Scroll Untuk Membaca

FeaturesSumut

Warga Fakir Itu Tempati Rumah Yang Terancam Roboh

Warga Fakir Itu Tempati Rumah Yang Terancam Roboh
LANTAI rumah yang ditempati kedua abang beradik ini sudah patah akibat lapuk. Waspada/Asrirrais
Kecil Besar
14px

Di pinggiran paluh Alur Hitam yang terletak di Lingk IX, Kel. Bukit Kubu, Kec. Besitang, Kab. Langkat, berdiri sebuah rumah panggung yang dihuni oleh seorang pria bersama sang adik yang menyandang disabilitas.

Pemuda tuna wicara bernama Herman Asani Daulai, 35, ini tinggal serumah bersama abangnya, Apifudin Daulai, 52. Kedua abang beradik ini menempati rumah warisan yang ditinggalkan kedua orang tua mereka yang sudah belasan tahun wafat.

Rumah panggung dengan konstruksi kayu ini tidak memiliki anak tangga, karena tangga bagian depan rumah sudah patah akibat lapuk. Kayu broti sebagai galangan lantainya sudah patah akibat lapuk. Agar rumah tetap berdiri, galangan lantai terpaksa disokong.

Lantai rumah juga sudah merata keropos, bahkan persis di ruangan tengah, tampak bolong karena lantai rumah sudah bertahan. Siapa pun yang masuk ke dalam ruang rumah panggung ini, harus ekstra hati-hati untuk melangkahkan kaki.

Apifudin dan adik bungsu Herman selama ini tidur di dalam ruangan kamar yang hanya berukuran sekitar 2 x 3 meter. Dinding dan pintu kamar hanya ditutupi selembar terpal plastik warna biru, serta karung berwarna putih yang terlihat kusam dan sudah robek.

Pada siang hari, ruangan rumah panggung ini terlihat terang karena cahaya matahari bebas menerobos masuk dari celah-celah lubang. Tapi, sebaliknya, pada malam hari, ruangan berubah menjadi gelap gulita karena tidak ada penerangan listrik.

Saat disambangi Waspada.id, Minggu (28/4), duda yang tidak dikarunia anak ini tampak sedang memperhatikan kolong rumahnya yang sudah patah akibat proses pelapukan. Kayu penyokong lantai terlihat cukup rapat guna mengantisipasi agar tidak roboh.

Apid mengakui ia sangat berkeinginan untuk memperbaiki rumah tempat tinggalnya. Tapi, apa daya, sebagai tukang panjat kelapa dan penjual jasa tenaga melangsir tanah timbun, ia tak punya biaya.

Penghasilannya yang ia dapat setiap hari dari hasil keringatnya hanya cukup buat memenuhi kebutuhan sejengkal perut. Hasil kerja yang hanya pas-pasan untuk makan membuatnya tak bisa menyisihkan uang untuk memperbaiki rumahnya yang sudah terancam roboh.

Yang membuat miris, keluarga stratafikasi sosial yang tergolong sangat miskin ini sama sekali tidak pernah mencicipi bantuan sosial (bansos) di tengah pemerintah, dalam hal ini Kemensos jor-joran menggelontorkan bansos, baik berbentuk pangan, maupun uang tunai.

“Sejak dulu, aku sama sekali tidak pernah menerima bantuan apa pun,” imbuh pria berdarah Mandailing ini dengan suara datar. Meskipun hidup dalam lingkaran kemiskinan, tapi, semangat Apid untuk mempertahankan hidup tetap tinggi.

Dengan modal tenaga, setiap hari ia berusaha mencari pocokan memanjat pohon kelapa dan melangsir tanah timbun. Apabila pocokan lagi tidak ada, ia dengan bermodal karung plastik bergerilya ke kebun-kebun warga untuk meleles berondolan sawit sisa dari panenan.

Apid dan Herman, adalah salah satu sketsa warga miskin di Langkat yang selama ini luput dari perhatian pemerintah. Program bedah rumah yang selama ini dijalankan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kab. Langkat belum pernah menyasar warga fakir ini.

Agar pasangan abang beradik yang hidup papa ini dapat tinggal di rumah yang layak huni, perhatian dari Pemkab dan Baznas Langkat sangat diperlukan, apalagi selama ini Baznas sudah cukup banyak melakukan program bedah rumah buat warga miskin. WASPADA.id/Asrirrais

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE