Diduga Kasus Waduk Rp6 Miliar Kampung Perdamaian “Dipetieskan” Kejari Aceh Tamiang

  • Bagikan

KUALASIMPANG (Waspada): Sudah empat tahun lamanya diduga Kejari Aceh Tamiang mem-peti-es-kan kasus pembangunan waduk dan parit beton di Desa Perdamaian, Kecamatan Kota Kualasimpang, Aceh Tamiang yang berlabel Program Pengendalian Pengentasan Kawasan Kumuh Perkotaan yang disalurkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, dengan nilai kontrak sekitar Rp6 miliar.

Menurut catatan dan informasi diperoleh Waspada dari warga Kampung Perdamaian, proyek tersebut terindikasi banyak masalah sehingga mengakibatkan kerugian bagi masyakarat desa setempat dan juga merugikan uang negara karena waduk yang dibangun melalui program tersebut tidak membawa manfaat bagi masyarakat dan warga setempat tetap mengalami kebanjiran jika turun hujan. Bahkan genset yang ada di lokasi tepi waduk tidak berfungsi sampai saat ini untuk memompa air dalam waduk.

“Waduk ini tidak ada manfaatnya, bahkan waduk ini sudah jadi sarang nyamuk, warga juga tetap kebanjiran,” ungkap warga setempat kepada Waspada yang meninjau ke lokasi tersebut.

Berdasarkan catatan Waspada, pembangunan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Pelanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2016 , pelaksanaan pembangunan yang bernilai miliaran rupiah tersebut juga terindikasi tidak sesuai SPEK dan RAB. Bahkan, status bidang tanah seluas 20X20M2 yang dijadikan lokasi pembangunan waduk diduga juga bermasalah.

Program dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, dengan nilai kontrak sekitar Rp 6 miliar, yang dikerjakan oleh rekanan dari luar Kabupaten Aceh Tamiang pada pertengahan tahun 2016 terindikasi bermasalah dan merugikan banyak uang negara, namun sampai saat ini tidak pernah diungkap oleh pihak penegak hukum.

Informasi diperoleh Waspada, diduga telah terjadi pengalihan tanah waqaf di Desa Perdamaian, Kecamatan Kualasimpang, untuk kegiatan pembangunan waduk seluas 400 M2 dan diduga pihak yang melakukan pengalihan tanah tanpa hak dan juga tanpa izin tersebut adalah oknum Datok Penghulu Desa Perdamaian pada periode tersebut.

Menurut sumber Waspada, pada tahun 1991, keluarga besar Aziz Tamiang yang sekarang sudah Almarhum dan ahli waris langsung tidak diketahui keberadaannya dan tidak bertempat tinggal di Kabupaten Aceh Tamiang, telah mewaqafkan sebidang tanah seluas 3.800 M2 untuk lokasi pengajian ataupun kegiatan bidang agama. Pada saat diwaqafkan dulu terdapat satu bangunan pengajian non permanen yang sekarang telah berubah menjadi tempat pengajian yang permanen.

Malahan , tanah waqaf tersebut, sampai saat ini masih dipakai untuk tempat pengajian dan kegiatan-kegiatan lainnya, tetapi entah bagaimana pada akhir Agustus 2016 sebagian tanah waqaf tersebut yang seluas 20X20 M2 atau seluas 400 M2 telah dialihkan untuk dijadikan waduk kegiatan ‘Program Pengendalian Pengentasan Kawasan Kumuh Perkotaan’ dan program tersebut sampai saat ini tidak dapat digunakan/difungsikan sebagaimana mustinya.

Menurut sumber Waspada, Program Pengentasan Kawasan Kumuh Perkotaan disalurkan pada tahun anggaran (TA) 2016, sumber dana APBN melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, yang pelaksanaan tendernya dilaksanakan di Provinsi Aceh, termasuk PPTK dan PPK. Bapeda Aceh Tamiang sebagai Pokja, sebab usulan program kegiayan dari Bapeda Aceh Tamiang.

Program tersebut juga, selain pembuatan waduk, pada kegiatan program ini termasuk membangun dua buah pintu gerbang, 12 lampu jalan dan prmbuatan paving block di halaman tempat pengajian yang keseluruhannya terletak di Desa Perdamaian.

Sumber mengungkapkan, diduga sudah terjadi pengalihan secara fisik terhadap sebahagian tanah waqaf seluas 20X20 M2 tanpa hak, dan mengalihkan bukan untuk kepentingan agama sesuai tujuan dan maksud waqaf tersebut. Hal itu diatur dalam Bab IX Pasal 67 (Point 1,2,3) ketentuan pidana dan sanksi administrasi Undang-Undang RI Nomor: 41 Tahun 24 Tentang Waqaf dan Peraturan Pemerintah RI Nomor: 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor: 41 Tahun 2004.

Sumber mengungkapkan, sertifikat waqaf tersebut berada di BPN dengan hak milik No. 10 Tahun 1991 (No. Register 01 08 12 02 1 00010) seluas 3.800 M2, yang menerima waqaf tersebut waqif atau nazir sejumlah empat orang.

Masih menurut sumber, tindakan mengalikan tanah waqaf yang seharusnya diperuntukkan bagi syiar agama kepada pembangunan waduk bermasalah seluas 20X20 M2 dengan cara sepihak, tanpa izin dan tidak dimusyawarahkan dengan masyarakat Desa Perdamaian adalah kejahatan penyalahgunaan kewenangan.

Berdasarkan catatan Waspada, kasus tersebut sudah pernah dilaporkan warga ke Kejari Aceh Tamiang pada tahun 2018, namun walaupun sudah empat tahun lamanya belum jelas proses penegakkan supremasi hukumnya, bahkan patut diduga kasus tersebut sudah dipetieskan oleh Kejari Aceh Tamiang.

Kajari Aceh Tamiang, Agung Ardyanto ketika dikonfirmasi Waspada melalui Kasie Tindak Pidana Khusus Kejari setempat, Reza Rahim di ruang kerjanya, Rabu (23/3) mengatakan, dirinya bersama Kajari belum lama bertugas di Kejari Aceh Tamiang dan belum pernah melihat berkas laporan warga terkait kasus tersebut di Kejari Aceh Tamiang.

“Mana ada kami petieskan kasus tersebut.Coba nanti saya telusuri lagi berkas kasusnya diarsip laporan kasus yang disampaikan warga ke Kejari Aceh Tamiang,” tegas Reza.

Reza juga menyatakan akan memanggil pihak-pihak terkait kasus tersebut untuk dimintai penjelasan sebagai langkah-langkah upaya proses hukum supaya jelas kasusnya.

“Kalau memang benar ada kasus ini ,tentu saja jika terbukti bersalah bakal dalam pelakunya diproses hukum,” pungkasnya.(b14)

  • Bagikan