Polemik Zonasi, DPR Minta Evaluasi, Pengamat Bilang Tak Ada Bangun Sekolah

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Komisi X DPR RI mendesak pemerintah dalam hal ini Kemendikbbud-Ristek melakukan evaluasi secara menyeluruh kebjakan PPDB yang menghebohkan dunia pendidikan di Indonesia.

Persoalan zonasi PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) persoalan klasik yang terjadi setiap tahun.

“Pemerintah selalu membuat kebijakan dengan tidak berbasis survei, kajian akademik, saya nggak ngerti,”ujar anggota Komisi X yang membidangi masalah pendidikan Fraksi PPP Illiza Sa’aduddin Djamal dalam diskusi Dialektika Demokrasi: Polemik Zonasi PPDB, Bagaimana Solusinya di Media Center DPR RI Jakarta, Kamis (20/7).

Menurut politisi PPP itu, selama ini yang kami dapatkan dari peta Jalan Pendidikan, kemudian program mereka belajar, walaupun kita sudah mengkritisi, menyuarakan, tapi tetap kondisinya seperti ini.

“Kita sangat menyayangkan dari persoalan zonasi kita dapatkan perilaku-perilaku buruk dari masyarakat yang terpaksa melakukan pembohongan – pembohongan, ketika dia ingin menyekolahkan anaknya,” ujarnya.

Anggota DPR dari daerah pemilihan Aceh 1 itu menyatakan, persoalan zonasi tidak semua daerah mengalami hal yang sama, namun jarak tempuh lembaga pendidikan di Aceh misalnya masih menjadi persoalan.

Namun demikian dia berharap kasus-kasus yang terjadi seperti pembohongan dengan menipulasi data tidak menular ke tempat yang lain.

“Ini yang harus menjadi evaluasi,” katanya.

Salah satu penyebab zonasi PPDB menjadi banyak kasus karena pemerintah tidak melibatkan para tokoh pengamat pendidikan, organisasi yang peduli pendidikan.

“Kalau kita kurang ahli, kita tanya kepada ahlinya, kenapa sumber yang diajak itu hanya terbatas. Kami dari Komisi X mengatakan ada enggak dilibatkan , sehingga tak salah dalam mengeluarkan kebijakan,” ujarnya.

Anggota Komisi X Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih menyebut kasus-kasus zonasi PPDB kesalahannya bukan hanya dari zonasi.

Banyak kesalahan-kesalahan awal yang seharusnya bisa tuntas untuk diselesaikan. Yang kita ( Komisi X DPR) mau adalah bagaimana ada pemerataan pendidikan, meningkatkan kecerdasan menurunkan angka kemiskinan, salah satunya itu pendidikan.

“Saya kira kalau pendidikan hanya satu sektor misalnya sektor politik saja atau apa, atau versinya pemerintah saja, tidak mendengarkan masyarakat secara umum dan sebagainya, saya kira ini tidak akan selesai. Kita harus punya visi yang sama, bahwa ketika menatap pendidikan visi negara nanti acuannya UUD atau konstitusi,” ungkap Fikri.

Akademisi atau pengamat Pendidikan Indra Charismiadji  melihat semua kasus permasalahan yang salah itu bukan aturan PPDB zonasi.

“Yang salah adalah pemerintah tidak melaksanakan kewajiban konstitusionalnya dan kesalahan kita sebagai rakyat termasuk wakil-wakil rakyat tidak pernah menuntut pemerintah untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya,” ujarnya.

Indra Charismiadji mengingatkan, pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang menamanatkan setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Jadi tugas pemerintah menyiapkan sekolah yang cukup, bangku yang cukup dan memastikan semua biayanya ditanggung pemerintah lewat pajak kita,”ungkapnya.

Menurut dia, tujuh tahun ini kita ribut terus urusan PPDB zonasi.

Masalahnya karena sekolahnya nggak cukup, bangkunya nggak cukup, kan cuman itu, pemerintah lebih suka bangun kereta cepat, bangun IKN, ngurusin rumput, bangun patung dari pada bangun sekolahan, padahal itu adalah kewajiban konstitusional. Kalau ditanya apakah kejadian saat ini, salah satunya kebijakan zonasi megancam bonus demografi, kalau menurut saya dengan apa yang terjadi nanti yang akan kita temui bukan bonus demografi tapi bencana demografi atau petaka demografi.

Kita bisa lihat dari human capital index kita, tahun 2020 sebelum pandemi dikatakan anak SMA kelas XI itu sebetulnya setara dengan anak SD kelas VI di tingkat dunia, begitu pandemi, turun lagi 11 bulan kemampuannya. Gimana mau bicara bonus demografi, kalau manusia kita nggak terdidik,”tukasnya.(j04).

  • Bagikan