Merdeka Belajar Yang Berbudaya

  • Bagikan
Merdeka Belajar Yang Berbudaya

Oleh Kurnia Paris Nainggolan

Karena itu lahirlah konsep “Merdeka Belajar dan “Merdeka Berbudaya” sebagai konsep pendidikan yang saat ini tengah dikembangkan untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan kita saat ini. Hanya saja konsep merdeka belajar dan berbudaya ini pada praktiknya, masih belum optimal

Pendidikan merupakan hal yang sangat esensial dalam mendukung kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Dengan pendidikan maka kehidupan akan membaik seiring dengan berkembangnya inovasi dari buah pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah salah satu cara yang dapat membentuk mindset individu untuk semakin berkembang dengan mengubah suatu permasalahan menjadi sebuah solusi.

Pendidikan tentunya sangat penting diterapkan secara mendasar mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Untuk menerapkannya, tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan. Diperlukan konsep dan strategi konkret yang dapat menjadi sebuah sistem besar yang dapat menjembatani berbagai permasalahan pendidikan yang terjadi saat ini.

Ki Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia adalah tokoh yang mengemukakan banyak pandangan tentang jati diri pendidikan bangsa kita. Beberapa pandangan yang diungkapkan adalah semboyan pendidikan nasional (Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani), asesmen yang berpihak pada minat dan bakat siswa, aplikasi pendidikan kodrat alam dan kodrat zaman, serta pelestarian budaya lokal.

Hal ini telah disampaikan pada pidato sambutan Ki Hadjar Dewantara di Universitas Gadjah Mada pada 7 November 1956. Namun ternyata, konsep pemikiran tersebut masih saja menjelma menjadi permasalahan pendidikan yang kita temui hingga saat ini. artinya pidato itu diberikan pada 7 November 1956, maka hampir 67 tahun kurikulum kita menjadi PR bersama.

Problematika Pendidikan

Pendidikan adalah unsur penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, tak dapat dipungkiri kita akan selalu berhadapan dengan berbagai masalah pendidikan. Berikut beberapa permasalahan yang kita temui dalam dunia pendidikan kita: pertama, banyaknya murid yang salah memilih jurusan.

Hal ini senada dengan data ahli Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF), Irene Guntur menyebutkan bahwa sebanyak 87 persen mahasiswa Indonesia salah jurusan. Siswa pergi ke sekolah untuk menimba ilmu selama bertahun-tahun, pada akhir studi dan memasuki dunia kerja ternyata ilmu yang dipelajari selama ini seolah-olah menjadi rutinitas saja karena tidak mampu mensinkronisasikan antara minat dan bakatnya dengan jurusannya yang sesuai.

Kedua, masalah asesmen. Penilaian yang baik adalah penilaian jujur. Misalnya, ketika sekolah menerapkan standar KKM 75 untuk siswa, maka ketika siswa mendapatkan nilai di bawah 75 sebaiknya diapresiasi dengan memberikan nilai yang sesuai. Hal ini dilakukan agar kita dapat mengetahui dimana sebenarnya letak kelebihan kognitif siswa tersebut.

Coba kita bayangkan, apabila siswa diberikan asesmen dengan prosedur yang tidak sesuai maka hal ini seolah-olah menutupi kekurangan siswa dan terlihat sedang baik-baik saja padahal pada kenyataannya tidak seperti yang tertulis dalam borang penilaiannya. Dalam jangka panjang juga akan mempengaruhi skill siswa tersebut dalam dunia kerja yang bisa berdampak buruk akan penempatan bidangnya.

Ketiga, terkikisnya budaya daerah. Pada Februari 2022 dalam acara peluncuran merdeka belajar, Menteri Nadiem menyatakan 718 bahasa daerah di Indonesia terancam punah dan kritis. Begitu banyak budaya-budaya yang berpotensi hilang karena tidak dilestarikan. Contohnya adalah bahasa daerah, ketika sekolah hanya fokus pada pendidikan dan pengajaran mata pelajaran umum, maka siswa hanya akan menjadi terpacu dengan materi tersebut. Tanpa menyadarinya, tindakan tersebut telah mengikis kelestarian budaya lokal. Padahal sesuai dengan konsep Ki Hadjar Dewantara, meskipun kiblat pendidikan mengacu kepada barat, namun kita harus tetap melestarikan budaya daerah sebagai identitas bangsa.

