LANGKAT (Waspada) : Sebanyak 240 kepala desa (Kades) di Kabupaten Langkat, diduga menjadi “sapi perah” oknum di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kelurahan (PMDK).
Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, 240 desa yang tersebar di 23 kecamatan tersebut diwajibkan mengikuti kegiatan outbound. Kegiatan ini, disinyalir sebagai pengganti judul bimbingan teknis (Bimtek) yang saat ini menurut Kades sudah dilarang pemerintah.
Tak tanggung-tanggung, setiap kepala desa di Kabupaten Langkat harus mengeluarkan biaya Rp3,5 juta per kegiatan outbound. Ironinya, kegiatan itu dilakukan 3 kali dalam satu tahun.
Jika dihitung, anggaran outbound yang dibebankan kepada masing-masing kades sebesar Rp3,5 juta dikali 240 desa, maka totalnya mencapai Rp840 juta per sekali kegiatan.
Sementara, satu kepala desa dibebankan tiga kali kegiatan outbound dalam satu tahun, maka Rp840 juta x 3, sehingga total keseluruhan dana desa yang dihabiskan mencapai Rp2,5 miliar dalam satu tahun.
Dengan anggaran yang cukup fantastis itu, tidak tertutup kemungkinan outbound hanya menjadi ajang bagi-bagi oleh oknum di PMDK Kabupaten Langkat. Bahkan, kegiatan ini sudah berjalan lama tanpa ada hambatan.
Selidik-punya selidik, dalam lingkaran ini ternyata ada dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum. Sehingga pungutan yang membebankan pemerintah desa itu pun berjalan mulus tanpa tersentuh hukum.
Keterlibatan oknum aparat juga disebutkan sangat besar dalam lingkaran ini. Sebab, kepala desa yang tak ikut aturan, akan terus dicari kesalahan dan malah dapat dijerat hukum. Kepala desa di Langkat sering menyebutkan dengan kata, “kalau nekat melawan arus, hanyut”.
Menurut pengakuan Kades yang ditemui di lapangan, tahun 2023 ini outbound masih dilakukan satu kali. Peserta outbound langsung diisi oleh Kades.
“Biasanya itu tiga kali, peserta pertama kades, kemudian disusul perangkat desa dua kali. Biaya sama, setiap kegiatan diminta Rp3,5 juta,” ungkap kades yang minta namanya dirahasiakan.
Lebih lanjut dijelaskannya, sebelum adanya outbound, PMDK meminta anggaran Bimtek. Belakangan, sebutnya, Bimtek dilarang dan diganti judul menjadi outbound.
“Cuma judul aja beda, kegiatannya sama aja. Ada pembekalan dan hiburan, seperti itulah. Biasanya dua hari. Narasumber ya dari mereka (PMDK),” bebernya.
Agar kegiatan ini tidak menjadi perhatian, sambungnya, PMDK dan Apdesi membuat kegiatan outbound secara bertahap. “Sekarang dibuat per dua kecamatan, jadi gak terlalu ramai. Nanti, Apdesi kecamatan yang mengumpulkan dana dan diserahkan ke Apdesi kabupaten,” terangnya.
Jika kegiatan ini terus berlanjut, katanya, maka sudah jelas 240 Kades yang ada di 23 kecamatan Langkat menjadi sapi perah. “Udah gak salah lagi, kalau dibiarkan memang benar jadi sapi perah kami. Bila perlu Poldasu atau KPK langsung lidik aja ini,” harapnya.
Sementara itu, Plt Kadis PMDK Kabupaten Langkat, Basrah Pardomuan, ketika dikonfirmasi terakit dugaan kades menjadi “sapi perah”, memberikan menjawab singkat. “Nanti coba saya cek ke desa,” ucapnya baru-baru ini.
Disoal biaya outbound mencapai Rp3,5 juta yang ditetapkan PMDK, Basrah menjelaskan, bahwa besaran biaya itu sudah tertera di APBDes masing-masing.
“Untuk besaran biaya outbound itu tertera di APBDes masing-masing desa dan sudah ditetapkan tahun 2022 untuk penyusunan APBDes tahun 2023 ini. PMD tidak punya kewenangan menetapkan besarannya,” kata Basrah.
Ketika disinggung biaya itu diminta sebelum penyusunan APBDes dilakukan, Basrah mengaku tidak mengetahui hal itu. “Oh, saya kurang tahu itu. Sebab saya Plt sejak Maret 2023, sementara penyusunannya di tahun 2022,” terang Basrah. (a34)