DPR Dukung Penggunaan B30 Di Dalam Negeri 

  • Bagikan

JAKARTA (Waspada): Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno mengapresiasi dan mendukung penuh penggunaan B30 di dalam negeri. Karena penggunaan B30 yang diproduksi industri sawit adalah bagian penting dari upaya Indonesia mengurangi penggunaan solar dari minyak bumi. 

Pihaknya sangat mendukung  peningkatan suplai bahan bakar yang berasal dari sawit atau Crude Palm Oil (CPO) tersebut secara luas.  Peningkatan ini dinilai bisa mengurangi konsumsi BBM masyarakat yang sebesar 80% berupa Pertalite. 

“Di satu pihak memang saya mengapresiasi penggunaan yang lebih luas lagi untuk bahan bakar B30. Ini tentu merupakan bagian dari upaya kita untuk mengurangi penggunaan solar sepenuhnya. Karena falam solar itu ada campuran biodiesel (CPO) di dalamnya,” ujar Eddy dalam webinar di Jakarta, Rabu (14/9). 

Oleh karena itu pihaknya tetap mendorong supaya B30 itu ditingkatkan terutama suplainya bisa diperluas lagi pada distribusinya sehingga volume juga bisa ditingkatkan untuk dikonsumsi masyarakat. 

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, seluruh program biodiesel merupakan salah satu upaya progresif pemerintah dalam penetrasi penerapan energi terbarukan di dalam negeri. 

“Dengan program ini kita akan mendapat dua hal. Pertama, pastinya bisa mengurangi impor akan solar. Kedua, pasti jadi salah satu program unggulan pemerintah dalam rangka bauran energi,” ungkapnya .

Kementerian ESDM menyebut, diversifikasi energi fosil dengan energi terbarukan merupakan salah satu langkah konkret menurunkan emisi. Targetnya, bauran energi di Indonesia pada 2025 bisa mencapai sebesar 23%. 

Meski harus diakui, harga keekonomian biodiesel masih cenderung lebih tinggi. Apalagi, di saat harga CPO yang sempat melonjak tinggi akibat berbagai persoalan dan gangguan pasar. 

“Lonjatan harga CPO tersebut  berdampak pada bahan pembentuk biodiesel, yakni asam lemak metil ester (fatty acid methyl esther/FAME),” jelas Mamit. 

Belum lagi, sambungnya, sentimen perang Rusia-Ukraina juga membuat minyak dunia termasuk, CPO juga mengalami kenaikan. Namun, dirinya optimistis fase harga diesel yang tinggi ini akan berubah dan harga akan turun.

“Saya kira, seiring keadaan yang mulai membaik di sisi demand dan supply, kemungkinan (biodiesel) akan mengalami penurunan harga,” imbuhnya. 

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, realisasi penyaluran B30 hingga 27 Agustus 2022 mencapai 6,4 juta kiloliter (kl) atau 63% dari alokasi sebesar 10,15 juta kl.

Adapun peningkatan ini sejalan dengan peningkatan kebutuhan solar domestik. Dan untuk tahun 2022 sampai dengan 27 Agustus 2022 telah disalurkan biodiesel untuk program B30 sebesar 6,4 juta kl atau 63% dari target alokasi sebesar 10,15 juta kl,” kata Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Jakarta, pekan lalu.

Pada 2020 dan 2021, realisasi penyaluran B30 untuk kebutuhan domestik masing-masing sebesar 8,4 juta kl dan 9,3 juta kl.

Selain itu, Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM mencatat, penghematan devisa dari implementasi B30 terus meningkat. Rinciannya pada 2020 sebesar Rp38,04 triliun, dan meningkat menjadi Rp66 triliun di tahun 2021.

Berdasarkan laporan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) sepanjang Januari-Juli 2022, Indonesia telah memproduksi biodiesel sebanyak 6.520.184,250 kiloliter. 

Adapun, biodiesel sebanyak itu terdistribusi di tingkat domestik yang mendominasi sebanyak 5.859.676,922 kiloliter, sementara sisanya diperuntukkan ekspor sebanyak 74.433,463 kiloliter. 

 Aprobi menilai, mandatori biodiesel 30% atau B30 telah berhasil memangkas impor BBM di Indonesia. Pada 2020, Indonesia berhasil memangkas impor solar sebesar US$3,73 miliar atau setara Rp55,57 triliun; asumsi Rp14.899/dolar AS. 

Sementara dari sisi lingkungan, keberadaan B30 juga telah memangkas emisi karbon. Aprobi mencatat, selama pelaksanaan B30 sepanjang 2020, biodiesel berhasil mengurangi emisi sebesar 24,6 juta ton CO2, atau setara 7,8 % target capaian energi di 2030.

Per Agustus 2022, Ditjen EBTKE KemenESDM mematok Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Biodiesel Rp8.047/liter + ongkos angkut. Sebagai perbandingan, HIP BBN Biodiesel per April 2022 sempat menyentuh Rp15.559/liter + ongkos angkut.

“Sekali lagi, paling tidak biodiesel jadi program unggulan pemerintah mengejar target bauran energi,” urai Mamit.

Ke depan, ia meyakini implementasi biodiesel akan semakin progresif, bahkan dalam waktu dekat pemerintah bersiap untuk implementasi B40. Sejauh ini dinilainya perkembangan produk biodiesel di dalam negeri jauh lebih baik dan semakin bagus.

Mamit menyarankan, agar pihak terkait memperbaiki produk biodiesel untuk mengurangi beban cost yang ditanggung oleh konsumen. Pemerintah juga dapat mengembangkan produk biodiesel untuk digunakan pada banyak mesin, tak terbatas pada kendaraan darat saja.

“Mungkin (digunakan) Pelni atau kereta api, saya kira ini bisa terus dilakukan uji coba dari pabrik-pabrik. Dalam hal ini, pemerintah harus menerima masukan dari end user terkait kendala, masalah dan mencari solusi agar bisa diperbaiki (biodiesel),” sebutnya. (J03) 

  • Bagikan