Tafakur Kitab Al Targhib Wa Al Tarhib Min Al Hadits Al Syarif: Cahaya Lembayung Abad Ke-6 H

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

  • Bagikan
Tafakur Kitab Al Targhib Wa Al Tarhib Min Al Hadits Al Syarif: Cahaya Lembayung Abad Ke-6 H

Kitab al Targhib Wa al Tarhib Min al Hadits al Syarif (كتاب الترغيب و الترهيب من الحديث الشريف) adalah kitab yang berisi kumpulan hadits, ada lebih kurang 1.000 hadits tercantum di dalam kitab ini. Kitab al Targhiib Wa al Tarhiib membahas berbagai perbuatan baik dan sekaligus peringatan bagi yang berbuat keburukan perspektif hadits hadits Nabi Saw.

Secara etimologi, targhiib artinya bujukan, merayu atau memikat. Sedangkan tarhiib diartikan dengan hukuman atau ancaman hukuman. Buku ini terdiri atas 18 bab, yaitu kitab sunnah, kitab ilmu, kitab shalat, kitab shalat Jumat, kitab ikhlas dalam ibadah, kitab doa, kitab amal atau perbuatan, kitab puasa, kitab haji, kitab bacaan Alquran, kitab dzikir, kitab sedekah, kitab dua hari raya, kitab hakim, kitab hukum dan hukuman, kitab kebenaran dan hubungan baik, kitab adab, dan kitab permohonan ampunan serta taubat.

Manuskrip tertua dari kitab al Targhiib Wa al Tarhiib disalin oleh seorang wanita ahli hukum dari Maroko yang bernama Amina Binti Abdul Latif pada tahun 1802 Masehi. Kitab al Targhiib Wa al Tarhiib Min al Hadits al Syarif, di antaranya terbit di Beirut, melalui percetakan Dar al Kutub al ‘Ilmiyah, tahun 2016 Masehi. Ada 10 kitab hadits yang haditsnya paling banyak dikutip oleh imam al Mundziri di dalam kitabnya al Targhib Wa al Tarhib Min al Hadits al Syarif.

Sepuluh kitab hadits tersebut adalah pertama, Kitab Shahih Ibnu Hiban, kedua, Musnad Abu Ya’la, ketiga, Kasyfu al Astar ‘An Zawa’id al Bazzar, keempat, al Bahru al Zakhkhar, kelima, al Mu’jam al Kabir Li Thabraniy, keenam, al Mu’jam al Ausath Li Thabraniy, ketujuh, al Du’a Li Thabraniy, kedelapan, Syu’ab al Iman Li al Baihaqiy, kesembilan, al Zuhdu al Kabir Li al Baihaqiy, dan kesepuluh, al Faraj Ba’da al Syiddah (bahagia setelah tertimpa musibah) karya Ibnu Abi Dunya.

Imam al Mundziri memiliki nama lengkap imam al hafidz Zakiyuddin Abdul ‘Adzim Bin Abdul Qawiy Bin Abdullah Bin Salamah Abu Muhammad al Mundziri al Syafi’i yang masyhur dengan sebutan imam al Mundziri. Imam al Mundziri keluarganya berasal dari Damaskus yang bermigrasi ke Mesir dan menetap di Mesir. Sedangkan Imam al Mundziri lahir di Ghurrah – Mesir pada bulan Sya’ban tahun 581 Hijriah (1185 M) dan wafat di Mesir pada tanggal 4 Dzulqa’dah tahun 656 Hijriah bertepatan dengan tanggal 2 November 1258 Miladiyah.

Sementara, imam al Mundziri menuntut ilmu dan belajar hadits Nabi Saw dari banyak guru, di antaranya adalah imam Abu Hasan Ali Bin Mufadhdhal al Muqaddasi (di Mesir), al Hafidz Ja’far Bin Umusan (di Madinah), syekh Umar Bin Thabrazad (di Damaskus). Guru-gurunya yang lain Abu Abdullah Muhammad Bin Hamd (guru pertamanya yang mengajarkan Alquran dan Ulum Alquran), al Imam Abu al Qasim Abdurrahman Bin Muhammad al Qurasyi Bin al Warraq, syekh Umar Bin Thbarzad, syekh Abu al Mujib Bin Zuhair, syekh Muhammad Bin Sa’id al Ma’muni, imam al Muthahhar Bin Abu Bakar al Baihaqi, Rabi’ah al Yumni dan lain lainnya.