Dari sisi guru, masih banyak yang belum sejahtera, terkhususnya guru honor. Kesejahteraan adalah salah satu kunci yang mendorong seseorang dapat melakukan pekerjaan secara optimal. Kita bayangkan saja ketika guru memiliki penghasilan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka akan mempengaruhi kualitas pendidikan yang akan diterapkan oleh guru tersebut. Guru adalah gerbang utama dalam mendidik anak dan anak akan selalu berkomunikasi dengan guru, itu artinya guru memiliki pengaruh yang sangat besar untuk menuntun anak tersebut.

Solusi

Berdasarkan berbagai masalah di atas, sebenarnya pemerintah telah banyak memberikan solusi untuk menyelesaikannya secara bertahap, perubahan dilakukan dengan belajar lebih dalam lagi kepada sistem pendidikan seperti Finlandia yang berhasil menjadi negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia. Belajar juga dari Elon Musk yang merupakan salah satu orang terkaya dunia yang mendisrupsi hal-hal konvensional menjadi produk-produk yang canggih berbasis teknologi dan masih banyak refleksi lainnya.

Karena itu lahirlah konsep “Merdeka Belajar dan “Merdeka Berbudaya” sebagai konsep pendidikan yang saat ini tengah dikembangkan untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan kita saat ini. Hanya saja konsep merdeka belajar dan berbudaya ini pada praktiknya, masih belum optimal. Diperlukan berbagai solusi yang dapat semakin mendorong agar semakin tegaknya konsep tersebut.

Pertama, solusi untuk yang salah jurusan, sebaiknya pemerintah sudah mulai menerapkan aplikasi ide satu data dari jenjang SD-Perguruan Tinggi. Sistem satu data ini akan memberikan rangkuman nilai siswa secara keseluruhan mulai tingkat dasar-hingga perguruan tinggi secara konsisten, dengan demikian maka akan mengurangi terjadinya kesalahan dalam memilih jurusan. Selain itu, dibutuhkan juga peran guru dalam menerapkan pembelajaran di kelas, melalui pembelajaran berdiferensiasi. Sehingga minat dan bakat siswa dapat berkembang lebih baik dan sinkron dengan nilai siswa tersebut.

Kedua, nilai adalah hal yang penting namun harus sesuai dengan kemampuan siswa. Solusi yang dapat diberikan adalah dengan melakukan pengukuran nilai yang konkret. Dalam mengukur kemampuan kognitif siswa, sudah sebaiknya dilakukan dengan pemberian nilai yang menggunakan teknologi asesmen sehingga ketika siswa selesai ujian maka nilai tersebut akan terinput otomatis dan menjadi nilai aslinya. Berbeda dengan penilaian pada aspek sikap dan keterampilan yang diukur secara kualitatif.

Dari sisi guru, diberikan pendidikan dan pelatihan yang lebih intensif lagi. Hal ini sesuai dengan Program PPG Prajabatan dan dalam jabatan. Hal ini patut diapresiasi, namun perlu untuk diperhatikan lagi bahwa status profesi guru saat ini masih banyak dipandang sebelah mata karena tingkat kesejahteraannya yang masih di bawah rata-rata. Tak dapat dipungkiri, menjadi guru bukanlah hal yang mudah karena akan bertanggung jawab dengan kualitas pendidikan jutaan siswa, oleh karena itu kesejahteraan guru sudah sebaiknya menjadi program prioritas.

Dari sisi budaya, dilakukan penguatan melalui program kerja yang melibatkan guru, orangtua, keluarga dan lingkungan setempat. Misalnya dengan melakukan festival budaya di sekolah, melaksanakan program berbahasa daerah di sekolah, menyediakan buku-buku bacaan yang berhubungan dengan kebudayaan melalui fasilitas perpustakan. Hal ini dilakukan agar siswa tetap tau dan cinta akan identitas budaya mereka sendiri.

Berdikari mempelajari berbagai disiplin ilmu sesuai dengan minat dan bakat siswa tanpa meninggalkan budaya lokal adalah konsep merdeka belajar dan merdeka berbudaya yang akan membawa perubahan signifikan pada kualitas pendidikan kita.

Penulis adalah Mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Negeri Medan.

  • Bagikan