Scroll Untuk Membaca

Al-bayan

Tafakur Atha’ Bin Abi Rabah: Tabi’in Besar Ahli Hadist Akhir Abad Ke-1 Hijriah Dari Negeri Habasyah (Absenia-Ethiopia)

Tafakur Atha’ Bin Abi Rabah: Tabi’in Besar Ahli Hadist Akhir Abad Ke-1 Hijriah Dari Negeri Habasyah (Absenia-Ethiopia)
Kecil Besar
14px

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

Atha’ Bin Abi Rabah Aslam Bin Shafwan ( عطاء بن ابي رباح اسلم بن صفوان) adalah seorang ulama yang berasal dari Negeri Habasyah (Ethiopia), suatu wilayah yang terletak di daerah Tanduk Afrika. Daerah ini merupakan salah satu tempat peradaban tertua di dunia. Negeri Habasyah atau Absenia, di era sekarang lebih dikenal dengan nama Ethiopia, sebuah negara merdeka tertua di kawasan Afrika. Salah satu mu’adzin Madinah legendaris yang langsung ditunjuk oleh Nabi Saw yaitu Bilal Bin Rabah juga berasal dari negeri Habasyah (Absenia – Ethiopia) ini.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Tafakur Atha' Bin Abi Rabah: Tabi'in Besar Ahli Hadist Akhir Abad Ke-1 Hijriah Dari Negeri Habasyah (Absenia-Ethiopia)

IKLAN

Habasyah atau Absenia atau Ethiopia merupakan wilayah bersejarah bagi umat Islam, mengingat wilayah ini pernah menjadi tempat pertama hijrahnya para sahabat Nabi Saw dimana peristiwa tersebut terjadi pada tahun ke-5 sejak bi’tsah (Nabi Muhammad Saw diutus menjadi Rasul atau Nabi) atau tepatnya 7 tahun (tahun 615 M) sebelum Nabi Saw hijrah ke Madinah.

Menurut imam Ibnu Ishaq di dalam kitab Sirahnya, hijrah pertama para sahabat Nabi Saw ke Habasyah ini terdiri atas 11 orang sahabat laki-laki dan 4 orang sahabat perempuan yang dipimpin oleh Utsman Bin Mazh’un. Turut serta dalam rombongan hijrah pertama para sahabat tersebut di antaranya adalah sayidina Utsman Bin Affab bersama Ruqayyah putri Rasulullah Saw, Abdurrahman Bin Auf, Abu Huzaifah, Utbah Bin Rabi’ah bersama istrinya yang bernama Sahlah Binti Suhail Bin Amru, al Zubair Bin Awwam, Mus’ab Bin ‘Umair, Abu Salamah Bin Abdul Asad dan istrinya yang bernama Ummu Salamah Binti Abu Umayyah Bin al Mughirah, Amru Bin Rabi’ah dan istrinya yang bernama Laila Binti Abi Hatsmah, dan lain-lainnya.

Pada saat hijrah pertama para sahabat tersebut, negeri Habasyah atau Absenia di bawah kekuasaan kerajaan Aksum yang dipimpin oleh rajanya yang bergelar Negus atau Najasi (نجاسي) yang bernama Ashama Bin Abjar yang populer dengan panggilan Negus Armah atau Ella Tsaham atau Najasi. Rombongan pertama sahabat Nabi Saw yang hijrah itu diterima dengan baik oleh raja Najasi yang saat itu menganut agama kristen dan rombongan para Sahabat Nabi Saw tersebut ditempatkan di suatu tempat bernama Negash yang terletak di sebelah Utara Provinsi Tigray (peta Ethiopia sekarang) dan akhirnya Negash menjadi pusat penyebaran Islam di seluruh bahagian Afrika Timur.

Selanjutnya, Atha’ Bin Abi Rabah Aslam Bin Shafwan adalah murid utama dalam bidang hadist dari sahabat Nabi Saw yang bernama Abdullah Bin Abbas dan Jabir Bin Abdillah. Dengan demikian, Atha’ Bin Abi Rabah Aslam Bin Shafwan menjadi salah seorang perawi hadist dari kalangan tabi’in besar yang tsiqah (terpercaya) dan ahli dalam bidang penafsiran Al Qur’an serta ahli dalam bidang fikih dan sekaligus menjadi guru bagi tabi’in lain dan tabi’ tabi’in, hal tersebut dibenarkan oleh imam Ibnu Hajar al Asqalani dan imam al Daraquthni yang pernah meneliti tentang kehidupan Atha’ Bin Abi Rabah sebagai seorang muhadits masyhur dari kalangan tabi’in besar.