Adapun murid-muridnya di antaranya adalah al Hafidz Abu Muhammad al Dimyathi, imam Taqiyuddin Ibnu Daqiq al ‘Id, syekh Abu al Hasan al Yunini, imam Muhammad al Qazzaz, syekh al Fakhru Bin Asakir, imam Alamuddin al Dawadari, syekh Husein Bin Asad Bin al Atsir, imam al Syarif Izzuddin, dan lain lainnya. Imam al Mundziri mendapatkan apresiasi yang banyak dari para ulama.

Imam al Dzahabi mengatakan bahwa imam al Mundziri adalah seorang imam al ‘allamah al Hafidz al muhaqqiq syaikhul Islam yang juga diberi gelar Zakiyuddin (yang cerdas dan yang bersih dalam hal agama). Imam al Subuki menjelaskan di dalam kitabnya Thabaqat al Syafi’iyah, bahwa imam al Mundziri pada zamannya tidak ada yang menandingi kemampuannya dalam menghafal hadits(Lihat imam al Subuki, Thabaqat al Syafi’iyah, jilid, 3, 1981, halaman, 114).

Al Hafidz Izzuddin al Husaini mengatakan bahwa guru kami imam al Mundziri memiliki kemampuan tentang ilmu hadits dan hadits yang sangat luar biasa. Guru kami imam al Mundziri ahli hadits yang sangat masyhur pada zamannya, ia mengajar di Masjid Agung al Dzhafiri dan kemudian menjadi guru besar di al Dar al Kamiliyah (Lihat imam al Dzahabi, Siyar A’lam al Nubala’, Jilid 5, 1985, halaman, 213). Imam al Mundziri memiliki banyak karya, di antara karya-karyanya adalah kitab Mukhtsar Shahih Muslim, kitab Mukhtasar Sunan Abi Daud, kitab al Mu’jam, kitab al Muwafaqat, kitab Syarah al Tanbih, kitab al Targhib Wa al Tarhib, dan lain-lainnya.

Imam al Mundziri di dalam permulaan kitabnya al Targhib Wa al Tarhib Min al Hadits al Syarif, membahas tentang anjuran menjaga dua belas reka’at shalat sunat rawatib sehari semalam. Untuk menjelaskan hal tersebut, imam al Mundziri pertama mengutip hadits riwayat imam Muslim, imam Abu Daud, imam al Tirmidzi, dan imam al Nasa’i dari Ummu Habibah Ramlah Binti Abu Sufyan, hadits tersebut berbunyi sebagai berikut: ما من عبد مسلم يصلي لله تعالى في كل يوم ثنتي عشرة ركعة تطوعا غير فريضة الا بنى الله تعالى بيتا فى الجنة .

Artinya, tidaklah seorang hamba Muslim shalat karena Allah setiap hari dua belas reka’at sunat bukan fardhu, kecuali Allah Yang Maha Tinggi buatkan rumah baginya di dalam surga. Selanjutnya imam al Mundziri menjelaskan berdasarkan kelanjutan matan hadits di atas, bahwa dua belas rekaat shalat sunat yang dimaksud adalah shalat shalat sunat rawatib, yaitu shalat shalat yang mengiringi shalat wajib yang lima waktu.

Dua belas reka’at shalat sunat rawatib tersebut adalah sebagai berikut : اربعا قبل الظهر، و ركعتين بعدها، و ركعتين بهد المغرب، و ركعتين بعد العشاء، و ركعتن قبل صلاة الغداة. Artinya, Empat reka’at sebelum Dzuhur, dua reka’at setelah Dzuhur, dua reka’at setelah Maghrib, dua reka’at setelah Isya’, dan dua reka’at sebelum Subuh (Lihat imam al Munziri, al Targhib Wa al Tarhib Min al Hadits al Syarif, jilid,1, Bab,1, 2016, halaman, 31-32).

