MAA Latih Mahasiswa Ukir Kelapa Dan Anyam Janur Lestarikan Adat

  • Bagikan
Ketua MAA Aceh Singkil didampingi Wakil Ketua 1 dan 2 menunjukkan ukiran kelapa dan anyaman daun kelapa hasil kerajinan tangan para Mahasiswa STAI Syekh Abdu Rauf Aceh Singkil, Rabu (20/12/2023). WASPADA/Ariefh
Ketua MAA Aceh Singkil didampingi Wakil Ketua 1 dan 2 menunjukkan ukiran kelapa dan anyaman daun kelapa hasil kerajinan tangan para Mahasiswa STAI Syekh Abdu Rauf Aceh Singkil, Rabu (20/12/2023). WASPADA/Ariefh

SINGKIL (Waspada): Puluhan Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdurrauf (STAISAR) Aceh Singkil, mengikuti pelatihan tentang pengetahuan adat istiadat Aceh Singkil.

Mereka dilatih untuk mengukir kelapa muda dan menganyam daun kelapa (janur) sebagai pepinangan, yang biasa digunakan untuk pesta pernikahan maupun sunat rasul sebagai tradisi adat Suku Singkil.

Para mahasiswa ini tidak hanya menerima pengetahuan tentang adat istiadat, namun langsung melakukan simulasi sekaligus pengenalan tradisi adat pernikahan di Aceh Singkil, yang saat ini mulai tergerus zaman.

Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kabupaten Aceh Singkil H Zakirun Pohan SAg MM, saat Pengenalan dan Simulasi Adat Istiadat di Kampus STAI Syekh Abdurrauf Aceh Singkil, Rabu (20/12/2023) mengatakan, pengenalan dan simulasi tentang adat istiadat ini, bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada generasi kita mendatang, dan mesti dikenalkan kembali adat istiadat daerah kita kepada masyarakat luas.

Sehingga Adat budaya warisan leluhur ini harus terus dilestarikan. Karena sudah tidak banyak yang mampu membuatnya, ucapnya.

Disebutkannya, ada 3 macam suku di Aceh Singkil. Yakni, Suku Singkil, Suku Haloban dan Suku Singkil Pesisir (Jame).

Kegiatan ini dilaksanakan berawal adanya saran dan masukan masyarakat, bahwa banyak generasi kita saat ini, mulai tidak mengenal adat istiadat daerahnya sendiri karena tergerus dengan perkembangan zaman dan budaya luar.

Akibatnya pengetahuan tentang adat istiadat daerah sendiri mulai terkikis, ucap Zakirun.

Untuk itu, melalui kegiatan dengan tema “Menghidupkan Nilai-Nilai Budaya Bersama di Perguruan Tinggi” ini, MAA menjalin kerjasama dengan STAI Syekh Abdurrauf untuk terus memberikan pemahaman tentang adat istiadat kepada generasi muda kita.

Seperti alat yang ada didepan ini, pada zamannya sebelum Aceh Singkil lahir, ini namanya Pepinangan atau Cerano.

Pepinangan ini merupakan alat tempat meletakkan sirih yang akan diserahkan kepada seseorang yang dihormati.

Didalamnya berisi sirih, pinang, tembakau, cengkeh, kemudian kadam (tempat kapur). Bisa juga diletakkan rokok sebagai pengganti sirih jika yang menerima pepinangan tidak memakan sirih.

Pepinangan ini merupakan adat dari Suku Singkil. Yang menjadi sebuah tradisi menghormati tamu, kerabat, orang yang dituakan yang masih sering digunakan oleh masyarakat.

Dahulu kala semua masalah dapat terselesaikan secara adat dengan cara Pepinangan ini.

“Dulu orang yang ingin berperang angkat pedang, tapi setelah Pepinangan ini diangkat peperangan bisa berhenti. Inilah satu kesatuan yang namanya pepinangan itu,” terang Zakirun.

Ketua STAI Syekh Abdur Rauf Dr T H Abi Hasan, MH, MAg dalam sambutannya mengatakan, dalam hukum fikih Islam, adat yang sudah dibiasakan, menjadi sebuah aturan hukum ditengah masyarakat. Sehingga masyarakat bisa rukun dan saling hormat menghormati.

“Sehingga adat wajib dijaga dan dipelihara. Pelanggaran adat sama dengan melanggar hukum fikih,” ucap Abi Hasan

Katanya, jangan karena ada adat luar masuk, adat Singkil mulai bergeser.

Singkil multi etnis dan multi kultur. Sehingga kita harus tau yang mana saja adat Singkil.

Adat Singkil ini harus terus dikenalkan kepada masyarakat, dan dilestarikan. Sehingga perlu dilakukan pengukuhan adat Singkil oleh Wali Nanggroe Aceh.

“Buat surat permohonan untuk dibawa ke Wali Nanggroe agar adat Singkil bisa segera dikukuhkan,” pungkas H Abi Hasan yang merupakan salah satu Tuha Peut Wali Nanggroe Aceh ini. (B25)

  • Bagikan