Revolusi Mandailing Godang

  • Bagikan

Tano Mandailing Sere bukan mitos apalagi sebatas model eksploitasi ala Sorikmas Mining dan sejenis. Lebih dari itu potensi agraris yang menjanjikan begitu besar. Sebuah negara yang mengingkari sumberdayanya akan menjadi sasaran dikte negara lain. Itu pasti

Revolusi Mandailing Godang. Tulisan ini didasarkan pada diskusi-diskusi sporadis dengan rekan-rekan yang selama ini banyak memberi pemikiran untuk kemajuan Mandailing (baik sebagai komunitas penting dalam sejarah Indonesia maupun sebagai salah satu Kabupaten di Sumatera Utara).

Banyak orang pernah menjadi partner diskusi meski tak akan disebutkan. Namun, Bunda Dewi Teruna Jasa Said dari Harian Waspada Medan, pentolan Eramas itu, bersama seorang politisi Partai Umat, Imran Khaitamy Daulay, harus disebut.

Mereka pernah mengusung bakal calon perseorangan Pilkada Mandailing Natal (Madina). Karena kerap berdebat, pikiran mereka ikut mewarnai tulisan ini. Figur yang mereka usung, seorang pakar infrastruktur, begitu rinci memetakan rencana untuk Madina. Tetapi tulisan ini belum tentu sejalan dengan pikiran mereka.

Menantang Radikalitas Irwan H Daulay

Terutama Irwan H Daulay (IHD) yang sedikit banyaknya pernah mengukir jejak dan hingga kini berusaha berkiprah di kampung halamannya itu (Madina), penulis banyak berterimakasih. IHD kerap menggelar forum, tatap muka maupun melalui media online. Termasuk tentang gugatan “Mandailing Bukan Batak”.

Tantangan atas radikalitas gagasan-gagasannyalah yang menjadi narasi utama tulisan ini. Ketika masih sangat belia, IHD pernah calon Bupati. Merasa dikalahkan, IHD menggugat dan mempermasalahkan Mahfud MD (saat itu Ketua Mahkamah Konstitusi RI).

Ditujukan kepada warganya, IHD banyak menyajikans story pada laman facebook yangdi antaranya akan dikutip dalam tulisan ini. “Kita hari ini adalah produk berpikir masa lalu, masa depan adalah produk masa kini, oleh karena itu sejak hari ini mari berikan produk-produk terbaik bagi generasi masa depan”. IHD berusaha “menggergaji” pautan dengan tradisi berfikir tak progresif untuk optimisme pemikiran dan ekperimentasi.

IHD mendefinisikan kemiskinan: “Standar kemiskinan $2,15 atau Rp 30 ribu/hari/orang supaya satu keluarga dikatakan tidak miskin setidaknya orang tua harus bergaji minimal Rp 3,6 juta/bulan, di bawah garis itulah mereka yang dikatakan keluarga miskin itu”.

Tentu IHD potensil digugat oleh konservatisme kekuasaan. Keterusterangannya terhadap kekuasaan sangat kuat, antaran lain tercermin dari storynya “Kekuasaan tidak baik mempromosikan terus menerus potensi-potensi. Tugas Anda adalah menggali sehingga bermanfaat sesuai harapan.”

Story ini disandingkan dengan kutipan berita berjudul “Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin menyebut bahwa potensi wakaf nasional di Indonesia mencapai Rp 180 triliun dan bisa mengentaskan kemiskinan.”

Saat kenaikan harga BBM baru-baru ini IHD menyatakan bahwa “yang merasakan dampak terbesar kenaikan harga-harga adalah orang miskin dan rentan miskin. Bantalan sosial apapun tidak banyak merubah keadaan bahkan (itu potensil, pen) menimbulkan masalah baru. Tidak ada alternatif kecuali hanya menggenjot pembukaan usaha-usaha baru.” IHD jelas menohok kebijakan subsidi setelah menaikkan harga BBM.

Banyak kritik atas pengelolaan (penentuan alokasi) dana desa. IHD tentu saja tak selalu benar, tetapi ketika berkata “jika benar-benar berniat menolong orang susah, dana desa mestinya mendorong perputaran ekonomi warga desa bukan untuk orang kota,” IHD jelas menyadari aliran dana dari pusat kekuasaan kembali lagi begitu cepat setelah singgah sejenak di desa.

IHD orang pergerakan reformasi. Bersama aktivis kampus lainnya pernah membentuk wadah agak beraroma (nama) militeristik, Komando. Nada militeristiknya itu kentara dalam story berikut: “ada tiga model generasi (pembangun. penikmat, dan penghancur).

Generasi hebat itu (adalah, pen) anak-anak muda yang senantiasa berpikir bekerja keras dan konsisten mewujudkan cita-cita. Mereka harus berani tampil konsisten di dunia usaha, tinggalkan profesi lain yang tidak banyak merubah keadaan. Tantangan ke depan (ialah, pen) siapa yang mengendalikan, itu kompetensi mereka para pengusaha.”

Gaya retorika harismatik pengkhotbah yang doktrinatif sangat IHD senangi. Karena itu meski tak disebut langsung, IHD akan ditemukan banyak berkisah berdasarkan apa yang IHD fahami dari sucsess story kepemimpinan dunia Islam (model khilafah), dan IHD berusaha meletakkan semua itu dalam koridor syariah yang terus dipelajarinya.

Analisis Struktural

Problematika negara miskin sejak dahulu ialah masalah struktural. Begitu menindas dan selalu tak membuka peluang bagi yang tak memiliki keberuntungan. Keberuntungan adalah kata kunci yang tak terkait prestasi.

Itulah yang selalu lemah dalam analisis IHD, sebagaimana beberapa hari lalu ketika membawa jamaahnya protes atas keberadaan Sorikmas Mining yang terus menabur masalah sekian lama. Jangan-jangan IHD hanya terfokus soal corporate social responsibility (CSR) recehan dalam eksplorasi sumberdaya alam amat tak adil itu.

Filosofi pembangunan nasional yang tak bergayut kepada social basic needs perlu IHD sadari sebagai determinan utama ketakberesan ketimbang terus-menerus bernarasi menirukan gaya normatif-doktrinatif motivator Dale Carnagie atau Mario Teguh. IHD perlu roadmap lain dalam upaya community organization dan community development bertitik tekan pada anlisis struktural.

Penulis katakan kepada IHD dan jama’ah facebooknya kemarin: “sebagaimana di negara-negara bekas jajahan lainnya, di Indonesia dan di Madina, eloklah sektor agraris difasilitasi sebagai prioritas dengan catatan membangun mitos baru mengganti mitos lama pertanian identik kemiskinan. Duduklah bersama Bupati, Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, Dinas Pertanahan, Bank Rakyat Indonesia. Semua orang di dunia ini mempunyai obsesi mencapai citacita besar sesuai tuntutan moralitas budayanya.

Masalah utama ialah fasilitasi sarana pencapaian cita-cita itu selalu tak tersedia. Hasilnya kegagalan yang membawa frustrasi. Frustrasi berkelanjutan antar generasi terus mengukir budaya kalah dan withdrawll (menarik diri) dari gelanggang.

Orang miskin sebagai orang kalah terlalu besar jumlahnya. Bagaimana bisa masuk akal terus memarahinya dengan seruan “kerja kerja kerja” padahal mereka tak bodoh dan tak malas? Mereka hanya tak menemukan apa yang akan dikerjakan.

Merujuk pikiran lazim dari “datu godang” Dale Carnegie, jika ada orang tak bisa kuliah, secara psikologis dan kultural akan dianggap kesalahan keluarganya dan dirinya yang miskin. Jika sarjana tak mendapat pekerjaan, secara psikologis dan kultural dianggap juga sebagai kesalahan sendiri dan keluarganya yang tak mampu (antara lain) menyogok pekerjaan di tengah persaingan ketat. Padahal pendidikan dan pekerjaan seyogyanya 100 persen tanggung jawab negara.