Di dalam Bab ke-2, jilid,1, kitab al Targhib al Tarhib, imam al Mundziri membahas tentang anjuran menjaga shalat dua reka’at sebelum shalat Subuh. Untuk menjelaskan hal tersebut imam al Mundziri mengutip hadits Nabi Saw riwayat imam Muslim dan imam al Tirmidzi dari Aisyah ummul Mu’minin berikut ini : ركعتا الفجر خير من الدنيا و ما فيها لهما احب الي من الدنيا جميعا. Artinya, Dua reka’at (sebelum) shalat Subuh, lebih baik daripada dunia beserta semua isinya.

Dua reka’at itu lebih aku (Nabi Saw) sukai daripada dunia keseluruhannya. Imam al Mundziri, menyangkut shalat sunat dua reka’at sebelum shalat Shubuh juga menyebutkan hadits riwayat imam Ibnu Khuzaimah dari Aisyah berikut ini : ما رايت رسول الله ص الى شيء من الخير اسرع منه الي الركعتين قبل الفجر. Artinya, Aisyah mengatakan aku tidak pernah melihat Rasulullah Saw lebih bersegera dalam melakukan suatu kebaikan melebihi dua reka’at sebelum Subuh.

Selanjutnya imam al Mundziri menjelaskan hadits Nabi Saw riwayat imam al Thabrani dari Abdullah Ibn Umar berikut ini : قل هو الله احد تعدل ثلث القران، قل يايها الكافرون تعدل ربع القران و كان يقراهما في ركعتي الفجر. Artinya, Qul Huallahu ahad menyamai sepertiga al Qur’an, dan Qul yaayyuhal kafirun menyamai seperempat al Qur’an.

Nabi Saw membaca keduanya di dua reka’at (sebelum) Subuh (Lihat imam al Mundziri, al Targhib Wa al Tarhib Min al Hadits al Syarif, jilid, 2, halaman, 34. Lihat juga imam al Thabraniy, al Mu’jam al Kabir, jilid, 1 juz, 2, 1985, halaman, 99). Di dalam kitab al Targhib Wa al Tarhib Min al Hadits al Syarif, imam al Mundziri juga membahas tentang anjuran berpuasa secara umum dan menerangkan tentang keutamaan puasa.

Pembahasan tersebut di antaranya menyangkut tentang puasa dan Alquran yang keduanya akan memberikan syafa’at bagi yang mengamalkannya. Dalam menjelaskan hal tersebut, imam al Mundziri mengutip hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dari jalur sahabat Abdullah Bin Amru bin al Ash berikut ini : الصيام و القران يشفعان للعبد يوم القيامة يقول الصيام اي رب منعته الطعام و الشهوة فشفعني فيه
و يقول القران منعته النوم با لليل فشفعني فيه قال فيشفعان

Artinya, Puasa dan Alquran memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ya Rabbi ! aku menghalanginya makan dan syahwatnya, maka berikanlah syafaat untukku agar bisa kuberikan syafa’at itu kepadanya.

Alquran berkata, aku menghalanginya tidur di malam hari, maka berikan syafa’at untukku agar bisa kuberikan syafa’at itu kepadanya. Allah mengizinkan hal itu, dan keduanya lalu memberikan syafa’at untuk hamba
tersebut (Lihat imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al Imam Ahmad Ibn Hanbal, jilid, 4, 1982, halaman, 350-351).

Dari paparan di atas, terlihat betapa imam al Mundziri sebagai cahaya lembayung, perpaduan warna merah terang dan warna biru yang memunculkan warna ungu indah di ufuk Barat pada saat matahari terbenam. Semua warna itu menggambarkan latar belakang keberadaan imam al Mundziri, sebagai sosok ulama penuh variasi warna, bagaikan lembayung. Ia berdarah Damaskus namun lahir, besar dan wafat di Mesir.

Demikian gigihnya para ulama di masa yang lampau dalam mencari dan mengajarkan ilmu tentang hadits dan syari’at Islam. Oleh karenanya, marilah kita bercermin kepada jalan hidup para pecinta ilmu dan syari’at Islam tersebut, mudah-mudahan kita akan kembali menemukan era kejayaan, sebagaimana yang pernah dirasakan oleh umat Islam di masa yang lalu. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

  • Bagikan