menjadi kendala utama.

Ayah Nasaruddin sendiri diketahui hanya bekerja sebagai buruh tukang, tinggal di rumah kayu berukuran 3×4 saja dan memiliki empat anak. pasangan suami istri ini tetap berharap kesembuhan anaknya.

“Seandainya ada dermawan yang bisa memberi kami biaya sehari-hari selama berjalannya pengobatan, pasti anak kami akan kami bawa kembali berobat,” harap Yusniar. (irh)

  • Bagikan