Scroll Untuk Membaca

Nusantara

Stunting Di Desa Lebih Tinggi

Kecil Besar
14px

JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi VIII DPR RI Luluk Nur Hamidah mengingatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah , bahwa kasus Stunting (kurangnya asupan gizi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan anak) belum bisa dikatakan menurun.

Menurut Luluk, untuk menurunkan stunting diperlukan intervensi Pemerintah Daerah sampai ke desa-desa. Kita juga punya fakta ternyata stunting menjadi beban bagi pemerintah dan kita semuanya. Stunting kita masih rata-rata 24 persen .

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Stunting Di Desa Lebih Tinggi

IKLAN

“Kalau kita lihat data stunting di berbagai provinsi, kabupaten, kecamatan apa lagi desa, maka angkanya pasti akan ditemukan lebih tinggi lagi,”ujar Luluk dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak dan Tantangan Generasi Unggul”, di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6).

Bahkan katanya lagi, di daerah pemilihannya, di Sragen misalnya, ada riset kesehatan yang dilakukan pada tahun 2018, dimana stunting di Kabupaten Sragen itu hampir 39 persen, walaupun kemudian sekarang klaimnya pemerintah daerah di bawah 30 persen.

“Tetapi kemudian saya juga menemukan sampai hari ini, misalnya data stunting di desa, dimana ada desa yang stuntingnya 50 persen. Bayangkan 50 persen anak di bawah lima tahun dan itu banyak daerah-daerah di Indonesia. Saya pernah diminta bicara di Lemhanas, kita coba buka data juga. Jadi ketika pemerintah klaim bahwa stunting sudah terjadi penurunan tajam katakanlah misalnya 22 persen atau berapa, saya bilang, angka nasional tidak selalu mencerminkan angka yang sesungguhnya di level bawah. Itu kan sama kayak data kemiskinan,”ungkap Luluk.

Politisi Fraksi PKB DPR itu menambahkan, kalau misalkan kemiskinan kita dibawa 10 persen tetapi di daerah-daerah atau bahkan di desa, kemiskinan bisa jauh lebih tinggi dari itu.

“Ini menurut saya yang yang harus menjadi perhatian kita semua,”kata Luluk.

Di awal diskusi Luluk mengatakan, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak diawali oleh satu kenyataan atau realitas kondisi dan fakta yang dialami, baik oleh ibu atau anak yang ada di Indonesia.

Selain itu, juga menjadi kebutuhan bagi Indonesia untuk bisa melahirkan sumber daya manusia (SDM ) yang unggul atau generasi emas di tahun 2045 nanti.

“Dari berbagai temuan dan juga hasil kajian yang dilakukan sebelum mengusulkan RUU ini, kita mengundang berbagai pakar lintas disiplin juga, termasuk dari unsur pemerintah, BKKBN, dan Komisi Perlindungan Anak. Kita juga bicara banyak dengan teman-teman Komnas Perempuan, asosiasi bidan dan keperawatan termasuk pihak kampus dan lain-lain sebagai satu kelaziman ketika kita mengusulkan RUU ini,” ujar Luluk. 

Dia memaparkan bukti dari angka kematian ibu dan anak masih sangat tinggi di Indonesia. Kalau dilihat rata-rata dari 100.000 kelahiran hidup maka masih di atas 300 perempuan atau Ibu yang kemudian meninggal dunia. 

Begitu juga dengan kematian anak-anak yang meninggal pasca kelahiran juga masih sangat tinggi. Dikatakannya, Indonesia menjadi negara yang tingkat kematian ibu dan anak bahkan yang salah satu tertinggi di Asia Tenggara.

“Indonesia anggota G-20, kita bahkan pernah memimpin Presidensi G-20 kemarin. Tetapi untuk ukuran kesejahteraan ibu dan anak yang meliputi faktor fisik, non fisik, emosional, spiritual kemudian juga psikis, bahkan kemudian yang terkait dengan nyawa, ternyata kita relatif masih rendah. Dan ini menjadi PR kita bersama,” pungkasnya. 

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) Retno Listyarti tidak membantah bahwa angka stunting di Indonesia itu tinggi.

“Bahkan di Indonesia kalau kita mau se Asia saja kita sudah berada pada posisi yang tinggi. Kalau perkawinan anak kita nomor tujuh kalau stunting nomor lima,,”ungkapnya.

Tingginya angka stunting di Indonesia inilah yang menjadi salah satu penyebab, tidak sekedar soal kesehatan.

Menurut Retno, sebenarnya stunting itu bagaimana kita melakukan proses pengasuhan secara integrasi, seluruhnya mulai dari makanan, bagaimana cara dia dibesarkan tanpa kekerasan, kemudian bagaimana dia mendapatkan pengasuhan yang positif, menemukan konsep diri, potensinya di kembangkan dan lain-lain. Kesehatan adalah bagian dari salah satu penyebab bahwa stunting di Indonesia ini sangat tinggi.

“Kalau tadi disebutkan 50 persen dalam satu desa ada stunting, saya rasa ada problem besar di desa tersebut. Kalau ada anggaran desa, ini mestinya yang diutamakan adalah bagaimana memberikan makanan tambahan pada anak-anak yang berusia di bawah lima tahun. Mungkin memperbaiki jalan bisa nanti. Jadi bagaimana kita tahu bahwa negara, Pemerintah Daerah atau Pemerintah desa, punya kepedulian terhadap ibu dan anak. Kalau kita masih ngasih anggaran kecil pada ibu dan anak, maka kita enggak peduli tentang masa depan Indonesia sebenarnya.

Masalah stunting yang angkanya masih sedemikian tinggi mencerminkan bahwa rendahnya kualitas SDM di Indonesia.

Pasalnya stunting itu berkaitan erat dengan tingkat kecerdasan yang rendah, dan akibatnya Indonesia masih bertahan di peringkat 130 dari 199 negara dalam indeks pembangunan manusia, karena secara kualitas kita rendah,”tutur Retno Listyarti.(j04)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE