MEDAN (Waspada): Anggota DPRD Sumut Rudi Alfahri Rangkuti (foto) mengapresiasi rencana pemerintah yang akan mengkaji untuk menghapus jalur zonasi di sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dewan berpendapat, jika disetujui, maka ini merupakan terobosan yang akan meniadakan sekolah favorit atau unggulan.
“Kita apresiasi rencana penghapusan PPDB yang selama ini dikeluhkan siswa dan orangtua yang terkesan harus memasukkan putra-putri mereka di sekolah favorit berdasarkan zonasi,” kata Rudi kepada Waspada di Medan, Sabtu (23/11).
Anggota dewan Fraksi PAN Dapil Sumut 12 Binjai Langkat itu merespon pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Abdul Mu’ti dan Anggota Komisi X DPR RI, dr Sofyan Tan di Medan, pekan lalu, yang akan mengakaji dan mengevaluasi untuk menghapus jalur zonasi di sistem PPDB di seluruh Indonesia.
Menyikapi hal itu, Rudi mengatakan, PPDB adalah suatu proses penerimaan peserta didik di sebuah lembaga pendidikan formal maupun nonformal sebagaimana diatur dalam dalam Permendikbud No.51 tahun 2018 dan disempurnakan dalam Permendikbud No.44 tahun 2019.
“Namun dalam praktiknya, sistem ini diwarnai prokontra, bukan hanya orangtua dan siswa itu sendiri, tetapi juga kalangan akademisi yang melihat hal itu tidak sejalan dengan hak siswa untuk mengenyam pendidikan di sekolah setelah ujian kenaikan kelas anak didik mulai dari PAUD, TK, SD, SMP hingga SMA,” katanya.
Rudi juga melihat dugaan kecurangan yang diduga dilakukan oknum tertentu untuk memanfaatkan kesempatan itu, dengan cara memalsukan surat domisili, agar lulus di sekolah favorit.
“Artinya, ini menurut saya macam ada pemaksaan anak yang masuk atau tidak masuk wilayah zonasi, untuk melanjutkan pendidikan di sekolah unggulan,” katanya.
Bukan hanya di lingkungan Dinas Pendidikan, Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada Juni 2024 melaporkan soal dugaan kecurangan dalam PPDB 2024—di jenjang SMPN maupun SMAN—, yakni dengan memanipulasi kartu keluarga (KK) di jalur zonasi dan mutasi atau perpindahan tugas orang tua.
“Temuan-temuan ini telah merampas hak siswa, terutama yang berprestasi, namun terhalang oleh zonasi, sehingga menganggu masa depan anak didik itu,” katanya.
Rudi sekali lagi mengapresiasi rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Abdul Mu’ti yang dinilai mumpuni dan telah memperlihatkan langkah untuk melakukan evaluasi sistem pendidikan maupun kurikulum yang ada di sekolah dasar dan menengah di Indonesia.
Akreditasi
Sejalan dengan rencana tersebut, Rudi juga berharap jika zonasi dihapuskan, perlu dilakukan langkah-langkah seperti menerapkan pemberlakuan akreditasi di sekolah-sekolah untuk memastikan dan menjamin mutu layanan pendidikan yang dijalankan oleh lembaga pendidikan.
Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan bahwa sekolah atau satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
“Ini akreditasi harus dilakukan terhadap satuan pendidikan mulai dari jenjang PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga program pendidikan kesetaraan,” katanya.
Dengan akreditasi itu, Rudi berharap ke depannya, anak didik dari semua jenjang tidak lagi terfokus pada sekolah-sekolah unggulan. Misalnya, si A sekolah di Marelan, tidak perlu harus mengenyam pendidikan lanjutan di sekolah yang selama ini dikategorikan favorit atau unggul.
“Semuanya setara, dan punya kemampuan yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai jenjangnya. Kita berharap zonasi nantinya diganti menjadi sistem biasa sebagaimana syarat kelulusan dan prestasi siswa yang bersangkutan. Jadi mereka tidak berlomba-lomba masuk ke sekolah favorit, namun harus main curang,” pungkas Rudi. (cpb)