DWP Perkim Pidie Kenduri Kue Apam

- Aceh
  • Bagikan

SIGLI (Waspada): Dharma Wanita Persatuan (DWP) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Pidie mengadakan kenduri ‘teut apam’, Rabu (9/2).

Acara yang berlangsung di halaman kantor Dinas Perkim setempat dihadiri ratusan undangan. Wakil Bupati Pidie Fadhlullah TM Daud, ST, Kadis Perkim Kabupaten Pidie Thantawi, ST serta para kepala dinas. Hadir juga Wakil Ketua PKK Kabupaten Pidie Ny. Wikan Wistihartati, SH Fadhlullah, Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kabupaten Pidie, Ny Hj Suhartina, AMd,Keb, H Idhami, Ketua Dharma Wanita Persatuan Perkim Kabupaten Pidie Ny Fitria Thantawi.

Ketua DWP Perkim Kabupaten Pidie, Ny Fitria Thantawi mengatakan kegiatan kenduri teut kue apam (kue serabi-red), ini merupakan tradisi dan budaya warga Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh yang diwarisi sejak lama. Tradisi atau budaya kuliner tradisional ini perlu dijaga dan dilestarikan. Terlebih kata dia, pada bulan Rajab, tradisi bakar kue serabi atau teut apam ini ramai-ramai dilakukan di seantero Kabupaten Pidie.

Kata dia, hampir setiap gampong (desa-red) di daerah berjuluk Pang Ulee Buet, Ibadat, Pang Ulee Hareukat, Meu Goe, itu para kaum ibu di sana melakukan kenduri toet apam. “Kenduri teut apam, ini biasa dilakukan pada bulan Rajab, karena bermakna saling berbagi atau bersedekah,” kata Fitria Thantawi.

Lanjut dia, apalagi Pemkab Pidie tradisi atau budaya teut apam (serabi), ini sudah dijadikan sebagai agenda rutin tahunan.

Sementara Ketua DWP Kabupaten Pidie, Ny Hj Suhartina, AMd,Keb, sangat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh DWP Perkim Kabupaten Pidie. Kata dia dengan adanya kegiatan teut apam, seperti yang dilakukan oleh DWP Perkim, ini para generasi muda akan selalu mengingat budaya atau tradisi ini. Apalagi mengingat kemajuan zaman, budaya luar tidak terbendung masuk ke daerah sehingga secara pelan-pelan budaya lokal akan tergerus atau hilang, oleh sebab itu perlu dilestarikan.

Menurut Hj Suhartina H Idhami, memasak kue apam atau serabi ini tidak sulit karena dibuat dari campuran tepung beras, santan, air kelapa, air putih, garam dan gula pasir. Selanjutnya, adonan yang sudah diaduk, dimasak dalam sebuah caprok tanoh (periuk tanah-red) berukuran kecil. Biasanya sebut dia, saat dimasak tidak menggunakan kompor atau kayu bakar. Kaum ibu-ibu biasanya memasak dengan ôn ‘ue thô (daun kelapa kering-red).

Sedangkan kuahnya terbuat dari santan yang dimasak dicampur dengan buah nangka, ketela, dan gula pasir. Setelah matang dihidangkan dan dibagi-bagikan kepada semua warga kampung atau undangan. (b06)

  • Bagikan