Di mana teori itu ditemukan? Pada konstitusi. Indonesia dimerdekakan untuk mengharamkan penjajahan oleh siapapun dan dalam bentuk apapun, selamalamanya. Haram ada warga dan wilayah yang tak terlindungi negara. Tidak boleh rakyat tak sejahtera (paradoks: kesehatan jadi komiditi). Tidak boleh orang gagal kuliah (paradoks: pendidikan jadi komiditi). Tidak boleh orang menganggur karena pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menegaskan itu.

Banyak orang seperti IHD yang hafal luar kepala Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal strategis konstitusi yang menjelaskan identitas dan tujuan Indonesia merdeka. Namun tak menyadari narasi itu cenderung sudah dead metaphore.

Pelajaran dari Kolonial Belanda

Penulis persilakan IHD melakukan analisis kritis atas arah pembangunan, apakah akan menemukan semangat pengarusutamaan rakyat. Untuk perbandingan, tunjuklah pola pembangunan infrastruktur sebagai contoh.

Meski tak lepas dari niat advantage ekonomi negara inti (Belanda), tahun 1800-an direncanakan pembangunan perkretaapian Tapanuli. Menghubungkan Sibolga-Padangsidimpuan, dengan proyeksi perngembangan ke Panyabungan, Padangsidimpuan, Kota Pinang, Dataran Tinggi Toba dan Daerah Dairi dengan Sibolga. Rute Batangtoru Si Bundong, Padangsidimpuan, Sipirok, Si Lantom Pangaribuan, Si Borongborong dan Baligé.

Juga pengembangan jaringan Padangsidimpuan dengan Labuhanbatu melalui Padanglawas yang dengan sendirinya terhubung tanah Deli yang memiliki prestise besar dalam wajah kapitalisme kolonial abad 19.

Dalam rencana itu pertumbuhan kesejahteraan rakyat melalui pertanian, perkebunan, peternakan, industri, perdagangan dan lain-lain dipandang sebagai determinan penting.

Satu lagi. Pada waktu yang berjarak tak jauh, daerah Humbang dan Dairi juga pernah direncanakan sebagai lokasi proyek yang mirip food estate pemerintahan Joko Widodo. Para ilmuan dan politisi di Belanda menolak antara lain karena alasan terlalu bersemangat eksploitatif. Dapatkah dibandingkan dengan proyek-proyek infrastruktur yang hadir sebagai obsesi One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Inisiative (BRI) Xi Jinping?

Penutup

Penulis tak berkelakar ketika mengajukan usul agar IHD dan rekan mengkaji ulang dan merevitalisasi Poda Na Lima (PNL) dari Pahlawan Mandailing Sati Nasution. Mungkin saja kini relevan menegaskan kekuasaan memang hal penting tetapi tak perlu terlalu diharap dalam era politik berintikan transaksi.

Karenanya maafkan mereka yang terpilih melalui kontestasi ketika tak memiliki ide. Sebagai kompensasinya kembangkan gagasan Revolusi Mandailing Godang (RMG) dengan dasar PNL. Latih diplomat-diplomat berintegritas yang berkemampuan membentuk semacam shadow government di tengah kelemahan nyata kepemimpinan lokal hasil elektoral.

Umumnya orang selalu sensitif isu korupsi. RMG tak usah risau itu. Karena yang akan dicurinya tak begitu banyak dan ekspor RMG dapat meyakinkan pimpinan nasional bahwa model pemberantasan korupsi yang sekarang tiada manfaat dan harus diubah filosofinya.

Tano Mandailing Sere bukan mitos apalagi sebatas model eksploitasi ala Sorikmas Mining dan sejenis. Lebih dari itu potensi agraris yang menjanjikan begitu besar. Sebuah negara yang mengingkari sumberdayanya akan menjadi sasaran dikte negara lain. Itu pasti. Tak bolehkah makmur dari kekayaan agraris tano sere Mandailing itu? Teruslah radikal.

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinatior Umum Pengembangan Basis Sosial Inisitaif & Swadaya (‘nBASIS).

  • Bagikan