Atha’ Bin Abi Rabah dilahirkan di kota al Janad salah sebuah kota terkenal di Yaman pada tahun 647 Miladiah dan wafat di Mekkah pada tahun 732 Miladiah (114 H) dalam usia 85 tahun. Atha’ Bin Abi Rabah pernah menjadi budak di Mekkah dari tuannya bernama Habibah Binti Maisarah Bin Abi Hutsaim yang berasal dari keluarga al Fihru, namun kemudian Atha’ Bin Abi Rabah dimerdekakan oleh tuannya, karena semangat keilmuan yang ada padanya. Oleh karena itu Atha’ Bin Abi Rabah disebut maula (hamba sahaya yang telah dibebaskan) dan sejak itu, Atha’ Bin Abi Rabah menetap di Mekkah.

Kemudian, karena Atha’ Bin Abi Rabah berguru kepada sahabat Nabi Saw yang bernama Abdullah Bin Abbas dan Jabir Bin Abdillah, maka jalur periwayatan hadistnya banyak melalui Abdullah Bin Abbas dan Jabir Bin Abdillah. Di samping berguru kepada Abdullah Bin Abbas dan Jabir Bin Abdillah, Atha’ Bin Abi Rabah juga berguru kepada beberapa sahabat Nabi Saw lainnya yang ada di Mekkah seperti Mu’adz Bin Jabal, Atab Bin Sa’id, al Harits Bin Hisyam, Utsman Bin Thalhah, dan ‘Uqbah Bin al Harits.

Acmad Musyahid Idrus di dalam bukunya Moderasi Bermazhab Dalam Tinjauan Normatif, Sosiologi, Dan Filosofis yang diterbitkan pada tahun 2020 oleh penerbit Alauddin University Press, pada halaman 257-258 menyebutkan bahwa Atha’ Bin Abi Rabah tercatat sebagai ulama tabi’in besar dan mufti pertama di Mekkah yang diberi wewenang untuk berfatwa bagi penduduk Mekkah. Di antara murid Atha’ Bin Abi Rabah dari kalangan tabi’in adalah Amru Bin Dinar dan murid Atha’ Bin Abi Rabah dari kalangan tabi’ tabi’in adalah Umar Bin Habib dan lain-lainnya.

Adapun murid-murid Atha’ Bin Abi Rabah yang menjadi ulama yang masyhur pada zamannya di antaranya adalah Ibnu Syihab al Zuhri, Qatadah Bin Da’amah, Malik Bin Dinar, Sulaiman Bin Mihran al A’masy, al Auza’i, dan lain-lainnya. Pada suatu sisi, capabilitas Atha’ Bin Abi Rabah dapat dilihat dari jumlah hadist yang diriwayatkan oleh imam al Bukhari di dalam kitab Shahihnya melalui jalur periwayatan Atha’ Bin Abi Rabah yang berjumlah 109 buah hadist.

Selain menulis tentang hadist, Atha’ Bin Abi Rabah juga menulis kitab tentang ‘ulum Al Qur’an yang diberi nama kitab Gharib Al Qur’an. Selanjutnya di dalam perkembangan pemikiran fikih, pemikiran fikih Atha’ Bin Abi Rabah ini menjadi salah satu inspirasi bagi imam al Syafi’i di dalam penulisan kitabnya yaitu al Umm.

Menurut Ibnu Juraij bahwa Atha’ Bin Abi Rabah banyak menghabiskan waktunya di dalam masjid, sehingga dikatakan selama 20 tahun lantai masjid menjadi kasur bagi Atha’ Bin Abi Rabah. Abdullah Bin Umar memuji Atha’ Bin Abi Rabah dengan mengatakan kepada para sahabat dan tabi’in, bahwa untuk banyak pertanyaan bisa diajukan kepada Atha’ Bin Abi Rabah tanpa harus mempertanyakannya kepada beliau. Salah seorang sahabat Nabi Saw yang lain bernama Abu Ja’far al Baqir mengatakan, Bertanyalah kalian kepada Atha’ Bin Abi Rabah, dia adalah orang yang paling baik keilmuannya di antara kita.

Di sisi yang lain, kekaguman khalifah Sulaiman Bin Abdul Malik selaku khlifah ke-7 Dinati Umayyah kepada Atha’ Bin Abi Rabah membuat ia berkata kepada kedua putranya, Berilmulah kalian, karena dengan ilmu seorang hamba sahaya (budak) dapat melampaui kedudukan seorang raja.

Selanjutnya kita bisa memahami, bahwa begitu besar manfaat ilmu yang dimiliki oleh seorang ulama besar dari kalangan tabi’in besar seperti Atha’ Bin Abi Rabah tersebut, sehingga sangat pantas jika umat Islam mengenang jasa keilmuan Atha’ Bin Abi Rabah seraya mendo’akannya agar senantiasa mendapatkan limpahan pahala yang besar dari Allah Swt. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. Wallahua’lam.

Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE