Tafakur Al Muwaththa’ Imam Malik: Mutiara Putih Abad Ke-2 Hijriah

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

  • Bagikan
Tafakur Al Muwaththa' Imam Malik: Mutiara Putih Abad Ke-2 Hijriah

Kitab Al Muwaththa’ Li Al Imam Malik (الموطا للاءمام مالك ) adalah kitab yang berisi hadits-hadits Nabi Saw yang disertai dengan penjelasan fikih oleh imam Malik Bin Anas. Nama lengkap imam Malik Bin Anas adalah imam Abu Abdullah Malik Bin Anas Bin Malik Bin Abu Amir Bin al Harits al Ashbahi al Madani. Imam Malik Bin Anas menurut pengakuannya sendiri sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Yahya Bin Bakir, ia mendengar langsung dari imam Malik Bin Anas bahwa imam Malik Bin Anas dilahirkan di kota Madinah pada tahun 93 Hijriah, dan imam Malik Bin Anas wafat di Madinah pada hari Ahad tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 179 Hijriah.

Jenazah imam Malik Bin Anas dishalati di atas keranda dan yang menjadi imam shalat jenazahnya adalah Abdullah Bin Muhammad Bin Ibrahim al Hasyimi gubernur Madinah yang sengaja datang dengan berjalan kaki untuk memuliakan jenazah imam Malik Bin Anas. Abdullah Bin Muhammad Bin Ibrahim al Hasyimi gubernur Madinah tersebut juga ikut memikul kerenda jenazah imam Malik Bin Anas sampai ke pemakaman Baqi’.

Di saat telah uzur di akhir hayatnya, tujuh tahun imam Malik Bin Anas tidak lagi bisa ke Masjid Nabawi tempat dimana beliau biasa shalat berjamaah dan mengajar murid-muridnya. Karena sakit pada kandung kemih yang beliau derita membuatnya sangat sering buang air kecil. Setelah 22 hari imam Malik Bin Anas sakit berat, maka akhirnya beliau wafat.

Imam Malik Bin Anas wafat dalam usia 86 tahun dan dimakamkan dekat pintu masuk di pemakaman Baqi’ al Gharqad, tidak jauh dari masjid Nabawi di Madinah. Imam Malik Bin Anas adalah pendiri madzhab Maliki dan beliau adalah salah seorang Tabi’ Tabi’in Besar yang berguru langsung dengan banyak Tabi’in. Imam Malik Bin Anas hidup di dua zaman pemerintahan dinasti, yaitu hidup selama 40 tahun pada era dinasti Umayyah dan hidup selama 46 tahun di era dinasti Abbasiyyah.

Selain itu, imam Malik Bin Anas membutuhkan 40 tahun untuk menyelesaikan penulisan kitab al Muwaththa’, yaitu dari tahun 137 Hijriah sampai dengan tahun 170 Hijriah. Di dalam kitab al Muwaththa’ ini, imam Malik Bin Anas menyaring 10.000 hadits yang diterimanya dari 995 orang guru yang terdiri atas 300 orang dari kalangan tabi’in dan 600 orang lainya dari kalangan tabi’ tabi’in sezaman dengannya dan ditambah dengan 95 orang ahli hadits Madinah.

Imam Malik Bin Anas menyaring 10.000 hadits tersebut sehingga hanya tinggal 1.726 buah hadits saja. Adapun rincian dari 1.726 buah hadits tersebut adalah sebagai berikut: 600 buah hadits marfu’ (sampai kepada Nabi Saw), 613 buah hadits mauquf (sampai kepada sahabat Nabi Saw), 285 buah hadits maqthu’ (sampai kepada Tabi’in), dan 228 buah hadits mursal (hadits yang sanadnya terputus ditingkat sahabat, sehingga tabi’in langsung kepada Nabi Saw).

Merujuk kepada imam Ibnu Abdil Baar (W 463 H), kitab al Muwaththa’ karya imam Malik Bin Anas yang pernah dicetak di Maroko, terdiri atas 24 jilid. Adapun mengapa kitab monumental imam Malik Bin Anas itu diberi nama kitab al Muwaththa’, ada tiga sebab untuk hal itu.

Pertama, karena sebelum kitab al Muwaththa’ disebarkan ke tengah tengah umat, kitab tersebut terlebih dahulu diberikan kepada 70 orang ahli fiqih Madinah untuk dikaji dan diteliti, kemudian mereka menyetujui dengan ungkapan: “Fawathauni ‘Alaihi” (mereka sependapat denganku atas kitab itu), sehingga kata imam Malik Bin Anas, aku namai kitab tersebut dengan nama al Muwaththa’ artinya Yang Disepakati.

Kedua, karena imam Malik Bin Anas memilih jalan tengah di antara dua hal, yaitu menjauhi sikap ekstrem yang berlebihan dan sikap mempermudah mudah yang tidak pada tempatnya. Dengan demikian diharapkan kitab yang beliau tulis akan diamalkan oleh semua lapisan umat. Dikarenakan hal itu, kitab tersebut diberi nama al Muwaththa’ artinya Yang Diamalkan.

Ketiga, karena imam Malik pada saat menulis kitab tersebut, di dalam mimpinya bertemu dengan Nabi Saw dan Nabi Saw di dalam mimpi imam Malik Bin Anas itu berpesan bahwa ilmu ini dipersiapkan untuk manusia. Dengan demikian, kitab yang beliau tulis diberi nama al Muwaththa’ artinya Yang Dipersiapkan.

Adapun guru-guru tempat imam Malik Bin Anas mengambil hadits di antaranya adalah Nu’main Bin Mujmir, Zaib Bin Aslam, Nafi’, Syarik Bin Abdullah, al Zuhri, Abi al Ziyad, Sa’id al Maqburi, Humaid al Thawil dan lain lainnya.

Sedangkan murid-murid yang mengambil hadits dari imam Malik Bin Anas adalah Yahya Bin Sa’id, al Auza’i, Sufyan al Tsaury, Sufyan Bin Uyainah, al Laits Bin Sa’ad, Ibnu Juraij, Syu’bah Bin Hajjaj, Muhammad Bin Idris al Syafi’i, Ibnu Wahab, Ibnu Mahdi, al Qaththan, Abi Ishaq dan lain lainnya.

Murid imam Malik Bin Anas yang paling terakhir adalah Hudzaifah Bin al Sahmi al Anshari. Imam Malik Bin Anas sangat jarang keluar dari kota Madinah, dan jika beliau keluar dari kota Madinah, maka tujuannya ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan umrah.

Kitab al Muwaththa’ imam Malik sebagaimana yang disyarah oleh imam Muhammad ‘Abdul Baqiy Ibn Yusuf al Zarqaniy al Mishriy al Azhariy al Maliki (W 1133 H) di dalam kitabnya Syarh al Zarqaaniy ‘Ala Muwaththa’ al Imam Malik, diterbitkan di Beirut oleh percetakan Daar al Fikri, tahun 1416 H (1996 M) pada jilid pertama, diawali dengan Pengantar Penerbit (مقدمة الناشر) kemudian dilanjutkan dengan Khutbah Pensyarah (خطبة الشارح) dan Pengantar Pensyarah (مقدمة الشارح ).

Uraian kitab al Muwaththa’ imam Malik dimulai dari Bab 1 dengan judul pembahasan tentang Waktu Waktu Shalat (وقوت الصلاة). Kemudian membahas tentang Waktu Shalat Jum’at ( وقت الجمعة ) dan dilanjutkan dengan membahas tentang ukuran orang masbuk dihitung mendapatkan satu reka’at jika dia mendapatkan ruku’ bersama imam di dalam shalatnya.

Hal tersebut sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh imam Malik Bin Anas di dalam kitab al Muwaththa’-nya menurut yang disyarah oleh imam al Zarqaniy. Lengkapnya hadits tersebut berbunyi sebagai berikut: حدثني يحي عن مالك عن ابن شهاب عن ابي سلمة ابن عبد الرحمن عن ابي هريرة ان رسول الله ص قال من ادرك ركعة من الصلاة فقد ادرك الصلاة.

Artinya, Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Ibnu Syihab dari Abi Salamah Ibn Abdirrahman dari Abu Hurairah adalah Rasulullah Saw bersabda, Siapa yang mendapatkan ruku’ (bersama imam), maka ia mendapatkan (reka’at) shalatnya (Lihat imam al Zarqaniy, Syarh al Zarqaaniy ‘Ala Muwaththa’ al Imam Malik, jilid 1, 1996, Kitab al Shalat, Pembahasan 3, point 14, halaman 35).

Selanjutnya juga didapatkan hadits riwayat imam Malik dalam kitab al Muwaththa’-nya berkaitan dengan ukuran waktu sahur jarakya dari waktu dikumandangkan adzan Subuh (قدر السحور من النداء). Adapun lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut: حدثني يحي عن مالك عن عبد الله ابن دينار عن عبد لله ابن عمر ان رسول الله ص قال ان بلالا ينادي بليل فكولوا و اشربوا حتس ينادي ابن ام مكتوم قال و كان ابن ام مكتوم رجلا اعمى لا ينادي حتى يقال له اصبحت اصبحت.

Artinya, telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Abdullah Ibn Dinar dari Abdullah Ibn Umar adalah Rasulullah Saw bersabda, Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di waktu malam (sebelum masuk waktu Subuh) maka makan dan minumlah kamu (sahur) sampai Abdullah Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzannya (masuk waktu Subuh).

Rasulullah Saw menjelaskan bahwa Abdullah Ibnu Ummi Maktum adalah sahabat Nabi saw yang buta, ia tidak mengumandangkan adzan Subuh, kecuali dikatakan kepadanya waktu Subuh telah tiba, waktu Subuh telah tiba (Liat imam Jalaluddin Abdurrahman al Suyuthi al Syafi’i, Tanwir al Hawalik syarh ‘Ala Muwaththa’ Malik, jilid 1, Juz 1, halaman 95-96). Berdasarkan hadits di atas diketahui bahwa adzan Subuh pada era Nabi saw dikumandangkan dua kali.

Kumandang adzan pertama oleh Bilal Bin Rabbah sebelum masuk waktu sabuh atau di waktu sahur dan kumandang adzan yang kedua oleh Abdullah Ibnu Ummi Maktum pada saat telah masuk waktu shalat Subuh. Adapun persamaan dan perbedaan antara kitab Syarah al Zarqaaniy karya imam al Zarqani dengan kitab Tanwir al Hawalik karya imam Jalaluddin al Suyuthi adalah sama sama kitab syarah (menjelaskan) kitab al Muwaththa’ karya imam Malik.

Sedangkan perbedaannya, Imam al Zarqani bermadzhab Maliki sedangkan imam Jalaluddin al Suyuthi bermadzhab Syafi’i. Sungguh luar biasa para ulama kita yang telah melahirkan banyak karya, meskipun terkadang mereka berbeda dalam hal madzhab, namun nilai-nilai yang diajarkan di dalam Islam, telah membuat mereka tetap terjaga oleh bingkai persaudaraan se-iman dan se-Islam. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

  • Bagikan