Melawan Korupsi Melalui Digitalisasi

  • Bagikan
Melawan Korupsi Melalui Digitalisasi
Lat

Oleh Muhammad Arhami

Pemerintah mulai dari pusat sampai dengan daerah dapat dengan segera melakukan implementasi terhadap proses digitalisasi ini dan melakukan reformasi melalui digitalisasi pemerintahan sehingga proses otomatisasi prosedur layanan administrasi akan menjadi lebih sederhana sehingga memperluas berbagai layanan yang berbasis digital

Korupsi ternyata tetap masih menjadi berita yang selalu menarik untuk ditelisik, baru-baru ini dua Bupati telah ditetapkan jadi tersangka korupsi yaitu Bupati Meranti M. Adil dan Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Hal ini menambah rentetan daftar kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi. Miris memang tapi itulah kenyataannya. Belum terputusnya rantai korupsi ini memang menjadi dilemma tersendiri bagi pencapaian tatakelola yang baik di pemerintahan.

Masyarakat berharap bahwa tahun ini dapat menjadi tahun yang bersih-bersih dari korupsi terutama di pemerintahan. Keyakinan ini sangat beralasan karena berdasarkan E-Government Survey 2022 Indonesia berada pada posisi 77 atas kinerjanya dalam pengembangan dan pelaksanaan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), hal ini merupakan capaian yang baik dari dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2020, dimana Indonesia berada pada peringkat 107.

Hal ini mengisyaratkan bahwa penerapan berbagai layanan pemerintah berbasis digital sudah benar-benar harus diimplementasikan dengan serius, Pemerintah pusat tentunya harus sudah mewajibkan semua daerah untuk melaksanakan sistem layanan yang berbasis SPBE sebagai salah satu strategi dalam memutus mata rantai korupsi.

SPBE dapat menjadi polisinya pengelolaan pemerintah dengan rambu-rambu yang jelas dimana keterlibatan langsung antara penerima layanan dan yang melayani dibuat menjadi “zero appointment” atau “appointment by system” untuk semua level pengelolaan layanan dan model layanan, terutama dari sisi pembayaran.

Pemerintah sebagai pengelola dan pelaksana sistem dan tatanan bermasyarakat memiliki peran besar dalam membuat aturan dan atau kebijakan yang berdasarkan hukum dan norma yang berlaku, mengawasi berbagai aturan, kebijakan atau regulasi serta interaksi antar orang-orang dibawahnya yang dilaksanakan oleh pemimpin pemerintahan secara terintegrasi, transparansi, bertanggungjawab.

Khalayak mengetahui bahwa ada berbagai permasalahan yang telah menghambat tercapainya kesejahteraan rakyat di Indonesia, salah satunya adalah masih maraknya korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat negara maupun oknum yang bukan pejabat negara tapi melibatkan diri untuk melakukannya dan telah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini telah menjadi preseden buruk bagi pemerintahan yang sedang dijalankan, karena ada oknum pejabat negara dan pemerintah yang tidak taat asas agama, asas kemanusiaan dan asas hukum yang berlaku.

Episentrum korupsi saat ini jika dilihat statistiknya tidak lagi dimonopoli oleh Jakarta, namun telah beralih ke daerah-daerah, hala ini dapat dilihat dari kasus terjerat beberapa kepala daerah. Bergesernya episentrum ini boleh jadi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya masih terasa longgarnya pengawasan, kurangnya transparasi dari berbagai layanan yang dilakukan, kurangnya akuntabilitas terhadap publik, masih banyak layanan yang melibatkan interaksi antar manusia dan masih kurangnya kesadaran para oknum pelakunya yang merasa benar dan wajar apa yang mereka lakukan dan juga belum ada bukti penindakan yang menimbulkan efek benar-benar jera kepada pelakunya seperti pemiskinan pelaku dan yang paling ekstrim adalah hukuman mati.

Untuk antisipasi hal tersebut maka sudah saatnya pemerintah mengimplementasikan konsep e-government dengan serius dan tidak lagi setengah-setengah seperti saat ini. Semua lini harus sudah berbasis teknologi digitalisasi dan harus dilakukan transformasi melalui transformasi digital. Digitalisasi berbagai bidang pemerintahan sudah mendesak untuk dilaksanakan terutama yang berkaitan dengan layanan kepada publik.

