DELISERDANG (Waspada.id): Kanker kolorektal, yang dikenal sebagai kanker usus yang terjadi di usus besar, rektum, atau usus buntu, merupakan salah satu kanker paling mematikan di dunia. Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang, dimana sekitar 60% kasus terdiagnosis sebagai kanker kolorektal yang berakhir pada kematian.
Fakta ini disampaikan oleh dr. Asri Ludin Tambunan M.Ked (PD), Sp.PD-KGEH yang juga menjabat sebagai Bupati Deliserdang dalam edukasi Kanker Kolorektal kepada masyarakat di RSUD Pancur Batu pada Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Program Studi S3 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Jumat (12/11/25).
Ia menjelaskan bahwa kanker kolorektal adalah kanker yang paling sering didiagnosis kedua pada wanita, ketiga pada pria, dan keempat di seluruh dunia. Setiap tahun, lebih dari satu juta kasus baru ditemukan secara global.
Bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional, ia berharap edukasi ini menyadarkan masyarakat dan memahami risiko, gejala, dan pentingnya deteksi dini berbagai penyakit berbahaya.
dr. Asri Ludin Tambunan yang juga ketua PPM Sumut menambahkan bahwa banyak penderita kanker kolorektal datang terlambat ke fasilitas kesehatan karena takut atau lebih percaya pada pengobatan alternatif.
“Banyak orang tidak merasakan gejala pada tahap awal penyakit. Gejala umum meliputi diare, sembelit, darah dalam tinja, sakit perut, penurunan berat badan hingga kelelahan,” papar Asri Ludin Tambunan.
Keterlambatan penanganan dan pengobatan yang tidak optimal sering berujung pada hasil terapi yang kurang baik. “Ini akhirnya memengaruhi kesejahteraan dan kehidupan ekonomi masyarakat karena beban yang ditimbulkan akan semakin besar,” tuturnya.
Sebagai Ketua PPM, ia juga menekankan pentingnya penyebaran edukasi ini secara luas. “Kanker kolorektal dapat dicegah dan dideteksi lebih awal. Kuncinya adalah tidak menunda pemeriksaan,” tegasnya.
Sementara itu, dr. Darmadi memaparkan bahwa asupan daging olahan yang tinggi menjadi salah satu faktor risiko yang memicu kanker kolorektal. “Selain daging, kurangnya konsumsi buah dan sayur, gaya hidup tidak sehat, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol berlebih juga sangat berkontribusi terhadap perkembangan kanker kolorektal,” jelasnya.
Untuk itu, dr. Darmadi berharap, masyarakat lebih waspada terhadap gejala yang dialami dan segera melakukan konsultasi kesehatan. “Skrining jadi peran kunci dalam mengendalikan kanker ini. Tes darah okultisme tinja (FOBT), sigmoidoskopi fleksibel (FS), kolonoskopi, dan kolonoskopi virtual (VC) adalah tes skrining utama untuk kanker kolorektal,” pungkasnya.

Hal yang sama juga disampaikan dr. Asri Ludin Tambunan M.Ked (PD), Sp.PD-KGEH pada kegiatan edukasi kanker kolorektal dalam rangka Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Program Studi S3 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Jambur Desa Gunung Meriah, Kecamatan Gunung Meriah, Jumat (21/11).
Dijelaskan dr. Asri Ludin Tambunan, kolorektal, yang dikenal sebagai kanker usus dan terjadi di usus besar, rektum, atau usus buntu, merupakan salah satu penyakit mematikan yang menjadi beban kesehatan global. Di negara berkembang, sekitar 60% kasus kanker kolorektal berakhir pada kematian, menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini.
Dalam penyampaian materinya, dr. Asri Ludin Tambunan menjelaskan bahwa kanker kolorektal adalah kanker paling sering didiagnosis kedua pada wanita, ketiga pada pria, dan keempat secara global. “Setiap tahun lebih dari satu juta kasus baru ditemukan di seluruh dunia. Banyak pasien datang terlambat karena takut berobat atau lebih percaya pada metode alternatif,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa banyak penderita tidak merasakan gejala di tahap awal. “Gejalanya bisa berupa diare, sembelit, darah dalam tinja, sakit perut, penurunan berat badan, hingga kelelahan. Ketika penanganan terlambat, hasil terapi biasanya juga kurang optimal dan berdampak pada kesejahteraan serta kondisi ekonomi keluarga,” jelasnya.
Ia berharap edukasi ini dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait risiko, gejala, dan urgensi deteksi dini penyakit berbahaya. dr. Asri yang juga merupakan Bupati Deli Serdang ini juga menekankan komitmen penyebaran edukasi yang lebih luas agar pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.
Sementara itu, dr Frenky J. Manurung, MARS, M.Ked (PD), Sp.PD memaparkan bahwa pola makan tinggi daging olahan merupakan salah satu faktor risiko utama. “Kurangnya konsumsi buah dan sayur, gaya hidup tidak sehat, obesitas, merokok, serta konsumsi alkohol berlebih sangat berkontribusi terhadap perkembangan kanker kolorektal,” sebutnya.
dr. Frenky menambahkan, kanker kolorektal adalah kanker ketiga paling umum di dunia, mencakup sekitar 10% dari seluruh kasus kanker, dan menjadi penyebab kematian terkait kanker kedua secara global, terutama menyerang masyarakat berusia 50 tahun ke atas.

“Tingkat kewaspadaan harus ditingkatkan. Skrining adalah kunci. Pemeriksaan seperti FOBT, sigmoidoskopi fleksibel, kolonoskopi, hingga kolonoskopi virtual dapat membantu mendeteksi kanker lebih awal,” sebutnya.
dr. Frenky juga menerangkan bahwa dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasien yang diskrining secara teratur dan setiap tahun memiliki kemungkinan 33% lebih kecil untuk meninggal akibat kanker kolorektal dibandingkan dengan mereka yang tidak diskrining.(id.28)











