Tafakur Kitab Al Muhadits Al Faashil Baina Al Raawiy Wa Al Waa’iy (Zamrud ‘Ulum Al Hadits Dari Khurasan)

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

  • Bagikan
Tafakur Kitab Al Muhadits Al Faashil Baina Al Raawiy Wa Al Waa'iy (Zamrud 'Ulum Al Hadits Dari Khurasan)

Kitab al Muhadits al Faashil Baina al Raawiy Wa al Waa’iy (المحدث الفاصل بين الراوي و الواعي) adalah kitab turats (klasik) yang tertua di dalam ilmu hadits dan sekaligus cikal bakal lahirnya ilmu hadits mu’ashirah atau kontemporer. Semua orang yang serius mendalami ilmu hadits dipastikan tidak sempurna kemampuan ilmu haditsnya dari sisi kesejarahan, jika tidak mengenal kitab al Muhadits al Faashil karya al Imam al Qadhi al Hasan Bin Abdurrahman al Ramahurmuzi (265-360 H). Kita setebal 691 halaman ini, pertama kali dicetak di Beirut pada tahun 1391 H (1971 M) oleh penerbit Dar al Fikri.

Kitab al Muhadits al Faashil ini ditahqiq (diperiksa dan dikoreksi) oleh syekh Muhammad ‘Ajjaaj al Khathib. Kitab ini ditulis dengan latar belakang penolakan terhadap orang-orang yang meremehkan ahli hadits dan sekaligus sebagai panduan menanamkan akhlaq bagi siapapun yang mempelajari hadits dan ‘ulum al hadits.

Kitab al Muhadits al Faashil karya imam al Hasan Bin Abdurrahman al Ramahurmuzi ini memuat dasar dasar dari ilmu musthala al hadits, seperti adab thalib al hadits (adab pencari hadits), taarikh al ruwat (sejarah periwayatan), taarikh kitab al hadits (sejarah penulisan hadits), ‘Ali dan Nazil(kedudukan hadits), tahamul wa al ada’ (cara menerima dan menyampaikan hadits), asbab al wurud(sebab sebab adanya hadits), dan ma’rifah ruwat hadits (mengetahui riwayat hadits berkaitan kapan, di mana dan bagaimana keadaan pada saat sebuah hadits terjadi).

Apa yang ditulis oleh imam al Hasan Bin Abddurrahman al Ramahurmuzi di dalam kitab al Muhadits al Faashil, telah membuka jalan yang sangat luas bagi perkembangan ilmu hadits. Menurut imam al Hakim Abu Abdillah al Naisaburi(W 405 H) ia menyebutkan di era beliau saja telah berkembang 52 jenis pembahasan ilmu hadits, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitabnya Ma’rifah ‘Ulum al Hadits, halaman 219.

Imam Ibnu al Shalah (577-643 H), di dalam mukadimah kitabnya yang berjudul Ma’rifah Anwa’ ‘Ulum al Hadits, halaman183, menjelaskan sebanyak 65 jenis pembahasan ilmu hadits. Adapun imam Jalaluddin Abdurrahman al Suyuthi (849-911 H), mengatakan bahwa jenis pembahasan ilmu hadits sangatlah banyak, oleh karenanya janganlah meremehkan akan arti penting ilmu hadits tersebut (Lihat Jalaluddin Abdurrahman Bin Abu Bakar al Suyuthi, Tadrib al Raawi Fi Syarh Taqrib al Nawawi, Lahore, Dar Nasyr al Kutub al Islamiyah, t.t., halaman, 53).

Sedangkan imam al Hazimi (W.585.H), sebagaimana yang tertulis di dalam kitab al ‘Ajalah, mengatakan bahwa ilmu hadits mengandung banyak cabang dan jenis pembahasan, jika seseorang ingin mengkajinya secara mendalam dan secara keseluruhan, niscaya tidak cukup umurnya (Lihat Muhammad Bin Ahmad Bin Utsman Abu Abdillah al Dzahabi, Tadzkirah al Huffadz, Riyadh, Dar al Sam’i, 1415 H, halaman, 905).

Al Imam al Qadhi al Hasan Bin Abdurrahman Bin Khallaad Abu Muhammad al Ramahurmuzi lahir di Ramaahurmuz, nama salah satu daerah di Khurasan-Persia (sekarang menjadi bahagian dari negeri Udzbekistan). Menurut syekh Muhammad ‘Ajjaaj al Khathib, al imam al qadhi al Hasan Bin Abdurrahman al Ramahurmuzi, lahir pada tahun 265 Hijriah dan ia memulai pengembaraan mencari ilmu sebelum tahun 290 Hijriah.