Tahun 2023 harusnya dapat dijadikan sebagai tahun digitalisasi di berbagai sector pemerintahan agar tercapainya pemerintah yang berintegritas, bersih, berwibawa menuju adil sejahtera. Salah satunya adalah melalui reduksi praktek korupsi seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa Digitalisasi akan mempersempit peluang praktik korupsi di berbagai kegiatan, termasuk dalam implementasi kebijakan pemerintah,

Selain itu, karena telah dilakukan digitalisasi ini maka diperlukan pengelolaan dan mitigasi risiko terhadap privasi dan keamanan siber sebagai bagian dari menjaga data-data dari berbagai serangan-serangan dan ancaman peretasnya. Selanjutnya pada tingkat makro, digitalisasi dapat menjadi katalisator dalam mereduksi korupsi.

Digitalisasi dapat mengganggu korupsi melalui reduksi keleluasaan birokrasi, dimana dengan memangkas birokrasi dan digitalisasi prosedur birokrasi maka dapat mengurangi keleluasaan dan peluang penyuapan sehingga biaya birokrasi dapat disesuaikan. Selain itu dengan digitalisasi dapat meningkatkan transparansi, dan memungkinkan akuntabilitas dengan mendematerialisasi layanan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan lebih efektif oleh lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan secara akuntabilitas melalui cara-cara yang cerdas melalui pemanfaatan teknologi yang berbasis digitalisasi, selain itu dengan perkembangan digitalisasi ini masyarakat sipil juga akan semakin pintar dan cerdas terutama dalam memahami berbagai macam sajian data pemerintah.

Pemerintah mulai dari pusat sampai dengan daerah dapat dengan segera melakukan implementasi terhadap proses digitalisasi ini dan melakukan reformasi melalui digitalisasi pemerintahan sehingga proses otomatisasi prosedur layanan administrasi akan menjadi lebih sederhana sehingga memperluas berbagai layanan yang berbasis digital. Selain itu rasionalisasi kebijakan regulasi dapat segera dilakukan dan proses yang berbasis kertas dapat dikurangi dan bahkan dapat dihilangkan sehingga akan meningkatkan keandalan dan transparansi layanan pemerintah kepada publik Salah satu contoh negara yang menggunakan digitalisasi prosedur administrasi melalui penghentian penggunaan kertas adalah Argentina dimana negara ini melakukan digitalisasi melalui pengenalan autentikasi digital, dan perluasan layanan digital.

Identitas digital universal berperan penting dalam menutup kebocoran transfer sosial. Pembayaran digital dan identifikasi biometrik melalui sistem identifikasi unik juga perlu diterapkan dengan berintegritas dan serius sehingga dapat mengurangi transaksi korupsi dalam program-program perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat seperti program BLT, dan program PKH yang boleh jadi membuka peluang untuk tidak tepat sasaran dan peluang penyuapan, program ketenagakerjaan dan pensiun, serta program subsidi bahan bakar yang akan diberlakukan oleh pemerintah. Pembayaran digital membantu menyumbat program transfer pemerintah yang bocor, sehingga hal ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk diberlakukan di Indonesia.

Akhirnya ada suatu harapan besar di tahun 2023 ini bahwa reformasi kebijakan digitalisasi pemerintahan akan menjadi salah satu strategi antikorupsi yang efektif. Karena rumitnya masalah korupsi dan sulitnya solusi untuk korupsi ini tentunya tidak akan selesai hanya dengan digitalisasi akan tetapi juga bergantung pada konteks kelembagaan. Insentif kelembagaan, kapasitas negara, dan kepemimpinan yang kuat merupakan kunci utamanya. Oleh karenanya, agar digitalisasi dapat berfungsi sebagai perangkat antikorupsi, maka penting juga untuk membenahi institusinya.

Namun timbul pertanyaan apakah digitalisasi akan aman dari korupsi? Jawabannya boleh jadi tidak juga karena digitalisasi dapat menciptakan risiko korupsi baru, sebagai akibat dari peningkatan tajam anggaran teknologi pemerintah dan meningkatnya kompleksitas solusi teknologi yang perlu disediakan oleh pemerintah. Semakin banyak pemerintah menjadi digital, semakin mereka terekspos terhadap kejahatan dunia maya dan ransomware. Tetapi dengan diterapkan digitalisasi setidaknya ada pintu-pintu potensi korupsi akan berkurang secara signifikan karena teknologi digitalisasi dapat melahirkan ruang integritas dan keterbukaan sistem sehingga bisa menjadi media bagi pemerintah dan masyarakat dalam melawan korupsi.

Penulis adalah Ketua Jurusan Teknologi Informasi dan Komputer Politeknik Negeri Lhokseumawe .

  • Bagikan