Dialog Ajaran Al-Qur’an

Oleh Asep Safa’at Siregar, S.Sos.I, M.Pd

  • Bagikan
<strong>Dialog Ajaran Al-Qur’an</strong><strong></strong>

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah: 30)

Islam adalah agama yang mengajarkan dialog. Bahkan dialog merupakan bagian dari metode Al-Qur’an menyampaikan pesan dari Allah SWT kepada umat-Nya. Dengan dialog, maka akan terbangun harmoni antara yang berdialog, pesan yang sebenarnya tersampaikan sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang beragam. Dengan dialog pula maka pembicaraan akan terarah dan pesan yang akan disampaikan lebih mudah difahami.

Banyak ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa Islam itu agama yang mengajarkan konsep dialog, di antaranya: Pertama, Dialog Allah kepada malaikat. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 30.

Kita mengetahui bahwa Allah SWT bisa saja menciptakan manusia atau apapun tanpa perstujuan makhluk lain. Tetapi dalam ayat ini Allah melakukan dialog kepada malaikat akan penciptaan khalifah dimuka bumi, yakni manusia. Maka dialog antara Allah SWT kepada malaikat adalah sekaligus informasi penting untuk disampaikan kepada malaikat akan kehendak Allah SWT.

Kedua, dialog Allah kepada Rasul-Nya dalam surat Al-Maidah ayat 116: “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”. Allah SWT mengajak para utusan-Nya berdialog. Sehingga para Rasul merasa senantiasa dibela dan dijaga oleh Allah SWT. Kemudian materi dialog itu juga akan menjadi materi yang menjadi pokok perintah Allah SWT untuk disampaikan kepada umat masing-masing.  

Ketiga, dialog Allah kepada Iblis dalam surat Al-A’raf ayat 12: “Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. Dalam ayat ini Allah SWT meminta alasan Iblis untuk tidak mau patuh dan tunduk kepada Nabi Adam as. Dialog ini juga menjadi pelajaran bagi kita di kemudian hari untuk diambil i’tibar dalam kehidupan.

Dialog merupakan ajaran Al-Qur’an. Maka dialog harus dilakukan dengan adabnya dan orang yang melakukan dialog harus menegakkan adab-adab itu sehingga tercapai kemaslahatan dan tujuan yang akan dicapai dari dialog tersebut. Adapun adab-adab dalam berdialog, di antaranya:

Pertama, dialog harus dilakukan dengan tujuan yang baik. Dialog didasari  hati yang ikhlas untuk meraih ridha Allah dan didasari dengan keinginan untuk mencari kebenaran. Allah SWT befirman dalam surat Al-Bayyinah ayat 5: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama”. Oleh karena itu, dialog harus didasari dengan tujuan yang baik dan didasari dengan ikhlas tanpa ada tujuan yang buruk melainkan hanya untuk meraih ridha Allah SWT semata.

Kedua, dialog harus dilakukan berdasarkan ilmu sesuai bidangnya. Allah SWT telah menyebutkan di dalam Al-Qur’an tentang orang yang berdebat tanpa ilmu. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 8: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya”. Artinya dialog tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang dan tidak berilmu. Karena ketika dialog dilakukan oleh orang yang tidak berilmu dalam bidangnya, maka tidak akan tercapai kemaslahatan dari dialog tersebut.

Ketiga, dialog harus dilakukan dengan perkataan yang baik. Dalam berdialog harus menjauhi segala perbuatan yang bersifat merendahkan, angkuh dan sombong. Apalagi ingin menunjukkan kehebatan, kepintaran dan ingin merendahkan dan menjatuhkan lawan dialog. Allah telah mengingatkan kita dalan firmannya pada surat An-Nahl ayat 125: “Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. Ini merupakan peringatan bagi kita agar senantiasa menjaga diri dari perkataan yang buruk. Islam mengajarkan kita agar senantiasa menggunakan perkataan yang baik ketika berbicara kepada siapapun.

Keempat, dialog harus bersifat rendah hati, lembut, penuh cinta, senantiasa mendengarkan dengan baik, tidak menyela, dan memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Maka berbicaralah kamu berdua dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Taha ayat: 44).

Kelima, dialog harus dilakukan dengan sabar. Artinya adalah orang yang melakukan dialog harus mampu menahan amarah dan emosi serta mampu mengendalikan hawa nafsunya. Allah telah memberikan petunjuk kepada kita dalam Al-Qur’an: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali-Imran ayat 134)

Keenam, dialog harus adil dan tidak menolak kebenaran. Ia harus berpikir dengan jernih dan tidak fanatik sehingga ketika ia fanatik maka kemungkinan ia tidak mau menerima kebenaran yang datang dari lawan bicaranya. Allah telah memperingatkan kita dalam firmannya pada surat Al-Maidah: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Maidah: 8).

Semoga kita mampu berdialog dengan baik sesuai tuntunan Al-Qur’an. Agama kita sebagai agama yang sempurna, sungguh telah ada tuntunan yang telah digariskan oleh Allah SWT melalui ajaran para Nabi-Nya dan yang tertulis didalam kitab suci-Nya. Termasuk hal berkomunikasi dalam hal ini berdialog. Tinggal bagaimana kita menggunakan waktu untuk belajar dan seberapa besar kemauan kita untuk senantiasa belajar? Wallahu a’lam.

(Guru Pesantren Modern Unggulan Terpadu “Darul Mursyid”/PDM, Tapanuli Selatan)

  • Bagikan