Awal mulanya ia belajar kepada ayahnya Abdurrahman Bin Khallad al Ramahurmuzi, setelah itu ia mengembara ke berbagai daerah dan negara, ia pergi ke Kufah, Bashrah, Baghdad, Bukhara, Maushul, dan Mesir. Di antara guru-gurunya adalah Abu Hasin Muhammad Bin Husein al Wadi (W 296 H), Abu Ja’far Muhammad Bin Abdullah al Hadrami(W 202-297 H), Abu Ja’far Muhammad Bin al Husein al Khata’i (W 315 H), Abu Ja’far Muhammad Bin Utsman Bin Abi Syaibah (W 297 H), Abu al Abbas Ahmad Bin Muhammad Bin Sa’id al Kufi yang masyhur dengan sebutan Ibnu ‘Uqdah (W 332 H), Abu Yahya Zakaria Bin Yahya Bin Abdullah al Saaji (W 302 H), Abu Qasim Abdullah Bin Muhammad Bin Abdul Aziz al Baghawi (W 317 H), Abu Muhammad Abdullah Bin Shalih Bin Abdullah al Bukhari (W 305 H), Abul Yalaa Ahmad Bin Ali al Mausuli (W 307 H), Abul Hasan Ali Bin Siraj al Mishri (W 308 H), Abu Bakar Ja’far Bin Muhammad al Firyabi yang terkenal dengan panggilan Qaadi Dinawar (W 301 H), dan lain-lainnya.

Al Imam al Qadhi Abu Muhammad al Hasan Bin Abdurrahman al Ramaharmuzi di samping seorang qadhi di Khawaztan pada era pemerintahan Ibnu al Amid yang ahli dalan bidang hadits dan ilmu hadits, ia juga ahli dalam bidang sastra Arab, bahasa Arab dan ahli tentang tarikh atau sejarah.

Sementara mam Ramahurmuzi memiliki banyak karya tulis, di antaranya adalah kitab Adab al Mawaa’id, Adab al Naathiq, Imam al Tanzil Fi al Qur’an al Karim, Amthaal al Nabi, Rabi’ al Mutayyam Fi Akhbar al Usysyaaq, Risalah al Safar, al Manahil Wa al Athaan Wa al Hanin Ila Authaan, al Muhadits al Faashil Baina al Raawiy Wa al Wa’iy, dan lain-lainya (Lihat Muhammad Abu Zahwa, al Hadits Wa al Muhadtsuun, Beirut, Dar al Kitab al ‘Arabi, 1404 H/1984 M, halaman, 421).

Penulisan kitab-kitab tentang ilmu hadits terus berkembang mengikuti tuntutan kebutuhan umat pada setiap zaman. Setelah imam Ramahurmuzi menulis kitab al Muhadits al Faashil Baina al Raawiy Wa al Wa’iy, menyusul kemudian lahir kitab Ma’rifat ‘Ulum al Hadits karya al Hakim al Naisaburi(W 405 H).

Kemudian muncul kitab al Mustakhraj ‘Ala Ma’rifat ‘Ulum al Hadits karya syekh Abu Nu’aim al Asbahani (W 430 H), lalu lahir kitab al Kifayah Fi ‘Ilmi al Riwayah karya imam al Khatib al Baghdadi (W 463 H). Selanjutnya muncul kitab Muqaddimah Ibnu al Shalah karya imam Ibnu al Shalah (W 643 H). Disusul dengan lahirnya kitab al Taqrib Wa al Taysir Li Ma’rifat Sunan al Basyir al Nadzir karya imam al Nawawi (W 676 H). Di abad ke-9 Hijriah muncul kitab Taysir Musthalah al Hadits karya imam Mahmud al Thahhan yang memuat seluruh istilah dalam ilmu hadits disertai dengan ulasan yang luas, dengan menggunakan narasi bahasa yang lugas serta sangat mudah untuk dipahami sekalipun oleh para pemula yang ingin mendalami ilmu hadits.

Dalam fase perkembangan berikutnya di abad ke-8 Hijriah, kitab-kitab yang membahas tentang ilmu hadits ada yang ditulis dalam bentuk sya’ir berbahasa ‘Arab atau nazham oleh para ulama tertentu seperti kitab Alfiyah al ‘Iraqi karya imam al ‘Iraqi (W 806 H), yang kemudian kitab tersebut disyarah (dijelaskan) oleh imam al Sakhawi (W 902 H) di dalam kitabnya Fath al Mughits Fi Syarh al Fiyat al Hadits.

Pada awal abad ke-11 Hijriah, syekh Umar Bin Muhammad al Bayquni (W 1080 H) juga menulis kitab Nazham al Bayquni yang memuat 34 bait ungkapan dan kandungan ilmu hadits. Kitab imam al Bayquni ini, banyak diajarkan di pondok-pondok pesantren di kawasan nusantara dan tanah Melayu.

Semua yang penulis uraikan di atas, menggambarkan betapa ilmu itu bagaikan samudera luas tak bertepi, bagaikan padang gurun sejauh mata memandang. Mari kita fokuskan diri kita semua untuk lebih banyak lagi mengkaji ilmu tentang syari’at agama Islam. Karena dengan bekal ilmu syari’at agama Islam yang luas dan mendalam, hidup kita akan terus tercerahkan, sehingga hidup ini akan senantiasa diliputi oleh kebahagiaan, ketentraman dan kedamaian. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

  • Bagikan