SIMALUNGUN (Waspada): Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun mengaku, menghadapi beberapa masalah dalam melaksanakan percepatan penanganan stunting. Salah satunya adalah persoalan penganggaran. Karena di dalam APBD tidak ada mata anggaran khusus untuk penanganan stunting.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Bupati Simalungun Zonny Waldi, di Aula Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Simalungun, Kamis (27/10). Yakni saat menerima kunjungan Dinas Kominfo Sumut dan wartawan yang tergabung di dalam Forum Wartawan Unit Pemprovsu.
Hadir di sana Plt. Kadis PPKB Simalungun Gimrood Sinaga, dan dari Diskominfo Sumut, hadir Kabid Pengolaan informasi Publik Iwan Sutani Siregar.
Wakil Bupati Zonny Waldi mengungkapkan, akibat tidak adanya mata anggaran khusus penanganan stunting, membuat pemerintah daerah kesulitan melaksanakan program. Sementara untuk mempercepat penanganan kasus gagal tumbuh kembang bayi, membutuhkan banyak program. Yang tentunya membutuhnya dana.
Dari pemaparan Zonny Waldi diketahui, angka kasus stunting di Kab. Simalungun masih sangat tinggi. Yakni 28 persen dari 47.000 jiwa Balita. Pemkab Simalungun menargetkan, pada tahun 2024, kasus stunting di sana turun menjadi 14 persen. ”Untuk mengejar target itu, kami membutuhkan banyak program yang membutuhkan anggaran,” katanya.
Karena itu, Zonny Waldi berharap, pemerintah pusat dapat membuat regulasi dengan mencantumkan mata anggaran khusus penanganan stunting dalam APBD. ”Kalau sekarang penanganan stunting dilakukan secara gotong-royong. Caranya dengan menugaskan setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah), untuk menganggarkan penanganan stunting,” katanya.
Kendala lainnya yang dihadapi dalam mempercepat penurunan angka stunting, menurut Zonny Waldi adalah persoalan koordinasi. Pengalaman selama ini, penanganan stunting tidak langsung melaksanakan action di lapangan. ”Penanganan stunting harusnya tidak perlu terlalu banyak membahasnya di dalam rapat-rapat. Tapi langsung action di lapangan,” ujarnya.
Selanjurnya, Zonny Waldi juga mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi, ikut serta dalam mempercepat penurunan angka stunting.
Karena menurutnya, penanganan stunting tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Penanganan stunting membutuhkan kerjasama lintas sektor, seperti swasta, BUMN/BUMD, perguruan tinggi, tokoh agama dan lainnya. ”Mengatasi stunting tidak sulit, kalau kita komit. Termasuk kesadaran dari keluarga potensi stunting,” tambahnya.
Penyebab Stunting
Sementara itu, Plt. Kadis PPKB Simalungun Gimrood Sinaga menjelaskan tentang penyebab terjadinya stunting. Menurutnya, ada dua penyebab stunting, yakni spesifik dan sensitif.
Dijelaskan Gimrood Sinaga, penyebab spesifik adalah stunting yang diakibatkan kurangnya asupan gizi dari 1.000 hari masa kehidupan (dimulai dari sejak bayi dalam kandungan), imunisasi yang tidak lengkap, dan pola asuh bayi di dalam keluarga.
Sedangkan penyebab sensitif, dikatakan Sinaga, adalah stunting disebabkan oleh faktor lingkungan, rumah tidak layak huni, dan kurangnya akses air bersih. ”Di lapangan masih ditemui ada desa yang kekurangan air bersih,” sebutnya.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas di lapangan, kata Sinaga, di Kab. Simalungun telah dibentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) berjumlah 2.088 orang.
Mereka bertugas untuk memberikan pendampingan sejak kepada calon pengantin (Catin), ibu hamil, ibu melahirkan (sampai anak berusia 1 tahun), dan memantau petumbuhan anak sampai berusia 59 bulan.
“Di samping itu, masih banyak program lainnya, seperti mendirikan Dapur Sehat, memberikan asupan gizi, vitamin, dan lainnya,” ujarnya. (m07)