Penataan Batas Daerah

  • Bagikan

Kemendagri menyampaikan bahwa jumlah segmen batas daerah di seluruh Indonesia secara keseluruhan adalah 979 segmen batas. Pada tahun 2021, baru 668 segmen batas daerah yang telah diselesaikan, terdiri atas 138 segmen batas antar provinsi dan 527 segmen batas antar kabupaten/kota

Batas wilayah khususnya batas daerah masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi Republik Indonesia meskipun negara berdaulat ini telah 77 tahun merdeka.

Batas wilayah antar provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, bahkan antar desa/kelurahan kerap menimbulkan konflik antar pemerintah daerah bahkan pertikaian antar warga masyarakat yang wilayahnya saling berbatasan.

Secara umum, ada dua penyebab utama konflik perselisihan batas daerah yang sering terjadi, yaitu perebutan batas administrasi daerah serta perebutan sumber daya yang ada di wilayah yang berbatasan.

Karena itu, penegasan batas daerah sangat diperlukan guna menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu daerah.

Antara lain kejelasan cakupan wilayah administrasi pemerintahan, efisiensi dan efektivitas pelayanan pada masyarakat, kejelasan luas wilayah, kejelasan administrasi kependudukan, kejelasan daftar pemilih (Pemilu, Pilkada), kejelasan administrasi pertanahan, kejelasan perizinan pengelolaan sumber daya alam, kejelasan pengaturan tata ruang daerah, serta mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di daerah.

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat penyelesaian batas wilayah antar provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Salah satu upaya yang sudah dilakukan adalah dengan menerbitkan Permendagri Nomor 141 tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.

Peraturan ini secara teknis menjelaskan tatacara penegasan batas daerah mulai dari proses pembentukan tim penegasan batas daerah, dokumen-dokumen batas daerah yang diperlukan, pelacakan batas di peta kerja dan survei lapangan, sampai dengan penyusunan berita acara kesepakatan dan penetapan batas daerah oleh Mendagri.

Tantangan
Meskipun telah memiliki dasar hukum yang kuat, implementasi penegasan batas daerah di lapangan tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setidaknya ada tiga tantangan utama yang dihadapi dalam proses penegasan batas daerah.

Pertama, secara geografis, topografi wilayah di Indonesia yang sangat beragam tentu menjadi tantangan tersendiri dalam proses penegasan batas daerah. Topografi wilayah yang berbukit-bukit di kawasan hutan misalnya, akan menyulitkan tim penegasan batas ketika melacak titik-titik batas wilayah.

Belum lagi penegasan daerah di daerah-daerah yang batasnya berada di wilayah perairan seperti danau atau laut, prosesnya tentu membutuhkan waktu yang lebih lama, keahlian khusus, serta pendanaan yang cukup besar. Hal ini berdampak pada cukup banyak segmen batas daerah di Indonesia yang belum selesai ditangani.

Kemendagri menyampaikan bahwa jumlah segmen batas daerah di seluruh Indonesia secara keseluruhan adalah 979 segmen batas. Pada tahun 2021, baru 668 segmen batas daerah yang telah diselesaikan, terdiri atas 138 segmen batas antar provinsi dan 527 segmen batas antar kabupaten/kota. Sehingga masih ada 311 segmen batas daerah indikatif yang harus segera diselesaikan.

Kedua, proses penegasan dan penetapan batas daerah harus memenuhi kaidah pemetaan standar sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 141 tahun 2017. Proses pembuatan peta merupakan sebuah pekerjaan kompleks yang memerlukan pengetahuan dan keahlian khusus, yang hanya dikuasai ahli di bidang tertentu seperti geodesi atau geografi.

Untuk menjamin kualitas data data spasial yang diambil di lapangan memenuhi kaidah pemetaan, harus dipastikan data lapangan diambil oleh para tenaga pemetaan yang memiliki kualitas dan kompetensi yang memadai serta bersertifikasi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.

Berdasarkan data yang dilansir Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) di situs mereka, jumlah tenaga pemetaan yang telah memiliki sertifikat kompetensi jumlahnya masih sangat sedikit dibandingkan kebutuhan nasional. Dari 5000-an anggota ISI, baru sekitar separuhnya yang telah memiliki lisensi.

Dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil yang bekerja di sektor pemerintahan dan distribusinya juga tidak merata di semua daerah. Hal ini tentu saja berimbas pada berlarut-larutnya masalah penegasan batas di berbagai daerah.

Ketiga, masih rendahnya inisiatif pemerintah daerah yang berbatasan untuk menindak lanjuti batas-batas daerah yang telah ditetapkan oleh Mendagri melalui Permendagri. Pasca penetapan batas daerah, pemerintah daerah perlu melakukan beberapa hal sebagai tindak lanjut.

Antara lain penataan dan penegasan batas wilayah kabupaten/kota, kecamatan, desa dan kelurahan, penyesuaian data dan peta wilayah dengan mengacu pada batas definitif yang ditetapkan dengan Permendagri (termasuk peta RTRW dan RDTR), sosialisasi batas daerah kepada seluruh pemangku kepentingan, perapatan, pemeliharaan, dan pembangunan kembali pilar batas wilayah, serta melakukan kerja sama daerah di wilayah perbatasan yang potensial dan strategis.

Sayangnya, pemerintah daerah cenderung enggan lambat untuk menindak lanjuti hal-hal ini, yang berdampak pada seringnya terjadi benturan dan perselisihan antar warga yang bertempat tinggal atau beraktifitas di wilayah perbatasan.

Mengubah Tantangan Jadi Peluang
Apa saja yang perlu dilakukan ke depan untuk untuk mempercepat penyelesaian penegasan batas daerah di tanah air? Penulis menyarankan tiga hal yang kiranya bisa mengubah tantangan yang ada menjadi peluang.

Pertama, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah. PP ini menyediakan solusi atas permasalahan yang selama ini kerap ditemukan dalam penataan batas daerah dan pemanfaatan ruang, khususnya tumpang tindih batas daerah, rencana tata ruang, kawasan hutan, izin, konsesi, hak atas tanah, hak pengelolaan, garis-garis batas di laut termasuk perizinan yang memanfaatkan ruang laut.

Pemerintah bisa memanfaatkan celah hukum yang disediakan oleh PP ini untuk percepatan penyelesaian penegasan batas daerah, disamping membenahi dan memperbaiki berbagai regulasi yang terkait dengan pemanfaatan ruang di daerah.

Kedua, pemerintah perlu menyiapkan SDM yang handal di bidang survei dan pemetaan di daerah. Saat ini, cukup banyak kegiatan diklat yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta untuk membentuk tenaga-tenaga ahli di bidang survei dan pemetaan berlisensi.

Apalagi didukung dengan perkembangan teknologi pemetaan yang semakin mudah diakses dan dimanfaatkan oleh publik, seperti wahana drone dan Google Maps. Pemerintah daerah sebaiknya bersikap proaktif dengan mengikutsertakan staf-staf yang potensial untuk mengikuti Diklat-diklat dimaksud agar memiliki tenaga terampil yang dapat membantu proses penegasan batas daerah serta mampu memanfaatkan berbagai data dan teknologi pemetaan yang tersedia.

Ketiga, salah satu tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah yang telah ditetapkan batas wilayahnya melalui Permendagri adalah perapatan pilar batas. Titik-titik batas daerah yang telah ditetapkan oleh Mendagri memerlukan tindak lanjut oleh pemerintah daerah-daerah yang berbatasan, terutama untuk perapatan Pilar Batas Utama (PBU) dan Pilar Acuan Batas Utama (PABU) yang telah tercantum di dalam Permendagri.

Perapatan pilar batas diperlukan karena letak antar PBU atau PABU terpisah cukup jauh dan titik-titik batas alam maupun buatan di lapangan perlu diidentifikasi oleh pemerintah daerah yang berbatasan. Perapatan bisa dilakukan dengan meletakkan pilar-pilar tambahan di antara PBU dan PABU yang telah ada melalui kesepakatan bersama antar wilayah yang berbatasan.

Untuk itu, komitmen dan kerjasama antar pemerintah daerah yang berbatasan, serta masyarakat yang tinggal di perbatasan, serta peran serta Pemerintah Provinsi dan Pusat untuk mendukung dan memfasilitasi kegiatan perapatan pilar ini, sangat diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaannya.

Penulis adalah ASN Bappedalitbang Kab. Deliserdang, Alumni S3 Universi ty of Twente, Belanda.

  • Bagikan